Lempeng di Selatan Jawa Bergerak 6 Sampai 7 cm per Tahun, BMKG: Pergerakan Seperti Itu Tak Terasa

26 September 2020, 14:24 WIB
Papan petunjuk jalur evakuasi bencana tsunami di Dusun Klatak, Desa Keboireng, Kecamatan Besuki, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. /Twitter/@BNPB_Indonesia/

PR BEKASI - Pergerakan lempeng tektonik di wilayah Indo-Australia dengan Eurasia diketahui cukup aktif dan sewaktu-waktu dapat menimbulkan potensi gempa dengan magnitudo besar yang dapat menimbulkan tsunami di selatan Pulau Jawa.

Hal ini disampaikan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk menanggapi hasil riset dari Institut Teknologi Bandung (ITB) terkait potensi tsunami besar di pantai selatan Jawa.

Kepala Pusat Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono mengatakan potensi gempa yang dapat menimbulkan tsunami tersebut berada di sekitar 200 kilometer dari garis pantai di selatan Jawa ke arah laut.

Baca Juga: Samsung Luncurkan Galaxy Z Fold2 dengan Design Elegan dan Ramping

"Ada (pergerakan) lempeng tektonik di Indo-Australia dengan Eurasia atau Lempeng Sunda di sebelah utaranya, sehingga lokasinya ada di selatan Jawa. Di laut lepas," katanya, Jumat, 25 September 2020, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara.

Lempeng-lempeng tektonik tersebut, kata dia, terus mengalami pergerakan sekitar 6 cm sampai 7 cm dalam kurun waktu setahun.

"Kalau untuk kurun waktu setahun, pergerakan seperti itu tak terasa. Tapi kalau untuk lempengan yang sangat besar, itu cukup aktif, dengan pergerakan seperti itu. Dan itu bergerak terus walaupun hanya dalam hitungan senti, tetapi (terus) menerus," katanya.

Baca Juga: Gara-gara Sebotol Minuman, Seorang Ibu Tega Tinggalkan Dua Putrinya di dalam Mobil hingga Tewas

Sebelumnya, hasil riset ITB menyebutkan adanya potensi gempa dengan magnitudo 9.1 yang berpotensi menimbulkan tsunami hingga setinggi 20 meter di pantai selatan Jawa Barat dan 12 meter di selatan Jawa Timur.

Terkait dengan prediksi potensi tsunami tersebut, Rahmat mengatakan kemungkinan potensi itu dapat dilihat dari adanya seismic gap, atau kekosongan kegempaan dalam periode waktu yang cukup panjang dengan magnitudo yang cukup signifikan.

"Jadi data-data dari adanya seismic gap di selatan Jawa, dan itu sebetulnya dua segmen. Di situ ada dua segmen yang bila terjadi (patahan) secara bersamaan akan menimbulkan (gempa) magnitudo 9.1," ujarnya.

Baca Juga: Dinasti Politik Berpotensi Adanya Penyalahgunaan Wewenang, Bawaslu: Jika Terbukti, Ada Sanksi Pidana

Sampai saat ini, lanjut dia, belum ada penelitian yang dapat memprediksi kapan dan dan seberapa besar kekuatan gempa akan terjadi.

"Jadi satu segmen terjadi (patahan) saja belum bisa diprediksi kapan terjadinya. Apalagi magnitudonya," ucapnya.

Dan jika gempa tersebut terjadi, Rahmat mengatakan gempa tersebut dapat memicu patahan di segmen atau lempengan lainnya sehingga dapat menimbulkan gempa bumi dengan magnitudo yang maksimal.

Baca Juga: Febri Diansyah Mundur Usai Temukan Hal 'Aneh' di KPK, Novel Baswedan: Bukti Pemerintah Tidak Serius

"Misalnya segmen di Jawa Barat magnitudonya 8.8, kemudian segmen di Jawa Timur 8.7. Nah, kalau itu terjadi bersamaan, itu bisa saja menimbulkan gempa magnitudonya 9.1," kata Rahmat.

Selain itu, Rahmat juga menekankan bahwa potensi tsunami tersebut sebenarnya tidak hanya bisa terjadi di selatan Jawa, tetapi juga di banyak wilayah Indonesia, antara lain di Pantai Barat Sumatera, bagian selatan Bali, Nusa Tenggara, bagian utara Papua, dan Sulawesi Utara.

"Jadi tidak hanya di selatan Jawa. Di Maluku itu ada ancaman juga. Bahwa ancaman itu ada potensi gempa besar di sana itu betul." ujar Rahmat Triyono.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: Permenpan RB

Tags

Terkini

Terpopuler