Timbulkan Kerugian Besar, Indonesia Jadi Target Serangan Ransomware Terbesar Kedua di ASEAN

- 3 September 2020, 14:22 WIB
Ilustrasi hacker.
Ilustrasi hacker. /Pixabay/geralt

 

 

PR BEKASI - Kasus WannaCry yang pernah menimpa negara-negara di dunia melumpuhkan banyak pihak, mulai dari pemilik usaha, pemerintah, individu, hingga rumah sakit.

Melalui Ransomware, pelaku menginfeksi komputer korban dan melakukan enkripsi untuk mengacak data komputer korban dengan kode yang hanya diketahui oleh pelaku.

Kemudian korban tidak bisa mengakses komputer atau data miliknya hingga diharuskan melakukan transfer sejumlah uang atau tebusan, guna bisa akses kembali perangkat milik mereka.

Baca Juga: Akui Kesulitan Cari Calon Pemimpin, Megawati Soekarnoputri: Kenapa Rakyat di Sumbar Belum Suka PDIP?

Penyerangan yang terjadi secara global itu menimbulkan sejumlah kerugian dan kepanikan.

Walaupun kejadian itu telah lama terjadi, namun sebetulnya jika merujuk data Kaspersky, serangan dengan ransomware tetap terus ada.

Bahkan jika merujuk data terbaru Kaspersky, diketahui Indonesia menjadi target serangan terbesar nomor dua di Asia Tenggara.

Sedangkan untuk posisi pertama, negara yang paling banyak diserang ransomeware adalah Vietnam dan urutan ketiga terbanyak mendapat serangan adalah Thailand.

Baca Juga: Sekeluarga Dinyatakan Positif Covid-19, Dwayne 'The Rock' Johnson: Saya Kena dari Sahabat Sendiri

Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara, Territory Channel Manager untuk Indonesia di Kaspersky, Dony Koesmandarin, dalam konferensi pers virtual, Rabu 2 September 2020 mengatakan, Asia Tenggara pada H1 2020, terdeteksi sebanyak 831.105 ransomware yang bisa diblok Kaspersky. Sedangkan khusus Indonesia sendiri, tercatat 298.892 ransomware.

Dengan data itu, Dony menyimpulkan bahwa ini bukanlah hal yang sederhana, melainkan banyak serangan.

Negara Asia Tenggara lain, Vietnam di urutan tertinggi, yaitu 385.316 serangan ransomware, Thailand dengan 85.384 serangan ransomware.

Baca Juga: Mulai Hari Ini hingga Akhir September, Berikut Daftar Idola K-Pop yang 'Comeback'

Posisi selanjutnya, keempat hingga keenam ada Malaysia, Filipina, dan Singapura.

“Kenapa Indonesia begitu tinggi? Kita bicara tentang awareness, karena ketidaktahuan," ujar Donny.

Dalam kurun paruh pertama tahun 2020, terdapat lima besar ransomware seperti Trojan-Ransom.win32.Wanna, Trojan-Ransom.Win32.Stop, Trojan-Ransom.Win32.Cryakl, Trojan-Ransom.Win32.GrandCypt, Trojan-Ransom.Win32.Gen.

Baca Juga: Kapolda Metro Jaya Pantau Protokol Kesehatan Covid-19 di Dua Perusahaan di Cikarang Bekasi

Donny juga menambahkan, sebetulnya teknologi yang digunakan ransomware itu tidak spesifik malware canggih, menurutnya justru sederhana, namun memanfaatkan celah dari korban.

Ia mengatakan taktik yang digunakan masih sangat kuno seperti email phising, website yang terinfeksi program berbahaya, hingga software tidak diperbarui.

Untuk mengatasi ransomware, Dony menyarankan untuk mulai membuat cadangan data secara teratur.

Baca Juga: Edukasi Penanganan Covid-19, Pemkot Bekasi Gencar Tingkatkan Pengelolaan Informasi

"Antisipasinya back up jangan pada tempat yang sama. Data-data penting juga harus di-backup di tempat lain," ujar Dony.

Kemudian melakukan penyimpanan di tempat berbeda, seperti drive disk fisik yang terisolasi dari salinan lainnya pada cloud.

Selalu melakukan update software dan sistem informasi ke versi terbaru, agar tidak ada celah keamanan yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku.

Baca Juga: Salurkan 450.000 Ton Beras untuk 10 Juta KPM-PHK, Buwas: Realisasi Serap Gabah Petani akan Meningkat

Tips lain, menurut Fedor Sinitsyn dari Kaspersky Anti-Ransomware team, perlu sesegera mungkin mematikan perangkat.

Hal itu berguna untuk menghentikan serangan terhadap semua data yang akan dienkripsi pelaku, setidaknya bisa melindungi data yang belum disentuh oleh pelaku.

Dony juga tekankan untuk tidak membayar uang tebusan kepada pelaku jika terserang ransomware.

Baca Juga: Dipicu Kenaikan Dolar, Harga Emas Berjangka Anjlok ke Level Rp505.145 Per Ons

Sebab dari hasil riset Kaspersky, ditemukan sebanyak 20 persen korban ransomware yang membayar, tidak juga mendapatkan kembali file yang telah diambil atau disandera pelaku.

"Cyber crime juga perlu budget, kalau tidak punya uang dan tidak menghasilkan, maka juga tidak dapat beroperasi. Jadi tidak perlu bernegosiasi dengan mereka," ujar Dony.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah