Green Peace: RUU Omnibus Law Abaikan Dampak Kerusakan Lingkungan Hidup

- 20 Februari 2020, 17:05 WIB
SEJUMLAH buruh mengikuti aksi unjuk rasa menolak RUU Omnibus Law di Depan Istana Merdeka, Jakarta, belum lama ini. * ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/pd.
SEJUMLAH buruh mengikuti aksi unjuk rasa menolak RUU Omnibus Law di Depan Istana Merdeka, Jakarta, belum lama ini. * ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/pd. /ASPRILLA DWI ADHA/ANTARA FOTO

Hal ini menurutnya beresiko mengabaikan dampak kerusakan lingkungan hidup yang tidak bisa diprediksi, dipantau dan ditanggulangi.

Baca Juga: UNAIDS Sebut Pasien HIV di Tiongkok Berisiko Kehabisan Obat AIDS Akibat Virus Corona

“Masyarakat harus tetap terlibat dalam pengambilan keputusan sebab jika terjadi kerusakan lingkungan mereka yang pertama terkena dampaknya, selain itu hilangnya Izin lingkungan akan menghilangkan hak masyarakat dalam mengajukan keberatan dan upaya hukum yang selama ini menjadi alat kontrol keputusan-keputusan yang berkaitan dengan lingkungan,” tambahnya.

Selain itu, menurut Juru Kampanya Iklim dan Energi, Satrio Swandiko, industri batu bara yang melakukan kegiatan pemanfaatan dan pengembangan akan mendapatkan perpanjangan izin sampai seumur tambang, yang artinya menurut Asep, mereka bisa mengeruk batu bara tersebut sampai habis.

“Kepentingan industri batu bara sudah jelas banyak bermain dan diakomodir pemerintah dalam pembentukan rancangan undang-undang ini”, ungkap Satrio.

Baca Juga: Jumlah Penyebaran Virus Corona Meningkat, KBRI Seoul Imbau WNI Tingkatkan Kewaspadaan dan Perhatikan Kesehatan

RUU Cipta Kerja juga akan membebaskan keharusan membayarkan royalti untuk industri batu bara yang melakukan peningkatan nilai tambah, bisa berupa proses gasifikasi dan batu bara cair yang digadang-gadang oleh beberapa pihak masuk dalam definisi Energi Baru dalam kerangka Energi Baru Terbarukan yang saat ini oleh Pemerintah dijadikan sebagai salah satu cara menurunkan emisi karbon di sektor energi.

Atas keputusan pemerintah tersebut, Greenpeace Indonesia menilai hal ini akan menjadi kebohongan besar komitmen perubahan iklim pemerintahan Jokowi, apabila target EBT 23 persen memasukkan batu bara di dalamnya. Batu bara bukanlah produk ramah lingkungan dengan emisi karbon rendah.

“Batu bara telah meninggalkan jejak kerusakan lingkungan dari hulu ke hilir. Ironis sekali, Omnibus Law justru mendorong hilirisasi batubara dengan memberi semua keistimewaan yang tidak oleh energi terbarukan yang sudah jelas bersih”, kata Satrio.***

Halaman:

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: Green Peace


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah