Para Dokter di Korea Selatan Mogok Kerja, Tuntut Pemerintah Lakukan Reformasi Kesehatan

- 23 Agustus 2020, 14:08 WIB
Asosiasi dokter di Korea Selatan melakukan aksi mogok kerja di tengah pandemi virus corona, menuntut pemerintah lakukan reformasi kesehatan, pada Sabtu, 22 Agustus 2020.
Asosiasi dokter di Korea Selatan melakukan aksi mogok kerja di tengah pandemi virus corona, menuntut pemerintah lakukan reformasi kesehatan, pada Sabtu, 22 Agustus 2020. /The Korea Herald/

PR BEKASI - Para dokter di Korea Selatan menolak untuk menghentikan aksi mogok kerja sebelum adanya reformasi kesehatan pada Sabtu, 22 Agustus 2020, meski pemerintah telah memperingatkannya.

Menteri Kesehatan Korea Selatan, Park Neung Hoo melalui siaran pers, mendesak para dokter untuk kembali menjalankan tugas mereka. Hoo mengatakan pemerintah bersedia untuk membahas masalah perselisihan dengan industri medis setelah terdapat lonjakan kasus COVID-19 di wilayah yang lebih besar.

Anggota dari para pemagang dan asosiasi warga Korea Selatan memulai pemogokan mereka pada Jumat, 21 Agustus 2020. tanpa tanggal akhir dan dokter dari semua kalangan telah ditetapkan untuk memulai pemogokan mereka minggu depan.

Baca Juga: Tepis Badai Resesi, Kebiasaan Belanja Bisa Bantu Pulihkan Ekonomi Indonesia di Tengah Pandemi

Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari The Korea Herald, Korea Selatan mengalami lonjakan kasus positif virus corona yang mengakibatkan tenaga medis harus bekerja ekstra untuk menangani korban.

“Semua (pengumuman pemerintah) itu retorika politik. Kecuali ada 'perubahan', pemogokan akan tetap berjalan sesuai jadwal,” ucap seorang juru bicara Asosiasi Medis Korea.

Kelompok tersebut menjelaskan pendiriannya tentang tidak adanya komrpomi, menuntut rencana dibatalakan.

Baca Juga: Gunung Sinabung Kembali Erupsi, Masyarakat Dilarang Beraktifitas di Radius 3 Km

Pihak yang berwenang dalam bidang kesehatan memperingatkan bahwa hal tersebut bisa menimbulkan dikeluarkannya perintah resmi bagi para dokter yang mogok kerja, tidak lama setelah adanya perluasan batas-batas sosial yang lebih ketat di seluruh negeri untuk mengurangi infeksi.

Para dokter yang tidak mau menuruti aturan bisa dihukum maksimal tiga tahun penjara atau surat izin mereka dibekukan. Lebih buruk lagi, lisensi mereka bisa dicabut.

Pemogokan yang dilakukan persatuan dokter itu menuntut pemerintah untuk menarik proposal kesehatan, titik yang paling dipersulit adalah rencana untuk meningkatkan jumlah mahasiswa kedokteran sebesar 400 per tahun selama 10 tahun.

Baca Juga: Khawatirkan Arsip Kasus Besar, DPR Minta Polisi Segera Ungkap Penyebab Kebakaran di Kantor Kejagung

Beberapa dari mahasiswa kedokteran akan ditugaskan sebagai "dokter desa" dengan kewajiban 10 tahun untuk berlatih di daerah pedesaan yang membutuhkan tenaga medis profesional setelah mereka lulus.

Pemerintah berpendapat bahwa para profesional di bidang kesehatan sangat dibutuhkan di daerah-daerah yang kurang memadai bagi penduduk di sana untuk mengatasi krisis kesehatan masyarakat seperti pandemi.

Para dokter tidak setuju, mereka mengatakan bahwa lebih profesional akan menetap disana jika mereka mendapatkan bayaran yang lebih baik daripada sekarang dan pendanaan untuk reformasi dialokasikan untuk mendukung peserta pelatihan.

Baca Juga: Selidiki Penyebab Kebakaran Gedung Kejagung, Kapolda Metro Jaya Turunkan Labfor dan Inafis

Mereka juga memperdebatkan masalah dalam sistem pengiriman layanan medis saat ini harus diatasi, bukan hanya menambahkan lebih banyak dokter.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: THE KOREA HERALD


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah