Studi Terbaru: Suhu Kutub Selatan Meningkat Tiga Kali Lipat, Tak Ada yang Mengira Itu Bisa Terjadi

- 30 Juni 2020, 12:44 WIB
Stasiun cuaca di Kutub Selatan. (Pixabay)
Stasiun cuaca di Kutub Selatan. (Pixabay) /

PR BEKASI - Salah satu tempat paling terpencil dan terisolir di Bumi yakni Kutub Selatan dilaporkan telah memanas lebih dari tiga kali rata-rata global dalam kurun waktu 30 tahun terakhir.

Hal tersebut telah tercantum dalam jurnal yang baru saja dirilis pada awal pekan ini dengan judul Nature Climate Change.

Temuan tersebut tentu sangat bertentangan dengan pandangan lama bahwa di wilayah tersebut aman dari pemanasan.

Baca Juga: Dokter dan Keluarga Bingung, Bayi Ini Alami Kelainan Genetik Lahir Tanpa Kedua Tangan dan Kaki

Pemanasan ini terkait dengan percepatan pencairan es di tempat lain di Antartika yang bisa memicu naiknya permukaan air laut lebih cepat di seluruh dunia.

Dikutip dari USA Today oleh Pikiranrakyat-Bekasi.com, Kyle Clem seorang peneliti di Victoria University of Wellington di Selandia Baru dan rekan-rekannya menganalisis data stasiun cuaca dan model iklim untuk memeriksa tren pemanasan di Kutub Selatan.

Studi mereka telah menemukan antara 1989 dan 2018 atau dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, Kutub Selatan telah mengalami peningkatan panas sebanyak tiga kali lipat dari 0,6 menjadi 1,8 derajat celcius.

Baca Juga: Kasus Covid-19 Masih Tinggi, Jokowi: Daerah Jangan Memaksakan Diri Terapkan AKB

"Kutub Selatan tampaknya terisolasi dari apa yang sedang terjadi di seluruh dunia. Tapi itu meningkat dengan pemanasan yang cepat, beberapa pemanasan terkuat di planet ini," ucap Kyle Clem.

Kyle Clem dan rekan-rekannya menjelaskan penyebab utama pemanasan di Kutub Selatan adalah karena meningkatnya suhu permukaan laut ribuan mil jauhnya di daerah tropis.

Selama 30 tahun terakhir ini, pemanasan di Samudra Pasifik tropis barat meliputi wilayah dekat khatulistiwa utara Australia dan Papua Nugini meningkat.

Baca Juga: Iran Minta Interpol Tangkap Donald Trump Atas Kematian Jenderal Qassem Soleimani

"Itu liar. Ini adalah tempat paling terpencing di planet ini. Signifikansi adalah bagaiman suhu ekstrem berayun dan bergeser di atas interior Antartika, dan mekanisme yang menggerakkan mereka terkait 10 ribu kilometer ke utara benua di tropis Pasifik," ujar dia.

Akan tetapi pola tersebut diyakini sebagai bagian dari proses alami multi-dekade.

Itu hanya menjelaskan beberapa tren pemanasan. Sisanya, menurut para peneliti perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.

Baca Juga: Pandemi Covid-19 Pukul Ekonomi Masyarakat Luas, Sri Mulyani: Krisis Kali Ini Sangat Berbeda

"Kami memiliki proses alami yang akan selalu terjadi di tengah pemanasan global dan pengaruh manusia terhadap sistem iklim. Ketika keduanya bekerja sama, itu sangat luar biasa," kata dia.

Sebelumnya NASA menyebutkan di wilayah tersebut suhu musim panas memiliki rata-rata -18 derajat Farenheit. Namun tidak akan ada yang mengira Kutub Selatan sebagai surga tropis.

Sementara itu menurut para ahli yakni Sharon Stammerjohn dan Ted Scambos dari University of Colorado mengatakan bahwa tingkat pemanasan di bagian bawah dunia saat ini meresahkan.

Baca Juga: India Resmi Blokir 59 Aplikasi Asal Tiongkok Termasuk TikTok dan WeChat

"Pesan nyata yang dibawa pulang oleh Kyle Clem dan rekan-rekannya adalah bahwa tidak ada tempat yang kebal terhadap perubahan iklim. Terkecuali kita mengambil tindakan untuk meratakan kurva emisi karbon global," tutur mereka.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: USA TODAY


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x