Bambang juga mengatakan, luas kebun kopi Indonesia lebih luas dibandingkan luas kebun kopi Vietnam. Namun, Vietnam lebih maksimal mengembangkan kopinya hingga mampu menyalip Indonesia.
Bukan hanya itu, saat ini petani Indonesia masih menghadapi kendala pada lahan petani yang terbatas, dan masih menjadi tanaman sampingan saja.
Baca Juga: Ditangkap dan Dinyatakan Positif Konsumsi Narkoba, Reza Artamevia Minta Maaf
Selain itu, masalah juga timbul pada tahapan pascapanen, sehingga Kemenristek/BRIN melalui LIPI telah mengembangkan teknologi yang tepat untuk petani kopi.
"Salah satu program bantuan teknologi tepat guna yang dimotori oleh LIPI dilakukan di Kabupaten Sumba Barat Daya, dan program itu berhasil melahirkan produk kopi yang dinamakan Aroma Kopi Sumba, yang berhasil menyabet gelar juara kopi nasional di tahun 2017 dan 2018 lalu," tuturnya.
Dirinya juga berharap, agar perguruan tinggi seperti Universitas Jember ikut berperan dengan membentuk konsorsium multidisiplin dalam meneliti kopi yang melibatkan banyak pakar dari berbagai disiplin keilmuan, agar pengembangan kopi Indonesia semakin maju.
Baca Juga: Berita Duka, Ledakan di Masjid Bangladesh Tewaskan 20 Korban Jiwa dan Belasan dalam Kondisi Kritis
Hal serupa juga disampaikan Ketua Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) Irfan Anwar yang mengatakan, peningkatan produktivitas kopi perlu menjadi perhatian pemerintah, karena luasan kebun kopi Indonesia masih lebih besar daripada Vietnam.
Jika Indonesia memiliki luas 1,3 juta hektare, lanjut dia, Vietnam hanya memiliki 650 ribu hektare. Namun, produktivitas kebun kopi Vietnam masih lebih unggul, karena bisa menghasilkan 2,3 ton kopi per hektare, sedangkan di Indonesia maksimal hanya 700 kilogram saja.
"Tak heran, jika Vietnam melesat menjadi penghasil kopi nomor dua di dunia, dan produsen nomor satu dunia masih diduduki oleh Brazil, nomor tiga Kolombia, dan Indonesia ada di posisi nomor empat," kata Irfan Anwar.