Petinggi KAMI Laporkan Jenderal Sigit Prabowo, Refly Harun: Semoga Ini Bisa Mengubah Perilaku Aparat

19 Desember 2020, 08:24 WIB
Refly Harun (kanan) yang berbicara soal Jumhur Hidayat (kiri) yang melaporkan Jenderal Sigit Prabowo (tengah) kepada Komnas HAM. /Reno Esnir/Refly Harun. /Kolase dari ANTARA, YouTube, dan Dok. Humas Polda Banten

PR BEKASI - Pakar hukum tata negara Refly Harun berbicara soal petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jumhur Hidayat yang melaporkan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo ke Komnas HAM.

Sigit dan jajarannya diyakini melanggar unsur HAM dalam penangkapan dan proses hukum yang dilalui Jumhur Hidayat terkait kasus dugaan berita bohong dan penghasutan unjuk rasa penolakan omnibus law UU Cipta Kerja.

"Apa yang dilanggar? Ada banyak, ya. Pertama, proses penangkapan yang tidak sesuai dengan standar, yaitu tidak menunjukkan tanda pengenal dan tidak menunjukkan surat penangkapan," kata tim kuasa hukum Jumhur Hidayat.

Baca Juga: Warga Wuhan Sambut Baik Rencana WHO yang Akan Lakukan Investigasi ke China 2021 Mendatang

Nelson selaku tim kuasa hukum Jumhur menyebut sangkaan tersebut tak berdasar, terlebih karena bukti yang dikaitkan adalah cuitan Jumhur di akun Twitter yang menurutnya hanya berupa kritik terhadap UU Ciptaker dan investor.

Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari kanal YouTube-nya, Sabtu, 19 Desember 2020, Refly Harun berharap semoga laporan tersebut memberikan manfaat walaupun dirinya tahu pelaporan seperti ini kerap diabaikan oleh Komnas HAM.

"Mudah-mudahan pelaporan ini ada manfaatnya walaupun saya pesimis ya, karena pelaporan pelaporan seperti ini bisa saja dianggap hanya angin saja, kalaupun misalnya nanti Komnas HAM memanggil Kabareskrim lalu menegur dan sebagainya," ucapnya.

Baca Juga: Hubungan dengan AS Memanas, Iran Dikabarkan Mulai Bangun Fasilitas Nuklir Bawah Tanah

Refly Harun juga menyampaikan doanya agar pelaporan tersebut bisa mengubah perilaku dari aparat-aparat penegak hukum di Indonesia.

"Semoga ini bisa mengubah perilaku aparat penegak hukum agar mereka tidak main menggunakan hukum semaunya, sesuai dengan tafsir yang mereka inginkan padahal mereka seharusnya menjadi pelindung dan pengayom masyarakat," tuturnya.

Selaku temannya di KAMI, Refly Harun mengaku sedih melihat kondisi-kondisi sahabatnya yang diperlakukan layaknya penjahat betulan.

Baca Juga: Bungkam Soal Uighur, Koalisi Muslim Amerika Tuduh Negara-negara OKI Takut dengan China

"Saya sampai miris melihat Jumhur Hidayat, Anton Pramana, Syahganda Nainggolan diperlakukan seperti penjahat sungguhan, ya sama memprihatinkannya dengan penembakan enam laskar FPI," ucapnya.

Ia menegaskan bahwa mereka bukanlah orang-orang jahat karena mereka tidak sedang melakukan tindak pidana.

"Yang terjadi adalah, mereka kemudian ditersangkakan, ditahan, dituntut, divonis berdasarkan pendapat yang mereka yakini," tuturnya.

Baca Juga: 37 Anggota FPI Diduga Pernah Terlibat Terorisme, Pengamat: Pemerintah Harus Telusuri

Menurut Refly, yang menjadi persoalan di Indonesia saat ini adalah kritik-kritik terhadap rezim sering dianggap sebagai sebuah tindakan pidana padahal Indonesia adalah negara Demokrasi.

"Tetapi yang menjadi persoalan adalah, ketika kritik itu dibungkam dengan penangkapan, penahanan, penersangkaan, dan penuntutan, memang ini ya tragedi demokrasi juga,  rasanya aneh, hanya begini saja, ditahan, diborgol seperti pesakitan kelas berat ya rasanya, " ucapnya.

Walaupun sering dihiraukan, Refly Harun mengakui selalu mendukung upaya-upaya untuk menegakkan keadilan seperti pelaporan Jumhur tersebut.

Baca Juga: Buat Resah Para Orang Tua, Ratusan Pelajar yang Diculik Berhasil Diselamatkan Aparat Keamanan

"Saya pribadi selalu mendukung upaya-upaya untuk menegakan kebenaran dan keadilan, dan sangat tidak dukung upaya-upaya menggunakan,UU ITE untuk menangkap, menahan, menersangkakan, menuntut, orang-orang yang kritis, orang-orang yang memiliki opini atau bersikap," tuturnya.

Refly Harun menilai karena penggunaan UU ITE umumnya menggunakan delik formil, sehingga di situ terdapat unsur subjektivitas aparat di dalamnya.

"Celakanya memang seperti itu semua, penyebaran kebencian, provokasi dan sebagainya, penggunaan UU ITE itu rata-rata deliknya delik formil sehingga, dengan subjektifitas aparat penegak hukum mereka bisa saja menersangkakan orang lain, bahkan menangkap," ucapnya.

Baca Juga: Tito Karnavian Resah dengan Imbauan 3M: Saya Sering Komplain, Harusnya Ditambah Jadi 4M

Oleh karena itu jika substansinya adalah kritik, Refly Harun meminta aparat untuk bisa membedakan antara kritik dengan penghinaan atau provokasi.

"Jadi negara demokratis itu, negara yang tidak memenjarakan orang hanya karena perbedaan pendapat atau karena kata-kata, di republik ini sayangnya kata-kata itu jauh lebih dianggap berbahaya ketimbang tindak pidana korupsi," tuturnya.

Sebelumnya, tim kuasa hukum Jumhur Hidayat menyampaikan, kepolisian juga tidak konsisten dalam menyatakan pasal yang disangkakan kepada Jumhur. Ia mengatakan ketika pertama ditangkap, kliennya dituding menunggangi unjuk rasa.

Baca Juga: Sebut Pelapor Haikal Hassan Adalah Kader PSI, Tsamara Amany: Sudah Dinonaktifkan Sejak 2018

Namun saat sudah ditangkap, yang disangkakan justru Pasal 45 A Ayat (2) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait penyebaran informasi yang memicu kebencian dan permusuhan terhadap kelompok tertentu. Diketahui, Jumhur juga dijerat Pasal 160 KUHP terkait penghasutan.

Begitu ditahan, kata dia, Jumhur juga tidak diberi akses untuk bertemu dengan kuasa hukum. Hingga hari ini, dia mengaku belum bisa bertatap muka langsung dengan kliennya.

Jumhur juga tidak diperbolehkan memilih kuasa hukum yang mendampinginya ketika diperiksa aparat. Menurut dia, hal itu melanggar hak tiap orang untuk memilih kuasa hukumnya ketika terjerat hukum.

Baca Juga: Dipanggil ke Jakarta oleh Mendagri, Wali Kota Surakarta Tepis Isu Tawaran Jadi Mensos

"Setelah ditahan di Bareskrim keluarga tidak boleh bertemu. Memang pernah bertemu sekali, tapi ya sudah itu saja. Dan pada saat bertemu [obrolan mereka] didengarkan oleh kepolisian," ujar Nelson.***

Editor: Puji Fauziah

Tags

Terkini

Terpopuler