PR BEKASI - China mendesak Amerika Serikat (AS) untuk berhenti menggunakan demokrasi sebagai alat menindas negara lain.
Desakan terhadap AS ini dilontarkan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying saat menghadiri konferensi pers.
Pernyataan China tersebut turut menyinggung Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov pada KTT Global untuk demokrasi yang diusulkan AS.
Hua mengatakan, apa yang disebut AS sebagai 'pertemuan puncak demokrasi' ini pada dasarnya hanya menarik garis ideologis dan kepentingan politik semata.
Oleh karena itu, menurutnya, pertemuan tersebut akan berpotensi menimbulkan perpecahan dan konfrontasi yang melawan arus masa kini.
Dia menuturkan, AS seharusnya membuat penilaian yang benar dan objektif mengenai negara mereka sendiri, ketimbang berpura-pura menjadi juru bicara demokrasi bagi negara lain.
Baca Juga: Pemerintah China Hapus Ultraman Tiga dari Televisi, Diduga Mengandung Unsur Kekerasan
Selain itu, dia juga meminta AS untuk berhenti menggunakan isu demokrasi sebagai alat untuk menindas negara lain.
"Kami berharap AS akan meninggalkan mentalitas Perang Dingin, menolak pendekatan yang salah dari geng eksklusif dan permainan zero-sum," katanya dikutip PikiranRakyat-Bekasi.com dari The Star pada Selasa, 28 September 2021.
Pernyataan Hua ini merupakan respons terkait pemberitaan media asing mengenai kasus Meng Wanzho, konglomerat perusahaan Huawei yang ditahan di AS selama 3 tahun.
Baca Juga: China Kurangi Aborsi Untuk Tujuan Non-Medis, Tingkatkan Kesehatan Reproduksi Wanita
Pasalnya, media asing beramai-ramai memberitakan kembalinya Meng Wanzhou ke China dan pembebasan warga negara Kanada, Michael Spavor dan Michael Kovrig sebagai 'jaminan'.
"Kasus Meng Wanzhou adalah penganiayaan politik terhadap warga negara China, yang bertujuan untuk menekan perusahaan teknologi terkemuka di China," tutur dia.
"Sementara Michael Kovrig dan Michael Spavor menghadapi tuduhan yang membahayakan keamanan nasional," lanjutnya.***