Fachrul Razi Tepis Isu RUU Cipta Kerja Ancam Eksistensi Pesantren dan Berpeluang Pemidanaan Ulama

31 Agustus 2020, 17:29 WIB
Menteri Agama Fachrul Razi. /

 

PR BEKASI - Beredar kabar di media sosial bahwa RUU Cipta Kerja mengancam eksistensi pesantren sekaligus membuka peluang pemidanaan ulama atau kiai pengasuh pondok pesantren.

Pandangan itu didasarkan pada rencana perubahan Pasal 62 UU No 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang mencabut kewenangan perizinan dari pemerintah daerah.

Pada Pasal 62 RUU Cipta Kerja, penyelenggaraan satuan pendidikan formal dan nonformal yang diselenggarakan oleh masyarakat, wajib memenuhi perizinan berusaha dari pemerintah pusat.

Baca Juga: 9 Drama Korea Terbaru yang Tayang September 2020, Berikut Sinopsis Love Revolution hingga AMANZA

Sementara Pasal 71 mengatur bahwa penyelenggaraan satuan pendidikan yang didirikan tanpa izin, bisa dipidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1 miliar.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi menampik adanya sanksi pidana bagi kiai dan kalangan pesantren sebagai akibat dari RUU Cipta Kerja, jika nanti disahkan menjadi UU.

"Penyelenggaraan pesantren diatur dalam UU No 18 tahun 2019 tentang Pesantren, sehingga masalah pendirian pesantren merujuk pada UU tersebut, dan tidak ada aturan tentang sanksi pidana di dalamnya," kata Fachrul Razi di Jakarta, Senin, 31 Agustus 2020, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara.

Baca Juga: ICEL: Kantong Belanja Bioplastik Bukan Solusi untuk Kurangi Pencemaran Lingkungan, Ini Alasannya

Menurutnya, pemerintah punya UU sendiri yang mengatur pesantren, sehingga tidak ada sanksi pidana.

Fachrul Razi menjelaskan, UU No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren adalah UU lex specialis. Sehingga berlaku kaidah "lex specialis derogat legi generali" yakni atas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum.

Selain itu, ada juga Pasal 6 UU 18/2019 terkait pendirian pesantren yang mengatur ponpes didirikan oleh perseorangan, yayasan, organisasi masyarakat Islam dan/atau masyarakat. Pendirian pesantren wajib berkomitmen mengamalkan nilai islam moderat, berdasarkan Pancasila, UUD 1945, serta Bhineka Tunggal Ika.

Baca Juga: Dinas Perdagangan Kabupaten Bekasi Gunakan Sistem Online untuk Pendaftaran Tera Mulai 2021

Pesantren juga harus memenuhi unsur-unsurnya, seperti kiai dan santri harus bermukim di pesantren, pondok atau asrama, masjid atau musala, dan terdapat kajian Kitab Kuning (Dirasah Islamiyah) dengan pola pendidikan Mualimin.

Jika semua persyaratan itu sudah terpenuhi, pesantren harus memberitahukan keberadaannya kepada kepala desa atau sebutan lain sesuai domisili pesantren. Selanjutnya, penyelenggara mendaftarkan keberadaan pesantren kepada Menteri.

Baca Juga: Dinas Perdagangan Kabupaten Bekasi Gunakan Sistem Online untuk Pendaftaran Tera Mulai 2021

"Jika semua persyaratan terpenuhi, Menteri Agama memberikan izin terdaftar dalam bentuk Surat Keterangan Terdaftar (SKT)," kata Fachrul Razi.

Fachrul Razi Juga mengingatkan bahwa yang terpenting Rancangan Peraturan Menteri Agama (RPMA) tidak mengatur sanksi pidana. Tapi, bagi pesantren yang menyalahi komitmen pendiriannnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU Pesantren, maka akan dicabut SKT-nya.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler