Sembako Bakal Kena PPN, Peneliti: Bisa Ancam Ketahanan Pangan, Terutama Masyarakat Berpendapatan Rendah

- 10 Juni 2021, 11:22 WIB
Ilustrasi kebutuhan pokok di pasar tradisional Jawa Barat.
Ilustrasi kebutuhan pokok di pasar tradisional Jawa Barat. /Kemenkeu.go.id

PR BEKASI - Wacana pemerintah yang akan mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap barang kebutuhan pokok atau sembako santer dibicarakan publik.

Tak hanya para politisi, peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta juga turut mengkritiki wacana sembako yang bakal dikenai PPN tersebut.

Menurutnya, rencana pengenaan skema PPN terhadap sembako bisa mengancam ketahanan pangan masyarakat, terutama yang pendapatannya rendah.

Baca Juga: Viral dengan Cara Tak ‘Terhormat’, Dewi Perssik ke Denise Chariesta: Mungkin Kalau Kaya Gitu Gak Makan

"Pengenaan PPN pada sembako mengancam ketahanan pangan, terutama bagi masyarakat berpendapatan rendah," kata Felippa dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara, Kamis, 10 Juni 2021.

Selain itu dirinya juga menuturkan bahwa pangan memiliki kontribusi besar pada pengeluaran rumah tangga.

"Dan bagi masyarakat berpendapatan rendah, belanja kebutuhan pangan bisa mencapai sekitar 56 persen dari pengeluaran rumah tangga mereka," tuturnya.

Baca Juga: Politisi PKS Ingatkan Soal Ancaman 'Ledakan' Bom Waktu Utang BUMN yang Ancam Perekonomian Nasional

Oleh sebab itu, lanjut dia, pengenaan pajak PPN pada sembako akan sangat memberatkan bagi masyarakat yang memiliki pendapatan rendah.

Terlebih, kata dia, PPN yang ditarik atas transaksi jual-bel barang dan jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada akhirnya akan dibebankan pengusaha kepada konsumen.

Berdasarkan Economist Intelligence Unit's Global Food Security Index, ketahanan pangan Indonesia saat ini berada di peringkat 65 dari 113 negara.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Aries dan Taurus Hari Ini 10 Juni 2021: Sudah Waktunya untuk Kamu Memanjakan Diri

Salah satu faktor di balik rendahnya peringkat ketahanan pangan Indonesia ini adalah masalah keterjangkauan.

Menurut Felippa, keterjangkauan pangan yang menurun dengan sendirinya akan mendorong lebih banyak lagi masyarakat berpenghasilan rendah ke bawah garis kemiskinan.

Secara lebih umum lagi kenaikan harga akan mendorong inflasi dan mengurangi daya beli masyarakat. Dengan daya beli yang menurun, masyarakat akan mengurangi belanja.

Padahal, lanjut Felippa, belanja rumah tangga, bersama konsumsi pemerintah, merupakan komponen pertumbuhan ekonomi negara yang relatif dapat didorong oleh pemerintah dalam jangka pendek untuk memulihkan perekonomian nasional di saat-saat sulit seperti sekarang ini.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x