Sebut Nasib Partai yang Diketuai Anak Mantan Presiden Mirip, Prabowo: Kita Tunggu Saja Ending-nya

7 Maret 2021, 07:27 WIB
Moeldoko (tengah) tiba di lokasi Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di The Hill Hotel Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat, 5 Maret 2021. Berdasarkan hasil KLB, Moeldoko terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat periode 2021-2025. /Endi Ahmad/ANTARA FOTO

PR BEKASI - Ketua Tim Pelaksana Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP), Johanes Suryo Prabowo ikut menyoroti kasus kudeta di tubuh Partai Demokrat.

Suryo Prabowo menyebut adanya fenomena nasib partai yang diketuai putra atau putri mantan Presiden yang terbilang mirip.

Dijelaskan Suryo Prabowo, fenomena kudeta di Partai Demokrat bukanlah yang pertama. Ada dua partai lainnya yang mendahului.

Pertama, PDI yang 'dikudeta' hingga mengubah nama menjadi PDI Perjuangan dan tak lama Partai Berkarya yang mengalami 'kudeta', tetapi ketuanya melawan dan menggugat 'kudeta' melalui PTUN.

 

Sementara saat ini, giliran Partai Demokrat yang 'dikudeta'. Ia pun menanti bagaimana akhir dari persoalan kudeta di tubuh Demokrat.

"Nasib Partai yang diketuai putri dan putra mantan Presiden kok mirip ya. Dulu PDI di'kudeta' jadi PDIP. 'Kemarin' Partai Berkarya di'kudeta', ketuanya melawan, dan menggugat melalui PTUN. Sekarang ini giliran Partai Demokrat di'kudeta', hmmm kita tunggu saja endingnya," cuit Suryo Prabowo.

Ketika berita mengenai Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko ditetapkan dari hasil Kongres Luar Biasa, yang dianggap ilegal, dia pun ikut mengomentari.

"Tuh kan, bener," kicau Suryo Prabowo, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari akun Twitter @JSuryoP1 pada Minggu, 7 Maret 2021.

Baca Juga: Akui Pernah Ditawari untuk Kudeta AHY, Gatot Nurmantyo: Terima Kasih, Tapi Moral Etika Saya Tak Bisa Menerima  

Sementara itu, menanggapi terpilihnya Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyebut hasil KLB 'Moeldoko' telah gagal memenuhi persyaratan.

Sehingga hasilnya adalah tidak sah dan ilegal.

"Kesimpulannya, semua persyaratan untuk KLB ini gagal dipenuhi, sehingga tidak sah dan ilegal," ujar SBY saat konferensi pers di Puri Cikeas.

Menurut Presiden Republik Indonesia keenam tersebut, setidaknya ada empat ketentuan dalam Pasal 81 ayat 4 Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat agar dapat menyelenggarakan KLB.

Ketentuan pertama adalah adanya izin dari Majelis Tinggi, diusulkan dan direstui oleh Dewan Pimpinan Daerah, dan ketiga adanya restu dari Dewan Pimpinan Cabang (DPC), serta telah disetujui oleh Majelis Tinggi Partai.

Baca Juga: Bukan Moeldoko, Mahfud MD Sebut Pemerintah Masih Akui AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat 

"Majelis tinggi yang saya pimpin terdiri dari 16 orang tak pernah meminta KLB, DPD tak satupun yang mengusulkan, DPC hanya tujuh persen, dan saya sebagai Ketua Majelis Tinggi tidak pernah menyetujui," ucap SBY.

Dia juga menyampaikan ada pengubahan pada AD/ART sebelum menggelar KLB, yang mana jika ingin mengubah maka forumnya harus sah.

Karena itu, jika Moeldoko menanyakan keabsahan AD/ART dan merasa puas maka dia salah besar.

"Sebelum KLB, AD/ART ini diubah. Mari kita lihat bersama, untuk mengubah AD/ART forumnya harus sah. Forum KLB jelas tidak sah, sehingga AD/ART tidak sah. Jadi, kalau KSP Moeldoko menanyakan keabsahan AD/ART dan merasa cukup puas, KSP Moeldoko salah besar," kata SBY.***

Editor: M Bayu Pratama

Tags

Terkini

Terpopuler