PR BEKASI - Kasus oknum organisasi kesehatan dunia atau WHO di Kongo berbuntut Panjang hingga saat ini.
WHO dinilai tidak profesional oleh sejumlah pihak atas kejadian pelecehan seksual di Kongo yang menyeret oknum organisasi kesehatan dunia tersebut.
Seperti diketahui bahwa WHO memiliki citra kemanusiaan yang bisa membantu warga Kongo di tengah kondisi pandemi Ebola.
Sementara itu, Komisi Eropa menghentikan sementara pendanaan program-program WHO di Republik Demokratik Kongo.
Baca Juga: Zombie Dunia Nyata Muncul di Ibukota Kongo, Bikin Pemerintah Setempat Khawatir
Hal tersebut sebagai buntut dari cara WHO menangani skandal kekerasan seksual di negara tersebut.
Dalam surat tertanggal 7 Oktober 2021 dari Komisi Eropa, yang tertulis kata ‘sensitif’, disebutkan lembaga itu telah menghentikan sementara pendanaan pada lima program WHO, salah satunya penanganan wabah Ebola dan operasional Covid-19.
Dilaporkan bahwa total bantuan yang dibekukan sementara itu lebih dari 20,7 juta euro atau sekira Rp343 miliar.
Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Reuters pada Jumat, 29 Oktober 2021, Komisi Eropa mengkonfirmasi keputusan tersebut pada wartawan dengan harapan mitra Komisi Eropa bisa meningkatkan keamanan.
Tujuannya yakni agar kasus pelecehan seksual serupa tidak terulang lagi di negara manapun.
WHO juga diminta mengambil langkah serius dalam menangani permasalahan ini.
“Komisi Eropa untuk sementara menghentikan pembayaran dan menahan diri untuk tidak mengucurkan pendanaan pada sejumlah aktivitas kemanusiaan, yang dilakukan oleh WHO di Republik Demokratik Kongo," keterangan Komisi Eropa.
"Kebijakan ini tidak berdampak pada pendanaan Uni Eropa untuk operasional WHO di tempat lain,” demikian keterangan Komisi Eropa.
Selanjutnya, WHO menolak berkomentar saat dimintai keterangan atas keputusan Komisi Eropa tersebut.
Sikap Komisi Eropa ini telah menambah tekanan pada WHO dan tuntutan agar Direktur WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengambil langkah lebih lanjut atas kekerasan dan pengabaian serta mencegah agar kejadian pelecehan seksual tidak terjadi lagi dimana pun.
Laporan komisi independen pada bulan lalu menyebut ada sekira 83 tenaga kemanusiaan, yang satu pertiganya pegawai WHO, terlibat dalam pelecehan seksual selama penanganan pandemi Ebola di Kongo.
Tak hanya itu, laporan juga menyebutrkan bahwa ada sekira 9 kasus diduga kasus perkosaan.
Hingga saat ini Komisi Eropa belum membeberkan rencana yang akan dilakukan selanjutnya usai Hentikan sementara pendanaan untuk WHO.***