Tekan Defisit BPJS, Sri Mulyani: Perhatikan Tarif, Manfaat, dan Pengumpulan Iuran

19 Februari 2020, 17:16 WIB
MENTERI Keuangan, Sri Mulyani menyebut ada tiga aspek untuk mengatasi defisit keungan di BPJS di antaranya tarif, manfaat, dan kemampuan BPJS mengumpulkan iuran.* /Humas Kemenkeu /

PIKIRAN RAKYAT - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, mengatakan bahwa dirinya menyoroti tiga aspek untuk menangani defisit BPJS.

Tiga aspek tersebut adalah tarif, manfaat, dan kemampuan pihak BPJS dalam mengumpulkan iuran.

Hal tersebut disampaikan oleh Menkeu pada rapat kerja gabungan (rakergab) berbagai fraksi DPR dengan berbagai kementerian dan badan-badan yang berkepentingan seperti Badan Pusat Statistik (BPS), dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan BPJS Kesehatan.

Baca Juga: Sinergi BUMD Jabar, Tanam Jahe untuk Diekspor

Dikutip dari situs resmi Kementerian Keuangan oleh pikiranrakyat-bekasi.com, Sri Mulyani menyatakan bahwa hal yang pertama harus dibenahi dalam sistem BPJS adalah masalah tarif.

Menurut Sri Mulyani, tarif BPJS merupakan tanggung jawab bersama dan harus dilaksanakan secara gotong royong.

“Tarif itu adalah masalah isu kegotongroyongan, artinya yang mampu membayar lebih, yang agak sedikit mampu membayar agak kurang, yang tidak mampu dibayar pemerintah," ujar Sri Mulyani menjelaskan dalam rapat tersebut.

Baca Juga: Wilayahnya Dinilai Unggul dalam Penurunan Kemiskinan, Uu Ruzhanul Ulum: Sinergi Jabar dan Pemerintah Jadi Kunci

"Saat ini, pemerintah membayar lebih dari 96 juta untuk yang pusat dan di daerah lebih dari 38 juta," ucapnya.

"Yang tidak mampu dibayar pemerintah yang mampu membayar, itu sistem kegotongroyongan,” jelasnya.

Terkait tarif BPJS, rakergab itu membahas mengenai pembiayaan selisih biaya kenaikan iuran BPJS Kesehatan bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) kelas III.

Baca Juga: Update Virus Corona: Apresiasi WHO untuk Tiongkok hingga Rencana Evakuasi Berbagai Negara dari Kapal Diamond Princess

Rapat itu juga menyinggung mengenai masalah data peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Program JKN serta peran Pemerintah Daerah di dalamnya.

Aspek kedua adalah aspek manfaat, yaitu mendefinisikan pelayanan dasar dan batas-batas kemanfaatan BPJS dengan sejelas-jelasnya agar iuran dapat terukur jelas.

“Ini yang harus Menteri Kesehatan dan BPJS rumuskan bersama karena Undang-Undang mengenai BPJS yang menyebutkan pelayanan kesehatan dasar itu yang harusnya didefinisikan, kalau pelayanannya unlimited, tidak terbatas, ya mau dibuat iuran berapapun akan jebol saja,” terangnya.

Baca Juga: Mahfud MD Bantah Omnibus Law Kekang Kebebasan Pers

Aspek ketiga adalah kemampuan pihak BPJS dalam mengumpulkan iuran.

BPJS harus memastikan pembayaran para peserta tidak hanya dilakukan di saat sakit saja, namun dilakukan secara rutin dan tertib.

Pada 1 Januari 2020, tarif BPJS resmi digandakan dari tarif awalnya.

Baca Juga: Sekretaris Komisi IV DPRD Tanggapi Tindak Kekerasan di SMAN 12 Bekasi

Hal itu dilakukan mengingat BPJS yang selalu defisit selama lima tahun ke belakang.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: Kementerian Keuangan

Tags

Terkini

Terpopuler