WNI Berafiliasi ISIS akan Dipulangkan, Sejumlah Lembaga Berikan Perspektifnya

3 Februari 2020, 17:21 WIB
BENDERA ISIS masih ditemukan di sejumlah wilayah.*/REUTERS /

PIKIRAN RAKYAT - Para warga negara Indonesia yang sempat berafiliasi dengan ISIS akan segera dipulangkan dalam waktu dekat ke Tanah Air, seperti yang diungkapkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Sebanyak lebih dari WNI 600 eks anggota ISIS menyatakan ingin kembali ke Indonesia pascakekalahan kelompok teroris tersebut.

Merespon pernyataan BNPT tersebut, berbagai pihak menyatakan pendapat mereka.

Baca Juga: Komisi II DPR Usulkan Honorer Segera Diangkat Menjadi PNS atau PPPK

Komisi I DPR RI Minta Status Pencari Suaka untuk Eks ISIS

Dikutip dari situs berita Antara oleh Bekasi.Pikiran-Rakyat.com, Anggota Komisi I DPR RI Willy Aditya meminta agar para warga eks ISIS tersebut diperlakukan sebagai pencari suaka.

Willy beralasan bahwa para mantan anggota ISIS tersebut telah menanggalkan kewarganegaraan mereka demi kelompok teroris tersebut.

Baca Juga: Dishub Bekasi Berhasil Evakuasi Satu Mini Bus yang Terguling

Maka dari itu, menurut Willy, para mantan anggota ISIS tersebut bukan lagi warga negara Indonesia yang sah secara hukum.

“Kita tidak menganut dwikewarganegaraan, jadi kalau mantan ISIS itu sudah membakar paspor Indonesianya," terangnya.

"Mereka adalah para pencari suaka, perlakukan mereka selayaknya pencari suaka,” ujarnya seperti dikutip oleh Bekasi.Pikiran-Rakyat.com dari Antara.

Baca Juga: Berulang Tahun Hari Ini, Berikut 4 Fakta Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi

Sebagai kelompok teroris, ISIS adalah Sebuah Ancaman Global

Dikawatirkan nantinya Indonesia dianggap sebagai penampung teroris oleh sejumlah negara lain lantaran kebijakannya yang dinilai lemah dalam menghadapi para mantan anggota ISIS.

“Dalih kemanusiaan untuk memulangkan eks ISIS harus benar-benar diimbangi dengan kepentingan pertahanan dan perlundungan warga negara yang lebih luas," ucapnya.

Baca Juga: Dipilih Jadi Lokasi Observasi Kesehatan WNI asal Wuhan, Berikut 4 Fakta Mengenai Natuna

"Jangan kita membahayakan 230 juta orang Indonesia demi 600 orang yang tega menanggalkan ke-Indonesiaannya,” kata pemegang gelar master dalam bidang pertahanan tersebut.

Willy berharap pemerintah serius dalam mengkaji kebijakan pemulangan tersebut sebelum mengambil tindakan.

“Pemerintah perlu menyeleksi siapa yang bisa diberikan suaka, dipulangkan karena masih berpaspor Indonesia, dan siapa yang harus ditolak masuk ke Indonesia," lanjutnya.

Baca Juga: Lagi, Siswa SMK Dilaporkan Hanyut Terbawa Arus di Kali Bekasi

Setelahnya, semua eks-ISIS yang masuk harus dididik dan dilatih dalam program khusus antiterorisme dan radikalisme sebelum dikembalikan ke tengah kehidupan sosial masyarakat,” tambahnya.

Ia menambahkan lagi bahwa pemerintah tetap harus memantau lekat eks-ISIS tersebut dan berlaku ekstra hati-hati karena bisa jadi eks-ISIS tersebut masih membawa propaganda dari ISIS.

BNPT: Deradikalisasi Bukan Hal Mudah

Baca Juga: Tumbangkan Manchester City, Rekrutan Baru Tottenham Tuai Pujian Jose Mourinho

Terkait deradikalisasi, Mayjen TNI Hendri Paruhuman Lubis, Deputi Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT, berkata bahwa deradikalisasi mantan anggota ISIS tidaklah mudah.

Dirinya memberi contoh radikalisasi BNPT terhadap seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang pernah bergabung dengan ISIS yang dideportasi pada tahun 2017.

Beliau mengatakan bahwa deradikalisasi baru memunculkan hasil setelah tiga tahun berjalan.

Baca Juga: 5 Fakta Jalan Tol Cibitung-Cilincing yang akan Jadi Ikon Bekasi

Tipisnya rasa nasionalisme disinyalir menjadi faktor utama penyebaran radikalisme anti-ideologi NKRI.

Menurut beliau, empat konsensus nasional Indonesia, yaitu Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, harus ditanamkan dengan kuat agar dapat mencegah radikalisme.

The Habibie Center Anggap Pencabutan Kewarganegaraan Kontraproduktif

Baca Juga: Tumbangkan Manchester City, Rekrutan Baru Tottenham Tuai Pujian Jose Mourinho

Salah satu peneliti dari lembaga penelitian The Habibie Center, Nurina Vidya Hutagalung, menyatakan bahwa pencabutan kewarganegaraan Indonesia justru dapat menjadi kebijakan kontraproduktif.

“Pilihan kebijakan pencabutan kewarganegaraan sebagai hukuman terhadap simpatisan ISIS justru dapat menjadi kontraproduktif karena berpotensi memberikan legitimasi bagi keberadaan ISIS sebaai suatu entitas politik,” ucap Vidya.

Menurut Vidya, pasal yang dapat menjadi rujukan pencabutan kewarganegaraan adalah pasal 23 Undang-Undang no.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Baca Juga: Politikus PKS Usulkan Ekspor Ganja, BNN: Ganja Tidak Bisa Digunakan untuk Pengobatan

UU tersebut menyatakan bahwa seorang WNI dapat dicabut kewarganegaraannya bila: “masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari presiden dan secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada atau bagian dari negara asing”.

UU tersebut justru akan jadi bumerang karena status ISIS sebagai “tentara asing” atau “negara asing” tidak diakui oleh dunia.

Penerapan UU tersebut akan memberikan legitimasi hukum pada ISIS sebagai sebuah badan resmi yang diakui.

Baca Juga: Kemenkumham Terlibat Perumusan Perda, Ketua DPRD Bekasi: Tidak Ada Lagi Aturan yang Bertentangan Dengan Produk Hukum

Selain itu, menurut Vidya, pencabutan kewarganegaraan bertentangan dengan jaminan konstitusi bahwa status kewarganegaraan adalah hak asasi manusia.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: Permenpan RB

Tags

Terkini

Terpopuler