Ia mengatakan memang benar bahwa catatan kesehatan pasien berhak dilindungi aspek kerahasiaannya berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
"Tetapi, di sini berlaku dalil lex specialis derogat legi generalis bahwa kalau ada hukum khusus, maka ketentuan yang umum seperti itu bisa disimpangi atau tidak harus diberlakukan" kata Mahfud MD.
Dalam kasus Habib Rizieq tersebut, berlaku hukum khusus yaitu Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kesehatan dan Undang-undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular yang menyebutkan bahwa catatan kesehatan seseorang bisa dibuka dengan alasan-alasan tertentu.
Baca Juga: Gagal di Pilpres AS, Donald Trump Manfaatkan Sisa Kepengurusan untuk Ubah Sistem Pemilu Legislatif
Untuk itu, dia mengatakan pihak Rumah Sakit Ummi dan MER-C juga akan dimintai keterangan oleh pihak berwajib.
Untuk itu, Mahfud MD meminta pihak terkait dapat kooperatif dan wajib hadir agar kepolisian bisa mendalami keterangan-keterangan dari yang bersangkutan.
"Dimintai keterangan itu, mungkin hanya perlu data-data teknis. Tidak mesti kalau dimintai keterangan itu sudah dinyatakan bersalah. Mungkin hanya dimintai keterangan jam berapa datang, apa yang diperlihatkan, bagaimana, siapa saja yang masuk, dan sebagainya. Jadi tidak harus dianggap ia telah melanggar Undang-Undang," kata Mahfud.
Selain itu, Mahfud MD juga mengatakan bahwa MER-C tidak memiliki laboratorium yang terdaftar di Kementerian Kesehatan sebagai pihak yang berwenang melakukan tes COVID-19.***