Para ilmuwan menyatakan bahwa kita memiliki waktu kurang dari satu dekade untuk mengubah perekonomian dunia, yakni mengalihkan ke energi terbarukan dan pertanian berkelanjutan.
Akan tetapi, bisnis tetap berlanjut seperti biasanya dengan membuka jalan menuju cuaca ekstrem di masa depan, perpindahan massal, penyakit, kelaparan, dan kematian sebagaimana telah diprediksi oleh para ahli.
Baca Juga: Pemerintah Berencana Lanjutkan Pemberikan Subsidi Gaji Rp600.000 hingga Kuartal II Tahun Depan
Ketika berada di tengah krisis iklim, tidak ada tindakan untuk membuat masyarakat berubah. Beberapa kali Jamie mendatangi parlemen AS untuk melakukan transformasi cepat dalam menanggapi perubahan iklim.
Parlemen tetap mengatakan bahwa perubahan secepat itu tidak mungkin dilakukan, namun tanggapan cepat dunia terhadap COVID-19 membuktikan bahwa perubahan secara cepat bisa dilakukan.
Respon terhadap virus ini menunjukkan bahwa pemerintah sebenarnya bisa melakukan mobilisasi cepat untuk menghadapi krisis iklim jika mau melakukannya dengan serius dan mengkomunikasikannya dengan benar pada masyarakat.
Baca Juga: Edhy Prabowo Positif Covid-19, Puluhan Pejabat dan Warga NTT Buru-buru Lakukan Tes Swab
Respon dunia terhadap krisis iklim tidak seperti karantina atau isolasi yang harus dilakukan seperti saat menghadapi virus COVID-19, sehingga seharusnya bisa lebih mudah dilakukan.
Misalnya bisa dilakukan dengan menyerukan penciptaan lapangan kerja di bidang energi terbarukan, melatih pekerja untuk berpindah dari pekerjaan bahan bakar fosil menuju energi bersih dan reboisasi massal.
Respon terhadap pandemi adalah upaya untuk mengurangi bencana, sedangkan respon iklim yang mendesak tidak hanya mengurangi bencana, tetapi juga secara aktif menciptakan dunia yang lebih baik.