Catatan Akhir Tahun 2020, Dewan Pers Harapkan Tak Ada Lagi Pemidanaan Wartawan

- 24 Desember 2020, 19:11 WIB
Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh.
Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh. /Prisca Triferna /ANTARA

PR BEKASI - Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh mengharapakan tidak ada lagi pemidanaan terhadap wartawan atas karya jurnalistik.

Ia menjelaskan bahwa pemidanaan wartawan merupakan ketidakadilan bagi kemerdekaan pers sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers.

Salah satu contoh kasus pemidanaan wartawan, pernah menimpa Diananta Putra Sumedi, mantan Pemimpin Redaksi Banjarhits.id, kata dia.

Baca Juga: Sempat Berstatus Bebas Covid-19, Antartika Kini Catat 36 Kasus Positif Covid-19

"Pemidanaan seorang wartawan atas karya jurnalistik yang dihasilkannya tentu merupakan preseden buruk bagi sistem kemerdekaan pers di negara demokrasi seperti Indonesia," katanya, sebagaimana dikutip PikiranRakyat-Bekasi.com dari Antara, Kamis, 24 Desember 2020.

Hal tersebut merupakan catatan akhir tahun 2020 Dewan Pers yang menyoroti kemerdekaan dan keberlanjutan media.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Kotabaru, Pulau Laut, Kalimantan Selatan (Kalsel) telah menjatuhkan vonis penjara selama 3 bulan 15 hari kepada Diananta atas berita yang ditulisnya dan dipublikasikan di media siber Kumparan pada tanggal 4 Mei 2020 lalu.

Baca Juga: Indonesia 'Tendang Balik' 79 Kontainer Bermuatan Limbah B3 Keempat Negara Ini

Ia pun berharap kejadian serupa tidak lagi terulang menimpa wartawan manapun.

"Dewan Pers berharap kasus serupa tidak terjadi lagi," kata mantan Menteri Pendidikan Nasional itu.

Faktor penentunya, kata dia, dalam hal ini koordinasi yang baik antara Kepolisian dan Dewan Pers, serta penghormatan terhadap apa yang telah ditetapkan dalam nota kesepahaman (MoU) Dewan Pers dan Polri.

Baca Juga: Akui Tak Percaya Mahasiswa Zaman Sekarang, Rizal Ramli: Mereka Ternyata Hebat karena Biasa Main Game

Dewan Pers juga berharap kasus kekerasan terhadap wartawan sebagaimana terjadi dalam peliputan aksi demonstrasi UU Cipta Kerja tidak terjadi lagi.

Nuh mengingatkan aparat keamanan perlu meningkatkan penghargaannya terhadap fungsi dan kerja jurnalistik sebagaimana dilindungi oleh undang-undang.

Dalam catatan akhir tahunnya, Dewan Pers juga mencatat tingginya angka pengaduan kasus pers ke Dewan Pers pada tahun 2020.

Baca Juga: Gebrakan Baru Mensos Anyar, Tri Rismaharini Akan Ubah Penyaluran Bansos Tunai Jadi Elektronik

Tingginya pengaduan ke Dewan Pers menunjukkan dua hal sekaligus, yakni perkembangan positif, semakin meningkatkannya kepercayaan publik terhadap mekanisme penyelesaian kasus pers berdasarkan UU Pers.

"Di sisi lain, tingginya angka pengaduan kasus pers itu juga mencerminkan ada yang perlu diperbaiki dalam jurnalisme, yakni ketaatan terhadap Kode Etik Jurnalistik (KEJ)," ujarnya.

Dalam keterangannya, Nuh menjelaskan bahwa mayoritas kasus pemberitaan pers yang ditangani Dewan Pers berakhir dengan kesimpulan bahwa telah terjadi pelanggaran Kode Etik Jurnalistik oleh media massa yang diadukan, baik pelanggaran KEJ yang serius maupun yang ringan.

Baca Juga: Sudah Sembuh dari Covid-19, Masihkah Perlu Seseorang Divaksinasi Covid-19?

Kasus menonjol yang dihadapi Dewan Pers dalam hal ini adalah ketika 33 media massa siber terbukti telah menggunakan informasi yang tidak akurat, tanpa proses konfirmasi yang memadai terhadap sumber kunci sehingga melahirkan pemberitaan yang cenderung menghakimi terkait dengan keputusan PTUN tertanggal 3 Juni 2020 tentang keputusan Presiden dan Menkominfo memperlambat dan memutus akses internet di Papua pada tahun 2019.

Bertolok dari kasus semacam itu, Dewan Pers kembali mengingatkan kepada segenap pers Indonesia tentang pentingnya komitmen dan konsistensi untuk menaati KEJ.

"KEJ bagaimanapun adalah tolok ukur utama profesionalisme dan kualitas pers. Ketaatan terhadap KEJ adalah faktor yang menentukan tingkat kepercayaan publik terhadap media massa." ujarnya.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah