Vaksinasi Covid-19 Dimulai November, DPR Minta Pemerintah Terbuka Agar Tidak Timbul Korban

24 Oktober 2020, 06:43 WIB
Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani. /Dok. Humas PKS

PR BEKASI – Indonesia gencar mencari dan memesan vaksin Covid-19 dari berbagai negara. Vaksin covid-19 tersebut direncanakan akan memulai vaksinasi kepada kelompok masyarakat pada November 2020. Terkait rencana tersebut, berbagai pihak merespons.

Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani Aher mendesak agar pemerintah transparan terkait penggunaan anggaran dalam pengadaan vaksin Covid19.

Menurutnya, anggaran merupakan amanat rakyat yang harus dikelola secara akuntabel sehingga tidak menimbulkan kecurigaan, mengingat banyaknya vaksin yang dibeli pemerintah.

Baca Juga: Sebut Vaksin Sebagai Bisnis Besar, Fadli Zon: Jangan Sampai Rakyat Jadi Bebek Percobaan 

"Berapa harga vaksinnya, berapa yang harus dibayar masyarakat dan kelompok masyarakat mana yang digratiskan ini harus jelas," kata Netty Prasetiyani, seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari RRI pada Sabtu, 24 Oktober 2020.

Diketahui, pemerintah melalui Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto menjanjikan vaksinasi massal akan dimulai pada November 2020.

Vaksin yang dipesan adalah produksi Sinovac, G42/Sinopharm, dan CanSino Biologics dari Tiongkok itu akan disuntikkan kepada berbagai lapisan masyarakat dengan rentang usia 19-59 tahun. Bila sudah dilakukan uji klinis fase 3 di beberapa negara, Netty meminta, pemerintah menunjukkan hasil datanya agar mampu menjawab kekhawatiran masyarakat.

"Karena saat ini di masyarakat isunya menjadi liar, aman atau tidaknya vaksin ini? Jangan sampai vaksin yang diberikan masih setengah jadi, ini akan membahayakan penduduk," ungkapnya.

Baca Juga: Minta Inflasi Dikendalikan, Jokowi: Belanja Kementerian Tolong Utamakan Produk dalam Negeri 

"Pemerintah berkewajiban untuk melaporkan secara reguler dan detail. Dan sepantasnya pengadaan vaksin ini semata-mata untuk melindungi rakyat dari pandemi Covid-19 dan bukan untuk dijadikan proyek oleh orang-orang yang punya kepentingan," tutur Netty

Sementara itu, Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengingatkan bahwa belum ada vaksin yang dinyatakan lulus uji secara ilmiah, lulus standar keamanan, dan efektivitas. Dalam banyak riset, dia mengklaim keberhasilan vaksin penyakit menular yang pernah dibuat hanya kurang dari 40 persen.

“Jangan sampai ada hal di luar sains dalam memilih suatu vaksin. Harus lulus uji ilmilah dulu,” ucap Dicky, seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari RRI pada Sabtu, 24 Oktober 2020.

Belajar dari pandemi swine flu, vaksinasi menggunakan vaksin yang belum selesai riset dan uji klinis menyebabkan efek samping, seperti narkolepsi dan neurologis.

Baca Juga: Jauh-jauh Datang dari AS Temui Menlu Azerbaijan dan Armenia, Mike Pompeo Minta Perang Dihentikan 

Ia juga menambahkan bahwa pemerintah juga perlu meningkatkan pengetesan, pelacakan, dan pengobatan di tengah pandemi Covid-19. Dia juga meminta vaksin yang merupakan aspek kuratif membuat aspek preventif diabaikan.

“Jadi pemerintah juga tidak fokus pada suatu negara dalam memilih vaksin Covid-19,” kata Dicky

Langkah preventif yakni dengan menggunakan protokol kesehatan, seperti memakai jarak, menjaga jarak, mencuci tangan dengan air mengalir atau menggunakan hand sanitizer.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler