Mengaku Kesal Komnas HAM Sebut FPI Tertawa dan Menikmati Baku Tembak, Ini Kata Refly Harun

21 Januari 2021, 13:57 WIB
Pakar hukum tata negara Refly Harun. /YouTube Refly Harun

PR BEKASI - Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyebut para korban penembakkan laskar FPI yang mengawal Habib Rizieq Shihab tertawa saat berhasil mengelabui polisi.

Bahkan, disebutkan juga bahwa para laskar menikmati baku tembak dengan kepolisian juga memiliki sebutan tersendiri untuk polisi. Hal itu berdasarkan rekaman suara percakapan yang mereka temukan.

"Ada suara yang itu kelihatan menikmati pergulatan itu, ketawa-ketawa. Iya di dalam voice note itu mereka ketawa sudah bisa mengakali kirdun-kirdun atau apalah sebutannya," ujar Taufan.

Menanggapi hal tersebut, pakar hukum tata negara Refly Harun kesal sekaligus menyayangkan pernyataan Ketua Komnas HAM terhadap korban penembakkan laskar FPI tersebut yang menurutnya sangat tidak layak.

Baca Juga: Dinkes DKI Minta Warga dengan Keluhan Gejala Covid-19 Segera Lapor ke Puskesmas Terdekat

"Saya menyesalkan pernyataan Ketua Komnas HAM tersebut, menurut saya sangat tidak layak ya," kata Refly Harun.

Jika kembali pada filosofi kehadiran Komnas HAM di Indonesia, terdapat tiga kewajiban, yakni untuk menghomati, melindungi, dan memenuhi (respect, protect, and fulfill) HAM warga negara.

"Kita harus menghormati HAM orang lain, dan tentu penghormatan yang paling jelas dalam kasus laskar FPI ini adalah hak untuk hidup," ujar Refly Harun.

"Termasuk juga hak untuk diproses hukum secara adil seandainya enam laskar FPI melakukan kesalahan atau tindakan yang dianggap melanggar hukum, Jadi tidak boleh dibunuh," katanya.

Baca Juga: Hoaks! Ada Chip dalam Vaksin Covid-19 yang Bisa Kontrol Manusia Seumur Hidup

Kemudian soal kewajiban melindungi, ia menyampaikan, biasanya hal ini erat kaitannya dengan hak sipil dan politik seperti, kebebasan berkumpul, berbicara, menyatakan pendapat, dan lain sebagainya.

Selanjutnya, tentang kewajiban Komnas HAM untuk memenuhi, sarjana hukum UGM tersebut menjelaskan, persoalan itu berkaitan erat dengan hak ekonomi, sosial, dan kultural.

"Misalnya hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak atas lingkungan yang bersih, karena itu konteksnya adalah untuk memenuhi, jadi kewajiban negara untuk memenuhinya," tuturnya.

Lebih lanjut, karena pelanggaran HAM berpotensi besar dilakukan oleh negara, maka menurutnya kehadiran Komnas HAM menjadi signifikan dari waktu ke waktu.

Baca Juga: Sebelum Pensiun, Klaas Jan Huntelaar Miliki Tujuan Mulai dengan Kembali Ke Schalke

"Potensi pelanggaran HAM itu terutama dilakukan oleh negara, dan yang kedua dilakukan oleh swasta terutama korporasi," ucapnya seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari kanal YouTube Refly Harun, Kamis, 21 Januari 2021.

"Itulah sebabnya, rasa keadilan dari Komnas HAM ini harusnya memang melindungi yang lemah, melindungi warga negara, melindungi rakyat, terhadap kemungkinan abuse (pelanggaran) dari negara," katanya.

Ketika kemudian Komnas HAM menyebut, "Kami tidak ingin menyenangkan kedua belah pihak", lulusan Universitas Notre Dame tersebut menegaskan ini bukan persoalan tentang kedua belah pihak.

"Ini bukan masalah kedua belah pihak, ini bukan persaingan antara FPI dan aparat keamanan, ini adalah investigasi terhadap perilaku negara terhadap warga negara," ujarnya.

Baca Juga: Ramalan Mbak You Dinilai Provokatif, Pakar Psikososial Ingatkan Peramal Soal Kode Etik

Refly Harun yakin, terdapat penyimpangan cara berpikir Komnas HAM menanggapi kasus semacam ini.

"Komnas HAM sepertinya keliru, dia menempatkan dirinya sebagai wasit, antara FPI dan aparat keamanan, harusnya dia menempatkan diri sebagai pengawas agen yang independen untuk memastikan negara melindungi, memenuhi, dan menghormati HAM," tuturnya.

Menurutnya, dalam konteks ini investigasi Komnas HAM seharusnya ditujukan kepada kemungkinan adanya pelanggaran HAM oleh negara, termasuk juga aparat keamanan.

"Itu harusnya yang dicecar, yang dicari itu adalah unsur-unsur negaranya, sementara kalau ada pelanggaran dari FPI ya itu bukan HAM, itu pelanggaran-pelanggaran lain yang domain-nya tidak perlu Komnas HAM, itu domain penegak hukum biasa saja," ucapnya.

Baca Juga: Go Internasional, Pabrik Tempe Asal Indonesia Resmi Beroperasi di Shanghai China

Refly Harun menilai, justru saat ini Komnas HAM seolah-olah terperangkap dalam sebuah lingkaran yang mereka pun akhirnya tidak bisa keluar dan tidak bisa tampil sebagai sebuah institusi yang harusnya di garda terdepan dalam pemenuhan HAM warga negara,

"Jadi tidak heran kalau kemudian FPI justru tidak puas dengan hasil yang didapatkan Komnas HAM," tuturnya.

Oleh karena itu, mau tidak mau ucapnya, legitimasi Komnas HAM akan melemah karena kasus ini akibat munculnya ketidakpercayaan publik terhadap mereka.***

Editor: Puji Fauziah

Tags

Terkini

Terpopuler