Buka-bukaan Soal Performa Presiden Setahun Pertama, Haris Azhar: Jokowi Punya Karakter Anti-HAM

20 Oktober 2020, 17:07 WIB
Kolase aktivis HAM Haris Azhar (kiri) dengan Presiden Joko Widodo (kanan). / Instagram/@jokowi/ RRI//

PR BEKASI - Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia Haris Azhar buka-bukaan soal performa pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin setelah setahun menjabat sebagai presiden di periode keduanya.

Menurutnya, satu tahun terakhir di periode kedua Jokowi ini, tidak ada kemajuan atau bahkan tidak ada sesuatu yang signifikan terkait hukum dan HAM.

"Ada produk-produk hukum tetapi dia melenceng dari nilai-nilai hukum, dia keluar dari kaidah-kaidah hukum, dia bertentangan dengan tujuan hukum itu sendiri," ucapnya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari video yang diunggah kanal YouTube HARIS AZHAR, Selasa, 20 Oktober 2020.

Baca Juga: Omnibus Law Berpotensi Untungkan Nelayan Asing dan Rugikan Nelayan Kecil Indonesia

Otomatis, kata Haris Azhar, HAM yang terjadi di dalam konstitusi dan terjamin di dalam esensi kemanusiaan tidak ada yang terwakili lewat produk-produk Jokowi di satu tahun setelah dia menduduki jabatan di periode kedua sebagai presiden.

"Yang justru terjadi di periode kedua Jokowi ini di tahun pertama ini adalah pelanggaran-pelanggaran hukum dan HAM yang patut diduga atau bahkan secara nyata, itu dilakukan oleh pemerintah atau oleh negara sendiri dan menimbulkan korban banyak di masyarakat," tuturnya.

Haris Azhar pun membeberkan apa saja pelanggaran-pelanggaran hukum dan HAM tersebut.

Baca Juga: Setahun Jokowi-Ma’ruf, KSP Luncurkan Laporan Bertajuk 'Bangkit untuk Indonesia Maju

"Baru beberapa hari dilantik sebagai presiden sudah bersekongkol dengan DPR untuk mengesahkan 70 lebih perundang-undangan di DPR dan ketika diprotes, justru masyarakat dan mahasiswa mendapati kekerasan, penangkapan sewenang-wenang, penahanan dan pemidanaan dengan bukti-bukti yang layak," katanya.

Haris Azhar juga mengatakan bahwa hal tersebut terjadi kepada mereka pada tahun 2019 yang dikenal sebagai Reformasi Dikorupsi, menurutnya kejadian tersebut tidak menginsafkan negara dan membuat sadar pihak penguasa.

"Justru diulang dengan diakomodir dalam Omnibus Law yang pembahasannya juga tidak partisipatif, tidak mengikuti kaidah, banyak pelanggaran dan memunculkan sejumlah pertanyaan, ketika direspon dan dikritik sama dipukul lagi, diulangi lagi kekerasan itu," ujarnya.

Baca Juga: Tempuh Dua Skema Paralel, Pemerintah Sediakan Vaksin Covid-19 Jangka Pendek hingga Jangka Panjang

Jadi menurutnya, setahun pertama di periode kedua atau bahkan dibandingkan periode pertama atau periode kedua, tidak ada yang signifikan untuk kemajuan hukum dan HAM di era Jokowi ini.

"Masih banyak orang jadi korban dan ketika meminta akuntabilitas pertanggungjawaban negara juga tidak muncul," ucapnya.

Haris Azhar mengungkapkan bahwa tahun pertama di periode kedua tetap mengulangi karakter dari pemerintahan atau rezim Jokowi ini.

Baca Juga: Jika Gunakan Rumus Herd Immunity, Menristek Sebut 180 Juta Orang Perlu Diberi Vaksin Covid-19

"Kurang lebih, negara sewenang-wenang, tidak memperhatikan kaidah hukum dan HAM dan masyarakat yang jadi korban, lihatlah catatan-catatan dari kasus-kasus peristiwa di Papua, di sektor SDA, hutan di mana masyarakat adat menjadi korban, buruh dan masih banyak kekerasan yang dialami mahasiswa," ucapnya.

Menurutnya, memang setelah enam tahun berkuasa, Jokowi punya karakter yang anti HAM.

"Hanya menggunakan HAM dalam bidang peristilahan untuk memuluskan pidato-pidatonya atau ketika bertemu dengan dunia internasional, tetapi ketika bertemu dengan masyarakat, saya pikir tidak ada yang diimplementasikan dan dikonkritkan untuk menjawab masalah," ucapnya.

Baca Juga: Perkuat Unggahan Jerinx SID, Saksi Korban Prosedur Rapid Test Covid-19 Hadir di Persidangan

Haris Azhar berpendapat bahwa ini akan terus terjadi sampe akhir hayat kekuasaannya dan akan banyak model-model penangkapan, pengintelan, lalu merampas ruang-ruang publik yang sehat dan hijau untuk masyarakat, yang di dalamnya mengandung kekayaan-kekayaan, semua itu akan terus dirampas.

"Eksploitasi-eksploitasi atas nama kepentingan ekonomi, menggunakan orang miskin untuk membungkus kebijakan ekonominya, tapi sebetulnya hanya menguntungkan segelintir orang," tuturnya.

"Ini akan terus terjadi, protes akan direpresi, tidak akan ada dialog, kalaupun ada dialog hanya simbolistis, hoaks menuduh masyarakat melakukan disinformasi itu akan juga terus menjadi andalan," ucapnya menambahkan.

Baca Juga: Jelang Libur Panjang, BNPB Beri Tips Antisipasi Penularan COVID-19 di Tempat Wisata

Jadi menurutnya yang bisa dilakukan adalah memonitor, mengkalkulasi dan mendokumentasikan pada saatnya nanti perubahan rezim, kita akan memunculkan ini semua

"Kita harus membebaskan imajinasi, membebaskan pikiran dan membebaskan bangsa ini untuk jadi lebih maju, jangan kita mudah terkekang oleh model-model kekuasaan yang rezimistik seperti pemerintahan Jokowi ini." katanya.***

Editor: Ikbal Tawakal

Tags

Terkini

Terpopuler