Lebih lanjut, Natalius Pigai menuturkan bahwa selama ini dia hidup sebagai aktivis yang memperjuangkan kemanusiaan, terutama hak-hak rakyat kecil.
"Saya ini kan aktivis, pilihan saya membela kemanusiaan dan mempertahankan kedigdayaan sipil, hak asasi manusia, perdamaian, dan keadilan. Pelakunya siapa? Biasanya pemegang otoritas," kata Natalius Pigai.
Baca Juga: Dukung Eks Anggota FPI Gabung NU-Muhammadiyah, Sahroni: Mereka Bisa Terhindar dari Kelompok Radikal
Sehingga, dia pun paham betul bahwa tugasnya tidak gampang, dan menerima banyak kritik bahkan hujatan dari publik merupakan risiko yang harus ditanggungnya.
"Kita sudah tahu bahwa tidak gampang membela orang kecil, menentang, melawan, memblokir kekerasan atas penyalahgunaan wewenang oleh negara terhadap rakyat," kata Natalius Pigai.
"Dalam konteks ini, kita sudah tahu risikonya tinggi. Maka adanya ujaran kebencian melalui kekerasan verbal, kritik, dicaci-maki, bahkan ada yang puji pasti," sambungnya.
Baca Juga: Nathalie Holscher Banyak Pikiran Hingga Keguguran, Sule: Ada Masalah, Cuma Dia dan Saya yang Tahu
Natalius Pigai menuturkan bahwa selama ini dia sudah terbiasa menerima serangan rasisme dari banyak orang, bahkan kalau dihitung bisa lebih dari jutaan.
"Ujaran kekerasan verbal mengandung rasialisme itu kalau saya hitung lebih dari jutaan (secara) pribadi. Satu orang rasis sama saya, itu yang ikutannya ribuan. Media sosial itu kan tersistem, jadi kalau satu buzzer menyerang pasti 10.000 atau 500.000 ikut," tuturnya.
Meski demikian, hal tersebut tak lantas membuat Natalius Pigai berhenti melakukan tugasnya sebagai aktivis untuk memperjuangkan hak-hak kemanusiaan.