Komentari Isi UU Cipta Kerja terkait Otonomi Daerah, Bima Arya: Ini Sudut Pandang Saya

- 13 Oktober 2020, 17:44 WIB
Bima Arya Ungkapkan Ketidakpastian Pasal Dalam Draft UU Ciptaker Omnibus Law/Tangkapanlayar/Instagram/Bimaarya.
Bima Arya Ungkapkan Ketidakpastian Pasal Dalam Draft UU Ciptaker Omnibus Law/Tangkapanlayar/Instagram/Bimaarya. /

PR BEKASI - Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto turut memberikan tanggapan terkait UU Cipta Kerja yang hingga kini masih menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.

Bima Arya menyampaikan tanggapannya tersebut melalui sebuah video berdurasi 5 menit 47 detik yang diunggahnya di akun Instagram pribadinya @bimaaryasugiarto.

Menurut Bima Arya, dirinya memiliki beberapa catatan terkait UU Cipta Kerja, tentunya dalam konteks kewenangan daerah, utamanya tentang perizinan, tata ruang, dan pelayanan publik.

Baca Juga: Resmi Berjumlah 812 Halaman, DPR Akan Serahkan Draf Final UU Ciptaker ke Presiden Jokowi Besok

"Pada intinya, saya melihat upaya pemerintah untuk menghadirkan terobosan baru mengatasi persoalan disharmoni dan regulasi, itu patut diapresiasi. Apalagi ujung-ujungnya adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat, melindungi UMKM, serta mempercepat proyek strategis nasional," kata Bima Arya sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari video di akun Instagram @bimaaryasugiarto, Selasa, 13 Oktober 2020.

Menurut Bima Arya, UU Cipta kerja memberi kesan bahwa ada sebagian kewenangan daerah ditarik kembali ke pemerintah pusat.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 

Ikhtiar Pemerintah menghadirkan terobosan baru dalam hal menyelesaikan permasalahan disharmonisasi regulasi, melalui Undang-Undang Cipta Kerja sangat baik. . Namun demikian, ada beberapa catatan penting terkait pemangkasan kewenangan daerah dalam hal tata ruang, perizinan dan pelayanan publik. . Padahal sejak awal reformasi semangat konstitusi kita adalah otonomi daerah yang diperluas. Karena pemerintah daerah adalah instansi negara yang paling dekat dengan masyarakat agar pelayanan publik lebih efektif, efisien, cepat dan terjangkau. . Betul, bahwa banyak persoalan terkait dengan pelayanan publik di daerah tapi bukankah ini bagian konsekuensi otonomi daerah yang harus diiringi oleh proses reformasi birokrasi tanpa henti di pusat dan daerah? Karena itu dua opsi yang bisa diambil adalah: 1. Menguji konsistensi UU Cipta Kerja ini dengan konstitusi kita dengan proses judicial Review ke Mahkamah Konstitusi 2. Membuka ruang partisipasi publik secara maksimal dalam proses penyusunan Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden untuk memastikan aturan turunan memberikan kepastian terkait kewenangan daerah dan pembangunan yang berkelanjutan. Salam.

Sebuah kiriman dibagikan oleh Bima Arya (@bimaaryasugiarto) pada

 

"Padahal, kita sudah hampir dua dasawarsa bangsa ini melaksanakan otonomi daerah, sebagaimana amanat dari konstitusi. Karena di daerahlah pelayanan publik itu wajahnya ditentukan, dan akan lebih efektif, efisien, cepat dan terjangkau, apabila penanganan publik itu diberikan kewenangan penuh," tutur Bima Arya.

Baca Juga: Terkait UU Cipta Kerja, Prabowo Subianto: Presiden Selalu Membela Rakyat Kecil

Pihaknya juga turut mengakui bahwa ada sejumlah persoalan terkait otonomi daerah dan pelayanan publik.

"Memang ada persoalan terkait dengan otonomi daerah dan pelayanan publik. Tapi bukankah itu konsekuensi dari otonomi daerah yang harus selalu diiringi oleh reformasi birokrasi tanpa henti, baik di pusat maupun di daerah," kata Bima Arya.

Selain itu, ada juga permasalahan terkait perizinan berusaha. Menurut pasal 10 di draf UU Cipta Kerja, perizinan untuk usaha tinggi harus disetujui oleh pemerintah.

Baca Juga: Minta Masyarakat yang Keberatan dengan UU Ciptaker Tempuh Jalur Hukum ke MK, Wapres: Jangan Gaduh!

Lalu ada juga permasalahan kebijakan di sektor tata ruang, serta tentang fungsi bangunan gedung yang harus mendapat persetujuan dari pemerintah pusat.

Oleh karena itu, Bima Arya melihat bahwa banyak hal di draf UU Cipta Kerja yang harus diatur dalam aturan turunannya, yaitu Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden.

Menurutnya, ada sekitar 36 Peraturan Pemerintah dan 7 Keputusan Presiden yang harus dirumuskan.

Baca Juga: Hasil Survei Sebut Najwa Shihab Jadi Perempuan Nomor Satu yang Paling Dikagumi di Indonesia

Hal itu perlu dilakukan agar bisa dipastikan bahwa semua aturan turunan itu memberikan kepastian pada persoalan terkait dengan desentralisasi dan kewenangan daerah, perlindungan terhadap lingkungan hidup, dan prinsip pembangunan yang berkelanjutan.

Menurut Bima Arya, ada dua opsi untuk menyelesaikan kontroversi UU Cipta Kerja saat ini.

"Karena itu menurut hemat saya ada dua opsi terkait kontroversi Omnibus Law hari ini. Yang pertama adalah mari kita uji konsistensi dari UU Cipta Kerja ini dengan konstitusi kita, dengan mengajukan proses judicial review kepada Mahkamah Konstitusi," kata Bima Arya.

Baca Juga: Aksi Demo Kembali Terjadi, Prabowo Meminta Rakyat Bersabar dan Melihat Hasil Penerapan UU Ciptaker

"Dan opsi kedua adalah membuka partisipasi publik secara maksimal, dalam proses penyusunan Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden, untuk memastikan aturan turunanannya undang-undang ini memberikan kepastian terkait dengan kewenangan daerah dan pembangunan yang berkelanjutan," lanjutnya.

Bima Arya memaparkan bahwa apa yang dia sampaikan adalah sudut pandangnya sebagai kepala daerah, yang tidak ingin melihat ikhtiar luar biasa Presiden dan Pemerintah Pusat menimbulkan persoalan-persoalan baru dalam hal pelaksanaan pemerintahan di daerah.

Apalagi dalam proses penyusunan UU Cipta Kerja pemerintah daerah tidak dilibatkan secara maksimal.***

Editor: Puji Fauziah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah