Pilih Mundur Saat Diminta Ekspor Bahan Mentah, Jokowi Sempat Nekat Tak Mau Tanda Tangani Perjanjian G20

23 Desember 2021, 08:36 WIB
Presiden Jokowi buka-bukaan sempat tak mau menandatangani G20 gara-gara diminta ekspor bahan mentah dari Indonesia. /Antara/Fikri Yusuf

PR BEKASI - Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini mengungkapkan jika dirinya sempat menolak perjanjian G20.

Hal itu dilakukan Jokowi lantaran pihak G20 mendesak Indonesia untuk mengekspor bahan mentah.

Jokowi mengaku sudah ada 16 negara yang siap menandatangani G20 tersebut. Namun ia memilih mundur saat masuk ke ruangan.

"Kemarin kita, di G20 ada 16 negara sudah kumpul untuk tanda tangan mengenai 'global supply chain'. Saya pikir apa bagusnya kita ikut? Begitu baca, waduh ini kita disuruh ekspor bahan mentah lagi. Begitu mau masuk ke ruangan, tidak, tidak, tidak kita gak ikut," kata Presiden Jokowi sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara pada 23 Desember 2021.

Baca Juga: Doddy Sudrajat Disebut Lebay Soal Tes DNA, Rudi S Kamri: Seluruh Indonesia Geleng-geleng Kepala

Akibat aksi Jokowi itu, banyak negara yang ikut mundur dan membubarkan diri.

"Semua bubar tidak jadi, hanya gara-gara kita tidak mau tanda tangan semua jadi buyar lagi karena saya tahu juga sebenarnya yang diincar hanya kita saja," ungkap Presiden, sebagaimana diberitakan di PikiranRakyat-Depok.com dengan judul Indonesia Pernah Tolak Tanda Tangani Perjanjian G20, Cerita Presiden Jokowi: Kita Disuruh Ekspor Bahan Mentah.

Keberanian tersebut menurut Jokowi penting dilakukan guna masa depan Indonesia yang lebih baik lagi.

"Takut nanti kita 'di-banned' di sini, di sini. Negara kita ini akan melompat dan kita akan melakukan sebuah lompatan kalau kita berani melakukan yang namanya industrialisasi, hilirisasi sumber daya alam kita," tambah Jokowi.

Dalam hal ini, sejak awal Presiden Jokowi sudah memutuskan untuk menolak ekspor bahan mentah dari Indonesia.

Baca Juga: Kisah Ikatan Cinta 23 Desember 2021: Demi Aldebaran, Hartawan Sembrono dan Tak Tolong Mama Sofia

"Nikel sudah stop, tahun depan saya incar bauksit, bauksit stop, lalu tembaga stop, tembaga sudah timah stop. Semua nilai tambah ada di dalam negeri, semua yang namanya nilai tambah harga dan lapangan kerja ada semuanya di dalam negeri. Tapi musuhnya memang negara-maju maju yang biasa barang itu kita kirim ke sana," ujar Jokowi.

Kendati demikian, Jokowi juga menjelaskan bahwa terdapat risiko pada saat menjalankan kebijakan tersebut.

"Di WTO kalah, kalah ya tidak apa-apa, tapi kalau tidak berani mencoba, kapan kita akan lakukan hilirisasi? Kapan kita stop kirim 'raw material'? Sampai kapan pun kita hanya jadi negara pengekspor barang mentah," ungkapnya.

Perlu diketahui bahwa jika Indonesia mengekspor bahan jadi atau setengah jadi, keuntungan yang didapat mencapai 10 kali lipat.

Baca Juga: Dikecam karena Syuting di Lokasi Pengungsian Gunung Semeru, Pihak Sinetron ‘TMTM’ Beri Klarifikasi

"Nikel saja itu berapa turunannya, digabung plus tembaga bisa jadi 'lithium battery', 'lithium ion', baterai mobil listrik, 'sodium ion', banyak sekali turunan yang bisa kita ambil dari sana. Saya meyakini hanya urusan nikel saja, sekarang ini yang dulu defisit dengan Tiongkok, saya yakin karena nikel dalam 3 tahun ini ekspor kita melompat kurang lebih hampir Rp280 triliun," ucap Presiden.

Jokowi telah menerapkan kebijakan hilirisasi, sehingga dia optimis pada 2030 Gross Domestic Product (GDP) Indonesia dapat naik tiga kali lipat.

"Tolong ini dicatat. Perkiraan kita, 'income' per kapita kita antara 11 ribu sampai 15 ribu dolar AS. Ada yang menghitung 20 ribu sampai 21 ribu dolar AS, ndak ndak ndak. Kalau menghitungnya seperti itu pesimis saja. Kalau nanti bisa melompat ke 20 ribu dolar AS ya alhamdulillahtapi ini memang butuh keberanian (karena) ngamuk semuanya. Nikel kita sudah dibawa ke WTO ya sudah tidak apa-apa kita hadapi," kata Presiden Jokowi.*** (Rizky Fajar Ramadhan/Pikiran Rakyat Depok)

Editor: Nopsi Marga

Sumber: Pikiran Rakyat Depok

Tags

Terkini

Terpopuler