Pasalnya, kata dia, polemik ini akan menyeret nama Presiden Jokowi seperti halnya yang disampaikan kader Partai Demokrat dari kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Ketua Umum Partai Demokrat versi Kongres ke-5 yang digelar pada 15 Maret 2020, tahun lalu.
"Terlepas kumham akan memutuskan apa dari hasil KLB sudah layak lebih baik pak Moeldoko fokus di Partai dan mengundurkan dari jabatan KSP. Ini akan menyeret nama Presiden seperti tuduhan sebagian pengurus Partai Demokrat," kata Yunarto kepada Pikiran-Rakyat.com saat dihubungi melalui sambungan telepon, Sabtu, 6 Maret 2021.
Kata dia, bila Moeldoko tidak mengundurkan diri dari jabatan KSP maka yang terjadi fokus dia akan terbelah, sebagaimana diberitakan Pikiran-Rakyat.com dalam artikel berjudul, "Jabat Ketua Umum Demokrat Versi KLB Sumut, Moeldoko Diminta Lepas Jabatan KSP".
Satu sisi harus mengurus pemerintahan dan satu sisi lainnya mengurusi Partai Demokrat sebagai ketua umum yang kontroversial.
"Ketika dia menjadi Ketum Partai yang kontroversial ini akan menghabiskan banyak waktu secara hukum atau pun politik," katanya.
Menurutnya, Jokowi juga tidak perlu melakukan reshuffle atas Moeldoko. Justru Moeldoko lah yang harus sadar diri untuk mengundurkan diri.
"Saya pikir harusnya pak Moeldoko menyadari dirinya mengetahui beban kerjanya dikaitkan dengan ambisi pribadinya," kata dia.
"Harusnya kalau belajar dari Negara maju seperti Jepang dan Eropa Barat harusnya pak Moeldoko mengundurkan diri," katanya.