Soroti Persidangan HRS, Natalius Pigai: Pantaskah Hakim Disebut Yang Mulia Jika Tak Beri Keadilan?

- 20 Maret 2021, 22:37 WIB
Aktivis HAM Natalius Pigai soroti persidangan Habib Rizieq Shihab terkait kasus kerumunan massa.
Aktivis HAM Natalius Pigai soroti persidangan Habib Rizieq Shihab terkait kasus kerumunan massa. /Instagram.com/@natalius_pigai

PR BEKASI - Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menyoroti persidangan Habib Rizieq Shihab terkait kasus kerumunan massa di Petamburan, Jakarta Pusat, dan Megamendung, Bogor.

Natalius Pigai menilai, aparat penegak hukum telah memperlakukan Habib Rizieq secara tidak adil, lantaran Majelis Hakim menolak permintaan Habib Rizieq untuk mengikuti sidang secara offline.

Padahal menurut Natalius Pigai, yang paling mulia di dunia ini adalah keadilan. Sehingga dia mempertanyakan apakah masih pantas seorang Hakim disebut Yang Mulia, jika tiga tidak memberikan keadilan bagi Habib Rizieq sebagai terdakwa.

"Yang paling mulia di dunia ini adalah keadilan. Pantaskah Hakim disebut Yang Mulia jika tidak memberi keadilan bagi terdakwa?," kata Natalius Pigai, yang dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari cuitan Twitter @NataliusPigai2, Sabtu, 20 Maret 2021.

Baca Juga: Sindir 'Pemain Tua' Generasi Penikmat, Jansen Sitindaon: Bawa Begal dari Luar, Nyalon Ketua PSSI Aja Kalah

Baca Juga: Geram dengan Ulah Ruhut Sitompul, Andi Arief: Semoga Jokowi Angkat Dia Jadi Direksi PLN Bagian Pegang Setrum

Baca Juga: Amien Rais Sebut Rezim Jokowi Ingin Genggam Kekuasaan Setotalitas Mungkin: Zaman Pak Harto Aja Tak Seperti Ini

Menurutnya, memperlakukan terdakwa secara tidak adil akan berakhir pada keputusan yang tidak adil juga.

"Memperlakukan terdakwa secara tidak adil (injustice) akan berakhir pada keputusan yang tidak adil," ujar Natalius Pigai.

Sebelumnya, dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur pada Jumat, 19 Maret 2021 kemarin, Habib Rizieq mengatakan bahwa dirinya tidak bersedia disidang secara online, dan meminta persidangan dilakukan secara offline.

"Saya sebagai terdakwa tidak bersedia disidang secara online. Maaf, beribu maaf, karena ini menyangkut nasib saya," kata Habib Rizieq.

"Saya sudah tiga bulan dipenjara, saya ingin pengadilan ini berjalan secara fair dan saya mendapatkan hak saya dalam kebebasan untuk hadir di ruang sidang," sambungnya.

Baca Juga: Soal Ucapan 'Selingkuh Sebagian dari Iman', Mayangsari: Gak Munafik, Memang Iman Saya Kurang Baik

Habib Rizieq lantas mempertanyakan kenapa dirinya terkesan dihalang-halangi untuk hadir di ruang sidang dengan alasan protokol kesehatan, tapi para jaksa yang jumlahnya puluhan justru diizinkan.

"Kalau jaksa dan penuntut umum beramai-ramai jumlahnya lebih dari dua puluh orang bisa hadir di ruang sidang, kenapa saya seorang diri harus dihalang-halangi untuk hadir di ruang sidang?," ujar Habib Rizieq.

Oleh karena itu, Habib Rizieq memohon pada Majelis Hakim agar dirinya dihadirkan di ruang sidang, dan dia pun akan mengikuti persidangan dengan baik sampai vonis dijatuhkan padanya.

"Saya tetap memohon untuk bisa dihadirkan di ruang sidang, dari awal sidang sampai akhir keputusan nanti," kata Habib Rizieq.

Baca Juga: Dituduh Pansos dan Mata Duitan karena Tanding dengan Dewa Kipas, Irene Sukandar: Saya Ini Atlet, Bukan Artis

Namun, permintaan Habib Rizieq itu ditolak oleh Majelis Hakim karena dinilai akan memancing kerumunan dan kembali melanggar protokol kesehatan Covid-19.

Habib Rizieq akhirnya melakukan walk out dan meminta Majelis Hakim melanjutkan sidang tanpa kehadirannya, dan mengatakan bahwa dia ikhlas dan rida terhadap vonis yang ditetapkan Majelis Hakim padanya.

Diketahui, dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membeberkan sejumlah bukti ajakan Habib Rizieq kepada masyarakat untuk menghadiri acara Maulid Nabi Muhammad SAW dan pernikahan putrinya di Petamburan, Jakarta Pusat.

Atas perbuatannya, Habib Rizieq pun didakwa dengan pasal berlapis dalam kasus kerumunan massa tersebut, di antaranya Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, atau Pasal 14 Ayat 1 UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, atau Pasal 216 Ayat 1 KUHP.***

Editor: Rika Fitrisa


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x