IPW Temukan 7 Kejanggalan dalam Tewasnya 6 Laskar FPI, Refly Harun: Belum Tentu Benar Juga si Neta

8 Desember 2020, 20:17 WIB
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran (kanan) bersama Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman (tengah) dan Karopaminal Divpropam Polri Brigjen Pol Hendra Kurniawan menunjukkan barang bukti terkait penyerangan polisi di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin 7 Desember 2020. /Sigid Kurniawan/ANTARA

PR BEKASI - Pakar hukum tata negara Refly Harun menanggapi kejanggalan soal kematian enam laskar Front Pembela Islam (FPI) yang disampaikan oleh Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane.

Sebelumnya, IPW telah membeberkan ada tujuh kejanggalan setelah insiden penembakan oleh aparat dari Polda Metro Jaya terhadap laskar FPI di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 50.

Refly Harun menilai pilihan untuk merenggut nyawa seseorang seharusnya adalah pilihan terakhir karena tugas kepolisian adalah sebagai pelindung dan pengayom masyarakat.

Baca Juga: Minta Laskar FPI Segera Sadar dan Bertobat, Pablo Benua: Ingat, HRS Tak Menjamin Kalian Masuk Surga

"Ya kalau melepaskan tembakan, pertama tembakan peringatan dulu, kalau tidak mungkin dengan tembakan peringatan, ya tembakan di arahkan ke kaki misalnya untuk melumpuhkan, jadi menembak mati itu adalah pilihan terakhir yang tidak memungkinkan lagi," tuturnya.

Menurut Refly Harun, hal tersebutlah yang seharusnya dinamakan tegas dan terukur di dalam sebuah institusi kepolisian.

"Masalahnya adalah ketika kita bicara tegas dan terukur sebagaimana disampaikan oleh Kapolda, ya harus digarisbawahi, apakah situasi sedemikian rupa sehingga petugas langsung melakukan tembak mati itu, ini yang penting," ucapnya.

Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari kanal YouTube resminya, Selasa, 8 Desember 2020, Refly Harun menegaskan dirinya tidak ingin membela siapa pun, karena yang dicari saat ini adalah kebenaran.

Baca Juga: Fadli Zon Sebut Pemerintah Jadikan HRS Musuh, Muannas Alaidid: Semua Tetap Sama di Hadapan Hukum

"Sekali lagi kita mencari kebenaran, bukan pembenaran masing-masing pihak, jadi kuncinya adalah di tim independen tersebut, jadi bukan soal pro dan kontra, siapa yang salah harus dikatakan salah, yang benar ya harus dikemukakan," tuturnya.

Namun menurutnya tujuh poin yang disampaikan oleh Neta juga belum tentu benar.

"Ya belum tentu benar juga Neta, tapi paling tidak ini adalah guidance (panduan) untuk mencari kebenaran, sekali lagi, bukan mencari pembenaran," ucapnya.

Perlu diketahui, berikut adalah tujuh kejanggalan yang disampaikan oleh Ketua Presidium ICW, Neta S Pane:

Baca Juga: Ungkap Kunci Kesembuhan Said Aqil Siradj dari Covid-19, Sekpri: Beliau Rajin Berzikir

1. Jika benar FPI mempunyai laskar khusus yang bersenjata, kenapa Baintelkam tidak tahu dan tidak melakukan deteksi serta antisipasi dini serta tidak melakukan operasi persuasif untuk melumpuhkan.

2. Apakah tim penyidik Polda Metro Jaya sudah menerapkan SOP ketika menghadang kendaraan iring-iringan yang tengah mengawal Habib Rizieq Shihab di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 50, mengingat polisi penghadang mengenakan mobil dan pakaian preman.

3. Jika benar, ada berapa jumlah tembakan itu dan adakah bukti bukti, misalnya ada mobil polisi yang terkena tembakan atau proyektil peluru yang tertinggal dari tembakan itu.

4. Di mana TKP tewas dan tertembaknya keenam anggota Laskar Khusus FPI itu, karena menurut rilis FPI keenam anggotanya itu diculik bersama mobilnya di jalan tol.

Baca Juga: Jelang Pilkada Serentak 2020, Menaker Ida Fauziyah Terbitkan Surat Edaran Aturan Libur untuk Pekerja

5. Orang yang diduga laskar khusus FPI dan ditembak mati tersebut bukanlah anggota teroris sehingga tim penyidik Polda Metro Jaya harus melumpuhkan terlebih dulu, bukan ditembak mati di tempat, karena polisi lebih terlatih dan polisi bukan algojo tapi pelindung masyarakat.

6. Ruas jalan tol merupakan jalan bebas hambatan sehingga siapa pun yang tengah melakukan aksi penghadangan di jalan tol merupakan sebuah pelanggaran hukum. Kecuali si pengendara secara nyata sudah melakukan tindak pidana.

7. Penghadangan yang dilakukan oleh mobil sipil dan seseorang berpakaian preman, patut diduga sebagai pelaku kejahatan di jalan tol. Mengingat banyak kasus perampokan yang terjadi di jalanan yang dilakukan orang tak dikenal. Jika polisi melakukan penghadangan seperti ini sama artinya polisi tersebut tidak promoter.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: YouTube Refly Harun

Tags

Terkini

Terpopuler