PDIP Dikhawatirkan jadi Partai Tunggal seperti di China, Said Didu: Sepertinya Mengarah ke Sana

12 Maret 2021, 14:40 WIB
The Australian memuat berita soal Indonesia yang dikhawatirkan akan menjadi negara partai tunggal, pada Senin, 8 Maret 2021. /Instagram.com/@puanmaharani /

PR BEKASI - Media berita negeri jiran The Australian memuat sebuah artikel tentang Indonesia berjudul, "Indonesia moves closer to one-party rule as Jokowi aide takes over opposition".

Artikel tersebut dimuat media berita The Australian pada Senin, 8 Maret 2021.

Dalam artikel tersebut Indonesia dikhawatirkan menjadi negara partai tunggal PDIP seperti yang terjadi di negara China dan Korea Utara saat ini.

Kekhawatiran ini juga telah sejak lama diingatkan oleh Jenderal Gatot Nurmantyo yang menyebut pesannya secara tersirat melalui bahaya proxy war.

Baca Juga: Ungkap Alasan Tak Ikut Piala Menpora 2021, Persipura: Bantuan Biaya Transportasi Jauh dari Kebutuhan Kita

Baca Juga: Sebelum Putuskan Nikah Siri, Henny Mona dan Sandy Tumiwa Tanya Pihak KUA

Baca Juga: Kemenag Terus Upayakan Bantu Nasib 120.000 Honorer Guru Agama jadi PPPK

Menurut The Australian, tanda-tanda bahwa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) sedang mendekati sistem pemerintahan partai tunggal itu kini semakin nyata.

Menanggapi hal tersebut, Mantan Sekretaris BUMN Muhammad Said Didu setuju dengan pandangan media Australia tersebut.

"Sepertinya mengarah ke sana," ujar Said Didu seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com, Jumat, 12 Maret 2021.

Baca Juga: Ronaldo Dianggap Tak Bisa Jadi 'Pagar' Cegah Gol Kedua Porto, Eks Juventus: Dia Takut Terkena Bola di Wajah

Seperti dinukil The Australian, aksi KSP Moeldoko merebut Partai Demokrat secara tidak etis dari tangan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) merupakan langkah nyata untuk mewujudkan hal tersebut.

The Australian menyatakan, saat ini partai-partai pendukung pemerintah telah menguasai 74 persen kursi di parlemen.

Jika Moeldoko sukses merebut Partai Demokrat, maka pemerintahan Jokowi akan menguasai 83 persen kursi di parlemen menyisakan PKS sebagai satu-satunya oposisi di parlemen.

Berdasarkan perhitungan ini, berarti The Australian memasukkan PAN ke dalam partai pendukung pemerintah.

Baca Juga: Bongkar Misteri KLB Partai Demokrat, Syahrial Nasution Pertanyakan Keberadaan Moeldoko

Bila dihitung dari total 575 kursi di parlemen, kalkulasi tersebut tampaknya kurang akurat.

Berdasarkan data KPU, pada Pemilu 2019 PKS memperoleh 50 kursi atau 8.69 persen. Demokrat 54 kursi atau 9.39 persen.

Bila hanya PKS yang menjadi oposisi, maka kubu pemerintah menguasai 91.31 persen kursi di parlemen.

Maka dari itu, bisa dibilang kubu dari partai pemerintah telah menguasai sepenuhnya kursi di parlemen.

Baca Juga: AHY Murka, Tunjuk Bambang Widjojanto Jadi Kuasa Hukum Partai Demokrat untuk Gugat KLB Moeldoko di PN Jakpus

The Australian menyampaikan, dengan hanya ada satu capres, maka dapat dipastikan capres yang diusung berasal dari PDIP sebagai pemilik kursi terbanyak (128).

Pasangannya bisa dipilih dari salah satu partai pengusung pemerintah.

Dengan sistem pemilu serentak pada 2024, maka yang akan memperoleh limpahan elektoral atau biasa dikenal sebagai coattail effect adalah pengusung capres, yakni PDIP.

Hal ini terbukti pada Pilpres 2019, hanya ada dua pasang capres-cawapres yaitu PDIP dan Gerindra yang mengusung capres.

aBaca Juga: Muak Terhadap Putusan KLB, Demokrat Kubu AHY Didampingi 13 Pengacara Gugat 10 Orang ke PN Jakarta Pusat

Kedua partai ini mendapat limpahan suara terbanyak dan menjadi partai pemenang pertama dan kedua.

Lebih lanjut, langkah lain yang dapat menjadikan Indonesia negara partai tunggal adalah dengan menaikkan ambang batas parliamentary threshold.

Saat ini di DPR berkembang wacana menaikkan ambang batas lolos parlemen, atau dikenal dengan istilah parliamentary threshold (PT).

PDIP mengusulkan agar PT dinaikkan dari semula 4 menjadi 5 persen. Sementara Nasdem dan Golkar bahkan ingin menjadi 7 persen.

Baca Juga: Jelang Hari Lamarannya, Atta Halilintar Dirundung Kesedihan Lantaran Orangtuanya Harus Jalani Operasi Besar

Dengan mempertimbangkan coattail effect pada pemilu serentak 2024, maka PDIP bisa menang besar.

Apalagi berdasarkan hasil survei terbaru Litbang Kompas, partai-partai yang berada dalam lima besar bakal berguguran.

Elektabilitas Nasdem saat ini tinggal 1.7 Persen. Golkar 3.4 persen. Demokrat 4.6 persen, PKS 5.4 persen, dan PKB tinggal 5.5 persen sementara Gerindra 9.6 persen.

PDIP masih bertengger di puncak dengan elektabilitas 19.7 persen.

Bila PT dinaikkan menjadi 7 persen, maka yang tersisa tinggal PDIP dan Gerindra. Itupun kalau Gerindra masih bisa mempertahankan suaranya.

Baca Juga: Moeldoko 'Hilang' Pasca KLB, Syahrial Nasution: AHY Tampil di Garis Depan, Dia Sembunyi di Balik Bayangan

Dengan bergabungnya dalam kubu partai pemerintah, The Australian menegaskan bahwa sangat diragukan Gerindra bisa mempertahankan perolehan suaranya seperti pada Pemilu 2019.

Semua skenario itu dapat terwujud bila Jokowi dan PDIP bisa mengendalikan sepenuhnya partai-partai pendukung pemerintah.

Partai-partai pemerintah pun pada akhirnya akan mendukung apapun keinginan Presiden Jokowi dan PDIP.

Untuk tahap awal Nasdem dan Golkar akhirnya mengalah. Mendukung pelaksanaan pemilu serentak tahun 2024. Padahal sebelumnya mereka menginginkan ada revisi RUU Pilkada.

Tahapan berikutnya tinggal menaikkan ambang batas lolos parlemen setinggi mungkin. Skenario partai tunggal PDIP menurut The Australian bakal terwujud dengan cara seperti itu.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: Twitter @msaid_didu

Tags

Terkini

Terpopuler