Politisi PDIP Tolak Divaksinasi Covid-19, Refly Harun: Kira-kira Ribka Mau Dipidanakan Tidak ya?

- 14 Januari 2021, 15:56 WIB
Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun Komentari Politisi PDIP Terkait Vaksin Covid-19 Sinovac.
Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun Komentari Politisi PDIP Terkait Vaksin Covid-19 Sinovac. /Tangkapan Layar YouTube Refly Harun

PR BEKASI - Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan bahwa inti dari pernyataan yang dikeluarkan oleh Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Ribka Tjiptaning Proletariyati, itu sebenarnya ada dua. 

Refly menjelaskan, inti yang pertama adalah masih ada keraguan akan vaksin Covid-19 Sinovac.

Selain itu memang masih ada perdebat di kalangan masyarakat perihal keunggulan atau efikasi dari vaksin tersebut.

Perlu diketahui bahwa efikasi vaksin Sinovac di Brasil kini turun menjadi 50,4 persen saja, sementara di Indonesia 65,3 persen.

Baca Juga: Kenang Syekh Ali Jaber sebagai Ulama yang Teduh, SBY: Mendengarkan Ceramahnya, Hati Saya Tenteram

Angka efikasi yang dimiliki vaksin Sinovac tersebut tidak setinggi vaksin perusahaan lain.

"Yang jelas kalau di Brasil turun lagi sampai 50-an persen saja, di kita kalau tidak salah 60-an persen. Tapi memang angkanya tidak setinggi vaksin lainnya seperti Pfizer misalnya," kata Refly Harun, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat.Bekasi.com dari kanal YouTube Refly Harun pada Kamis, 14 Januari 2021.

Dia menganggap persoalan yang ada di sini adalah adanya upaya untuk memaksakan.

Terutama setelah Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Hiariej menyampaikan bahwa mereka yang menolak vaksin dapat terancam tindak pidana, dan dikenakan hukum pidana satu tahun penjara.

Baca Juga: Polisi: Selain Keluarga Syekh Ali Jaber, Tamu yang Datang untuk Takziyah Akan Dilarang

"Kira-kira Ribka mau dipidanakan tidak ya? Berdasarkan Pasal 93 Undang-Undang (UU) No. 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Ancamannya satu tahun atau denda Rp100 juta," ujar Refly.

Refly mengumpamakan jika ada rakyat yang menolak untuk disuntik vaksin sebanyak 30 ribu orang saja, maka di pengadilan akan ada 30 ribu kasus yang harus diproses.

"Kan tidak bisa main tipiring, tindak pidana ringan kan langsung ceklok, tidak bisa begitu. Jadi itu yang harus ditangkap, yaitu keraguan terhadap vaksin Covid-19," ucapnya.

Karena itu ketika Presiden Jokowi menjadi orang pertama yang divaksin, hal itu agar dapat memberikan kepercayaan kepada masyarakat kala vaksin Sinovac aman.

Baca Juga: Pekan Lingkungan Hidup Indonesia-Jepang 2021 Resmi Dibuka

Refly menuturkan yang terpenting adalah vaksin yang diberikan ke masyarakat adalah vaksin yang sama.

Inti yang kedua yaitu mengenai komersialisasi vaksin.

Refly mengatakan banyak orang, misalnya, yang mempermasalahkan pilihan terhadap vaksin tertentu dari Tiongkok dan lain sebagainya.

Dia melanjutkan, ini yang menjadi persoalan sesungguhnya, karena semuanya tahu bahwa nilai vaksin itu triliunan.

Baca Juga: Ikut Berduka Atas Jatuhnya Sriwijaya Air SJ182, Pemerintahan AS Tawarkan Bantuan kepada Indonesia

Selain itu kalau dikaitkan dengan status bisnis orang-orang tertentu maka di situ yang menjadi masalahnya.

"Jadi ada komersialisasi vaksin. Harusnya tidak boleh begitu, harus benar-benar dipastikan bahwa yang diberikan kepada rakyat Indonesia adalah yang terbaik. Bukan karena kita bisa melobi pihak-pihak tertentu," kata Refly Harun.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: YouTube Sobat Dosen


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x