Hamas dan Fatah Pimpin Partai Politik di Palestina Bersatu Melawan Israel

- 15 September 2020, 16:29 WIB
Palestina memprotes rencana Israel untuk mencaplok bagian Tepi Barat yang diduduki dekat kota Ramallah pada bulan Juni, 2020.
Palestina memprotes rencana Israel untuk mencaplok bagian Tepi Barat yang diduduki dekat kota Ramallah pada bulan Juni, 2020. /AFP/Abbas Momani

PR BEKASI – Partai politik Palestina yang berseberangan bersatu untuk memulihkan persatuan dan perpecahan di Jalur Gaza dan Tepi Barat setelah beberapa negara Arab melakukan normalisasi hubungan dengan Israel.

Para menteri luar negeri Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain pada Selasa, 15 September 2020, akan menandatangani perjanjian dengan Israel di Gedung Putih untuk menjalin hubungan penuh yang melanggar Prakarsa Perdamaian Arab.

Langkah tersebut merupakan ancaman bagi tuntutan lama Arab agar Israel mengakhiri pendudukan selama puluhan tahun dan menyetujui solusi dua negara dengan Palestina.

Baca Juga: Informasi Harga Kebutuhan Pokok Jawa Barat Hari Ini, Selasa, 15 September 2020

Pada hari Sabtu, 12 September 2020, Palestina yang dipimpin oleh Hamas dan Fatah menyetujui "kepemimpinan lapangan yang bersatu" yang terdiri dari semua faksi yang akan memimpin "perlawanan rakyat yang komprehensif" terhadap pendudukan Israel.

Bertepatan dengan penandatanganan kesepakatan tersebut, warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat merencanakan demonstrasi "besar-besaran, dan protes lainnya diperkirakan terjadi di luar kedutaan besar Israel, Amerika Serikat (AS), UEA, dan Bahrain di seluruh dunia.

Pembentukan kelompok kepemimpinan bersama dan kemajuan dalam pembicaraan persatuan intra-Palestina ini terjadi setelah pertemuan pada 3 September yang diadakan di Ramallah, Tepi Barat dan Beirut, Lebanon

Baca Juga: Hampir Saja Tewas, Laki-Laki Ini Nekat Masukkan Belut Hidup ke Duburnya untuk Hilangkan Sembelit

Hal ini telah lama ditunggu oleh Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas, Ismail Haniya dari Hamas, kepala Jihad Islam Ziyad al-Nakhala, dan para pemimpin dari berbagai partai politik Palestina lainnya.

Hamas dan partai Palestina lainnya telah bertahun-tahun menuntut agar pertemuan semacam itu dilakukan, tetapi Abbas selalu menolak langkah itu, menyerukan Hamas untuk menghormati pakta persatuan sebelumnya terlebih dahulu.

Namun, dengan perjuangan Palestina akhir-akhir ini menghadapi begitu banyak tantangan yang paling penting adalah normalisasi antara negara-negara Arab dan Israel, Abbas setuju untuk mengadakan diskusi.

Baca Juga: Lift di Gedung DPRD Jatuh, Ketua DPRD Yogyakarta Dilarikan ke Rumah Sakit

Husam Badran, seorang anggota biro politik Hamas, mengatakan beberapa faktor yang mendorong orang-orang Palestina bersatu antara lain kebijakan Presiden AS, Donald Trump mengakui Jerusalem sebagai ibukota Israel dan rencana aneksasi Israel atas wilayah Palestina.

Selain dua hal tersebut, normalisasi hubungan antara negara-negara Arab dengan Israel dianggap sebagai pengkhianatan dan ancaman yang besar bagi warga Palestina.

Badran menyebut pertemuan kepemimpinan sebagai sebuah kemajuan besar yang menghasilkan keputusan yang jelas tentang beberapa masalah mendesak.

