Ditegaskan Gatot, dengan niat demi tetap menjaga moral dan kehormatan dari prajurit TNI, dia ingin membuat garis batas yang tegas dalam kasus tersebut.
"Sebenarnya hampir saya tidak percaya akan kejadian dan beliau mau, mengapa? karena beliau adalah senior saya di akademi militer. Berarti beliau juga ikut membentuk saya, karena senior punya andil dalam juniornya. Kemudian beliau juga peraih adhi makayasa yang terbaik, dan saya pernah menjadi anak buahnya," ujarnya.
Dengan seluruh atribut yang melekat pada Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, dilanjutkan Gatot, sangat susah baginya untuk menduga kalau yang bersangkutan akan melakukan tindakan itu.
Ditegaskannya, dalam kesempatan ini, dia hendak menggaris bawahi apa yang dilakukan Moeldoko sama sekali tidak mencerminkan kualitas etika, moral, dan kehormatan yang dimiliki oleh seorang prajurit.
"Apa yang dilakukan bukan representasi dari kualitas etika, moral, dan kehormatan prajurit TNI, ingat ini," ucap Gatot.
Disebutnya Moeldoko adalah kekhususan, menurutnya hal ini penting dia sampaikan karena jika tidak bagaimana nasib etika, moral, dan kehormatan prajurit TNI selama ini.
Dia tak ingin karena tindakan satu orang akan menjadi sebagaimana peribahasa, karena nila setitik rusak susu sebelanga.
"Karena adanya perilaku vulgar dan terbuka yang melewati batas moral dan etika, kehormatan yang dilakukan mantan Prajurit TNI. Semua prajurit atau purnawirawan TNI dianggap memiliki karakter dan perilaku yang melewati batas. Itu jangan sampai kondisi moral TNI menjadi terdegradasi karena tindakan seorang mantan Panglima TNI." kata Gatot Nurmantyo.***