Minta Belajar dari Sejarah, Mantan Kader Demokrat: SBY kalau Mau 'Nabok' Orang Gak Pernah Frontal

- 6 Maret 2021, 07:02 WIB
Tri Yulianto menyebut SBY tidak pernah 'nabok' seseorang secara langsung ketika ia kecewa dan dirinya meminta SBY untuk belajar dari pengalamannya.
Tri Yulianto menyebut SBY tidak pernah 'nabok' seseorang secara langsung ketika ia kecewa dan dirinya meminta SBY untuk belajar dari pengalamannya. /Tangkapan layar YouTube/Akbar Faizal Uncensored/YouTube/Akbar Faizal Uncensored

PR BEKASI - Mantan Politisi Partai Demokrat Tri Yulianto menyebut bahwa mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mempunyai gaya bicara yang tidak biasa ketika mengungkapkan kekecewaannya.

Menurut Tri Yulianto, SBY tidak pernah frontal atau blak-blakan jika ingin 'nabok' seseorang. Tri Yulianto pun  meminta SBY untuk belajar dari pengalaman jika terus melakukan hal itu.

Dikatakan Tri Yulianto, dia tertawa saat mendengar dirinya dipecat dari Demokrat, terlebih setelah membaca putusan surat pemecatan.

"Itu tidak punya makna bagi saya, tidak punya arti sama sekali. Yang pertama kita tahu lah lobinya Pak SBY kalau mau nabok orang itu enggak bisa enggak pernah langsung," kata Tri Yulianto, sebagaimana dikutip PikiranRakyat-Bekasi.com dari Akbar Faizal Uncensored pada Sabtu, 6 Maret 2021.

Baca Juga: 6 Polwan Terlatih Diterjunkan Bantu Jaga Bumi Papua dari Serangan KKB, Berharap Pulang Selamat

Baca Juga: Dipercaya Jadi Ketua Dewan Pembina Demokrat versi KLB, Marzuki Alie: Inilah Jalan Tuhan, Saya Kembali

Baca Juga: Menyesal Pernah 'Kasih Hati' ke Moeldoko, SBY: Saya Mohon Ampun kepada Allah

Dikatakannya, SBY akan mengumpulkan DPD dahulu, seolah-olah desakan dan mengatakan 'sudahlah yang kader-kader itu mbalelo segala macam pengkhianat bla bla pecat'.

Diakuinya kalau dia maklum dengan hal itu, dia mengaku hormat dengan SBY dan tahu persis bagaimana tipe lobi dari SBY.

"Dia tidak pernah frontal selalu menggunakan pihak ketiga. Begitu saya baca SKnya, tahu enggak yang tanda tangan bukan seorang Ketua Umum, Pak Akbar, yang tanda tangan sekjen atas nama Ketua Umum. Ini lebih fair harusnya Ketua Umum dengan Sekjennya yang tanda tangan," ujar Tri Yulianto.

Baginya itu bukan persoalan dan tidak punya makna, dikatakannya bahwa dia mempunyai 3 Kartu Tanda Anggota (KTA), yakni KTA Budhisantoso, Hadi Utomo, dan Anas Urbaningrum.

Baca Juga: Menyesal Pernah 'Kasih Hati' ke Moeldoko, SBY: Saya Mohon Ampun kepada Allah

Dijelaskannya di dalam KTA Partai Demokrat tersebut tidak ada jangka waktu berlakunya jika memang ingin dicabut maka dia mempertanyakan mau yang mana dicabut.

"Bagi saya makanya saya punya tiga, tiga ini lah yang saya hargai, termasuk Pak SBY saya hormat tetapi saya tidak sempat bikin KTA yang dibuat Pak SBY. Saya pikir 3 ini sudah cukup," ucap Tri Yulianto.

Dia menyebut sejarah pertorehan Partai Demokrat ada di sosok tiga orang tersebut, di samping SBY, karena itu jika dipecat yang mana menjadi dasar sementara dalam KTA, yang tidak disebutkan masa berlakunya.

Menurutnya KTA itu berlaku seumur hidup, itu yang pertama. Sementara yang kedua, jika ingin dikatakan pengkhianat gerakan berkolaborasi bersama orang luar, Tri Yulianto kembali mengaku kalau dia tertawa.

Baca Juga: Beri Ucapan Selamat untuk Moeldoko, Ali Ngabalin: Semoga Beliau Bisa Pimpin Partai Demokrat

"Pertama saya ini Tri Yulianto tidak punya suara yang berhak mengusulkan Kongres Luar Biasa, yang punya suara adalah DPC, DPD, dan DPP," menanggapi tudingan sebagai salah satu pelaku pengusul KLB.

"Tri Yulianto di luar sistem, tapi masih bagian dalam Partai Demokrat, karena enggak mungkin lah saya keluar dari Partai Demokrat karena persoalan yang remeh," urainya.

Akan tetapi, disebutnya Partai Demokrat lama-lama keluar dari jalurnya sehingga dia secara otomatis terpanggil naluri politiknya.

Demokrat dibangun sebagai partai modern, partai terbuka, humanis, dan bukan partai keluarga, bukan bagian dinasti politik.

Baca Juga: KLB Ilegal 'Rampok' Partai Demokrat, Annisa Pohan: Upaya 'Pemerkosaan' Demokrasi Suatu Negara

"Itu komitmen awal, saya tahu persis, jadi saya berbicara sesuai sejarah partai ini. Persoalan ini nih hanya mengulang saja sejarah, Pak SBY harusnya belajar dari sejarah," ujarnya.

Dipaparkannya pertama ketika SBY, yang juga Presiden Republik Indonesia, terjadi Kongres pertama di Bali, saat itu SBY awalnya mendukung Sukartono.

Namun, nyatanya yang memenangkan Kongres di Bali adalah Hadi Utomo, yang ingin dikatakannya adalah SBY belajar dari pengalaman.

"Apa yang diinginkan SBY, termasuk menempatkan AHY sebagai ketua umum, itu tidak belajar dari pengalaman itu," ucap Tri Yulianto.

"Kita akan, dia akan kalah tiga kali insya Allah, apalagi saya ini orang yang terzalimi, dizalimi, insya Allah doa orang terzalimi itu, saya nggak pernah lepas dari tahajud, kita mengadu kepada Allah," ucap Tri Yulianto.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: YouTube Akbar Faizal Uncensored


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x