Baca Juga: Demam Tinggi dan Mual hingga Masuk UGD, Citra Kirana Alami Masitis dan Beri Pesan untuk Ibu Menyusui

"Desakan sejumlah negara Arab untuk menormalisasi hubungan mereka dengan Israel telah mendorong pembentukan kepemimpinan lapangan yang bersatu untuk perlawanan rakyat ke puncak agenda tindakan Palestina," kata Badran, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Aljazeera.

Dia menambahkan gerakan normalisasi mengharuskan Palestina bekerja sama dan memperkuat front internal mereka, dan melampaui semua perbedaan ideologi untuk menyelamatkan perjuangan Palestina.

"Para pemimpin Palestina mengubah penolakan mereka terhadap semua rencana yang bertujuan untuk melikuidasi perjuangan Palestina menjadi langkah-langkah realistis di lapangan," kata Badran.

Baca Juga: Karena Kesal Ajari Belajar Daring, Pasutri Tega Aniaya Anak hingga Tewas, Polisi Ungkap Kronologinya

Tiga komite dibentuk pada pertemuan tersebut, yang pertama berfokus pada pembentukan kepemimpinan lapangan yang bersatu untuk mengaktifkan perjuangan rakyat melawan pendudukan Israel.

Kemudian bertanggung jawab untuk mencapai visi yang disepakati untuk mengakhiri pembagian antara Gaza dan Tepi Barat.

Yang terakhir bertugas untuk menghidupkan kembali Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) sebagai wadah perjuangan bangsa Palestina.

Baca Juga: Tagar #RIPJKRowling Trending Twitter, Diduga Buntut dari Peluncuran Novel Terbarunya 

Panitia diberi batas waktu lima minggu untuk menyampaikan rekomendasi kepada presiden Palestina yang telah berjanji akan menyetujui rekomendasi apapun itu.

Hamas dan Fatah telah terpecah sejak 2007 ketika Hamas menggulingkan pasukan keamanan Fatah dari Gaza setelah ketegangan berbulan-bulan.

Berbagai upaya telah dilakukan sejak saat itu untuk menjembatani kesenjangan antara keduanya, tetapi tidak ada yang membuahkan hasil.

Baca Juga: Hadirkan Saksi Ahli dalam Sidang Penyalahgunaan Narkoba, Dokter RSKO: Dwi Sasono Bukan Pecandu! 

Namun, hubungan antara Hamas dan Fatah telah mengalami peningkatan yang signifikan akhir-akhir ini.

Dalam beberapa bulan terakhir, dua partai utama Palestina, terlibat dalam pembicaraan positif yang berpusat pada rencana penolakan aneksasi Israel dan penolakan terpadu atas pengakuan Jerusalem sebagai ibukota Israel oleh AS.

Analis politik Palestina, Husam al-Dajani mengatakan upaya persatuan Palestina datang pada waktu yang sangat sensitif.

Baca Juga: TNI Lakukan Patroli Udara dengan F-16, Awasi Timor Leste dan Australia

"Perjuangan Palestina dihadapkan pada ancaman dan tantangan yang serius dan strategis, dimulai dengan upaya pemerintah Amerika untuk memaksakan fakta di lapangan untuk melegitimasi pendudukan Israel, dan rencana Israel untuk mencaplok Tepi Barat," katanya.

"Ancaman terakhir ini adalah keputusan UEA dan Bahrain untuk menormalisasi hubungan mereka dengan Israel tanpa memperhatikan hak-hak Palestina atau perjuangan Palestina," ujar Husam.

Keputusan normalisasi UEA dan Bahrain tersebut menurutnya mempercepat pembicaraan intra-Palestina dan membujuk semua pihak untuk bersatu.

Baca Juga: Ilmuwan Temukan Zat Fosfin di Tetangga Bumi, Yakini Adanya Kehidupan Alien di Planet Venus

Al-Dajani mengatakan perpecahan harus diakhiri untuk selamanya jika Palestina masih ingin berjuang dan bertahan melawan negara Zionis tersebut.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: Aljazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x