Perppu 1 Tahun 2020 Terbit, DPR Khawatir BI Terancam Seperti 1998

- 2 April 2020, 20:45 WIB
ANGGOTA Komisi XI DPR Heri Gunawan yang khawatir kondisi Bank Indonesia saat ini.
ANGGOTA Komisi XI DPR Heri Gunawan yang khawatir kondisi Bank Indonesia saat ini. /DPR RI/

PIKIRAN RAKYAT – Presiden Joko Widodo terus mendesak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2020.

Desakan tersebut berbuah hasil pada 31 Maret 2020 lalu saat Kementerian Hukum dan HAM resmi menerbitkan Perppu tersebut.

Perppu Nomor 1 tahun 2020 memuat isi tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19.

Namun Perppu tersebut mendapat sorotan tajam dari salah satu Anggota DPR RI yakni Heri Gunawan.

Baca Juga: Tak Disukai Publik Argentina, Paulo Dybala Bela Cristiano Ronaldo 

Heri menilai Perppu tersebut bisa membahayakan posisi Bank Indonesia karena berpotensi disusupi oknum tak bertanggung jawab yang bisa membobol keuangan negara.

“Perppu ini perlu diwaspadai karena pada pasal 27 ayat 1, 2, dan 3 bisa dimanfaatkan oleh penumpang gelap untuk membobol uang negara tanpa bisa dijerat hukum,” tuturnya dikutip Pikiranrakyat-bekasi.com dari DPR.

Dalam pasal 27 ayat 1 memuat aturan bahwa seluruh uang yang dikeluarkan untuk menanggulangi pandemi termasuk biaya ekonomi bukan bagian dari kerugian negara.

Pada ayat 2 menyebut semua pejabat keuangan memiliki kekebalan hukum. Sedangkan ayat 3 mengatur tentang kebijakan keuangan yang dikeluarkan berdasarkan Perppu tersebut bukan merupakan objek gugatan di Peradian Tata Usaha Negara (PTUN).

Baca Juga: KABAR BAIK, 21.000 WNI di Jerman Dikabarkan Aman dari Virus Corona 

Dalam Perppu Nomor 1 tahun 2020 tersebut juga mencatat pemerintah menyiapkan anggaran stimulus sebesar Rp 405,1 triliun.

Rinciannya yaitu Rp 75 triliun untuk bidang kesehatan, Rp 110 triliun untuk jaring pengaman sosial, Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat, sert Rp 150 triliun lainnya dialokasikan untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi sosial.

Anggaran stimulus tersebut berasal dari saldo anggaran lebih, dana abadi, dana badan layanan umum, dan pengurangan penyertaan modal negara di BUMN.

Heri mengungkapkan berdasarkan catatan terakhir saldo anggaran lebih yang dimiliki pemerintah hanya senilai Rp 160 triliun.

Baca Juga: Betah di Rumah Lawan Corona, Atur Ulang Ritme Hidup Bersama Keluarga 

Untuk menutupi kebutuhan anggaran stimulus lainnya, pemerintah berencana meminta Bank Indonesia untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar primer.

Padahal dalam Undang-undang, Bank Indonesia jelas-jelas dilarang untuk melakukan pembelian SBN di pasar primer.

Namun dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 menyebut Bank Indonesia diperbolehkan melakukan kebijakan yang bertentangan tersebut.

“Aturan yang memperbolehkan Bank Indonesia bisa membeli SBN di pasar primer sangat membahayakan. Selama ini BI hanya diperbolehkan membeli SBN di pasar sekunder,” tutur Heri.

Maka dari itu adanya Perppu tersebut berpotensi disalahgunakan.

Baca Juga: Betah di Rumah Lawan Corona, Dengarkan Alunan Musisi-musisi Indie 

Heri memberi contoh kondisi yang membahayakan posisi Bank Indonesia seperti yang terjadi pada kasus BLBI saat krisis moneter pada tahun 1997-1998 lalu.

Heri menuturkan saat kasus BLBI, uang Bank Indonesia dikuras untuk meningkatkan stabilitas perbankan yang disebut-sebut mengalami rush.

Namun faktanya, cara tersebut merupakan bagian dari tipu daya pengelola bank demi mendapatkan dana segar guna menyelamatkan perusahaannya.

Selain itu Perppu tersebut juga tidak mengatur masa berlaku, maka berkaca pada kasus BLBI, Heri mengaku khawatir kejadian tahun 1997-1998 akan kembali terulang akibat oknum yang menunggangi BI dengan diterbitkannya Perppu Nomor 1 tahun 2020.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: DPR RI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x