Kisah Sosok Kiai yang Miliki Peranan Penting dalam Peristiwa Pertempuran 10 November 1945

9 November 2020, 19:14 WIB
Tugu Pahlawan yang dibangun untuk memperingati peristiwa Pertempuran 10 November 1945. /ANTARA/

PR BEKASI - Kiai Haji Raden (KHR) As'ad Syamsul Arifin mungkin terasa asing bagi sebagian orang, tapi ia adalah salah satu tokoh penting dalam Pertempuran 10 November 1945, yang kelak diabadikan menjadi Hari Pahlawan.

Ia adalah seorang Kiai Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah, Sukorejo, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur.

Sebelum pertempuran itu meleteus, ia berhasil menyadarkan para bajingan di wilayahnya untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah.

Baca Juga: Besok Habib Rizieq Shihab Tiba di Tanah Air, Pengelola Bandara Soetta Turunkan Ratusan Personel

Berikut kisahnya seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara:

Dikisahkan bahwa setelah pertemuan di PBNU tahun 1945, Kiai As'ad kemudian bergerak ke Madura, yang diawali dari Bangkalan, dilanjutkan ke Sampang dan Pamekasan hingga ke Sumenep.

Di empat kabupaten di Madura itu, Kiai As'ad menemui para ulama dan menyampaikan bahwa Rais Akbar NU menyerukan jihad untuk melawan penjajah. Untuk itu Kiai As'ad meminta ulama di Madura mengumpulkan warga untuk dilatih fisik dan rohani agar memiliki kemampuan berperang.

Baca Juga: Kalah dari Joe Biden, Twitter Cabut ‘Hak Istimewa’ Donald Trump dan Balik Jadi Rakyat Biasa

Pada saat hendak mengumpulkan massa itu, memang dilematis bagi Kiai As'ad sendiri maupun ulama yang ditemui. Kalau memilih kiai atau ulama untuk berperang, siapa yang akan mengurusi pendidikan agama, khususnya di pesantren? Kalau santri, siapa yang akan meneruskan dakwah Islam di masyarakat nantinya, jika banyak santri yang gugur. Kalau wali santri, siapa yang akan membiayai santri dalam menuntut ilmu agama? Maka jawaban-nya tertuju pada bajingan.

Rasa-rasanya, inilah pilihan yang paling pas. Bukankah mereka (bajingan) memiliki modal keberanian? Lagi pula kalau mereka nantinya mati, berarti mengurangi jumlah orang jahat. Syukur-syukur kalau mereka nantinya insyaf," demikian tulis Samsul A Hasan dalam buku "Kisah Tiga Kiai Mengelola Bekas Bajingan; Sang Pelopor".

Kemudian para ulama di Madura yang telah didatangi Kiai As'ad menghubungi para bajingan setelah itu langkah pertama yg dilakukan adalah menyadarkan para bajingan secara spiritual bahwa berjuang melawan penjajah merupakan jihad atau jalan suci yang memiliki nilai mulia di hadapan Allah.

Baca Juga: Sebut Kepulangan Habib Rizieq untuk Buat Gaduh, Dewi Tanjung Sebut Tiga Sosok Jadi Dalangnya

Kemudian Kiai As'ad mempercayakan pelatihan olah fisik dan rohani untuk para bajingan itu kepada Mabruk dan Abdus Shomad, santrinya yang telah mendalami ilmu kanuragan.

Tidak hanya dilatih fisik, mereka juga diberi amalan atau ijazah dzikir agar mereka selamat dari serangan musuh, yang di lingkungan budaya Madura dikenal sebagai "jaza".

Kelak para bajingan, Arek-Arek Suroboyo bersama kekuatan masyarakat lain di Jatim itu berhasil mengalahkan Brigadir Jenderal Mallaby bahkan sang jenderal ikut tewas dalam pertempuran tersebut.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler