Tetap Waspada, LIPI sebut Gempa dan Tsunami Raksasa Akan Terjadi secara Berulang-ulang

- 25 September 2020, 21:43 WIB
Pantai Pangandaran, Jawa Barat salah satu wilayah selatan Jawa yang pernah dilanda Tsunami pada 2006 lalu.* /BPBD Kab. Pangandaran/
Pantai Pangandaran, Jawa Barat salah satu wilayah selatan Jawa yang pernah dilanda Tsunami pada 2006 lalu.* /BPBD Kab. Pangandaran/ /

 

PR BEKASI – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mengungkapkan gempa dan tsunami raksasa akan terjadi secara berulang di jalur-jalur tunjaman lempeng.

Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Eko Yulianto mengatakan, tiap jalur lempeng tersebut memiliki masa perulangan mulai dari ratusan sampai ribuan tahun lamanya.

"Gempa dan tsunami raksasa akan terus berulang terjadi. Tiap-tiap jalur memiliki waktu perulangan ratusan hingga ribuan tahun," katanya Eko di Jakarta, Jumat, 25 September 2020.

Baca Juga: DN Aidit Jadi Perbincangan Warganet, dari Ucapan sang Putra hingga Disebut Keturunan yang Habaib

Tim Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI meneliti tsunami purba sejak 2006 di pantai Lebak, Pangandaran, Cilacap, Kutoarjo, Kulonprogo, dan Pacitan.

Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara, endapan tsunami berumur 300 tahun ditemukan di sepanjang pantai itu.

Di Lebak, tsunami tersebut mengendapkan batang-batang kayu di suatu rawa 1,5 km dari garis pantai.

Baca Juga: Berlama-lama Melayang di Langit, Air Canada Tawarkan Perjalanan Tanpa Batas Saat Pandemi

Di Pangandaran, diketahui tsunami yang pernah menggulung wilayah tersebut itu menghancurkan mangrove.

Penelitian di lokasi bandara baru Kulonprogo menemukan pasir yang kaya akan jasad renik penghuni laut dalam, foraminifera dan radiolaria.

Lokasi-lokasi endapan tsunami purba tersebut berada hingga 2,5 km dari garis pantai. Artinya, menurut Eko, tsunami merangsek daratan setidaknya sampai 2,5 km.

Baca Juga: Berlama-lama Melayang di Langit, Air Canada Tawarkan Perjalanan Tanpa Batas Saat Pandemi

Eko menuturkan, jika lempeng di selatan Jawa sepanjang 800 km bergeser, gempa magnitudo 9 dapat terjadi.

Sebagai gambaran, tsunami Aceh 2004 dipicu gempa magnitudo 9,1 akibat pergeseran lempeng sepanjang 1.300 km.

Tsunami Jepang 2011 dipicu oleh gempa magnitudo 9 akibat pergeseran lempeng sepanjang 500 km.

Baca Juga: Kasus Positif Kembali Cetak Rekor di Angka 4.823, Wiku Adisasmito Sebut 4 Kesalahan Masyarakat

Eko menuturkan dari hitungan hipotetik McCaffrey, yang merupakan seorang ahli geofisika Amerika, jalur subduksi selatan Jawa berpotensi memicu gempa magnitudo 9,6 yang berulang 675 tahun sekali.

Kalkulasi serupa untuk pantai barat Sumatera adalah 525 tahun, dari situ penelitian tsunami berhasil mengkonfirmasi hitungan hipotetik itu, bahwa tsunami serupa 2004 pernah terjadi 550 tahun lalu.

Sebagai perbandingan, tsunami Jepang 2011 pernah terjadi 1.142 tahun lalu, tercatat di suatu kitab kuno dan dikenal sebagai tsunami Jogan.

Baca Juga: Kasus Positif Kembali Cetak Rekor di Angka 4.823, Wiku Adisasmito Sebut 4 Kesalahan Masyarakat

Gempa magnitudo 9,5 di Chili tahun 1960 yang memicu tsunami raksasa juga pernah terjadi sebelumnya pada 1575.

Eko menuturkan, perlu menjadi perhatian bahwa hasil penelitian mutakhir endapan tsunami di dalam Gua Laut di Aceh selama kurun 7.400 tahun terakhir menunjukkan, perulangan tsunami dan gempa tidak benar-benar periodik.

Dalam satu periode waktu tertentu, diketahui tsunami lebih sering terjadi daripada periode lainnya.

Baca Juga: 3 Maskapai Penerbangan Bandel Langgar Protokol Kesehatan, Kemenhub Beri Denda Hingga Rp300 Juta

"Ini sebuah pesan kuat bahwa masyarakat harus senantiasa siap siaga sepanjang waktu guna menghadapi ancaman gempa dan tsunami," tutur Eko.

Eko mengatakan perlu mitigasi bencana dalam menyikapi potensi bencana yang ada di Indonesia.

Menurut dia, pengembangan wilayah pesisir selatan Jawa sebagai pusat-pusat perekonomian dipastikan akan meningkatkan risiko bencananya khususnya tsunami.

Baca Juga: Curigai Adanya Campur Tangan Partai Komunis Tiongkok, Australia Awasi TikTok

Oleh karenanya, dia mengatakan sudah selayaknya pemerintah menghitung ulang analisis risikonya sehingga upaya pengurangan risiko dapat dilakukan menyatu dengan segala kegiatan pembangunan.

Dengan demikian pembangunan tetap dapat dilakukan bukan saja berdasarkan atas asas manfaat namun juga di atas prinsip keberlanjutan.

"Bencana alam akan selalu berulang, menimbulkan kerugian harta dan jiwa sangat besar," tutur Eko.

Baca Juga: Usai Kenalan Lewat Hago dan Kencan Selama Dua Bulan, Pria Ini Tega Hamili Anak di Bawah Umur

Eko menambahkan, setiap kegiatan pembangunan harus menempatkan pengurangan risiko sebagai modalitas utamanya.

"Hasil analisis risiko lah yang dapat digunakan sebagai alasan apakah sebuah proyek pembangunan harus dihentikan, boleh dilanjutkan, atau boleh dilanjutkan dengan syarat," ujar Eko.

Penelitian yang diketuai Guru Besar bidang Seismologi di Institut Teknologi Bandung (ITB), Sri Widiyantoro menunjukkan ada potensi tsunami dengan ketinggian gelombang mencapai 20 meter di selatan Jawa.

Baca Juga: 5 Jenis Kucing Termahal di Dunia Tahun 2020, Kucing Kalian Kira-kira Urutan ke Berapa?

Menanggapi hasil riset ITB itu, Eko menuturkan hal serupa sudah sering dikemukakan beberapa tahun yang lalu oleh beberapa orang peneliti. Bahkan sejak 2008 oleh MccAffrey tentang potensi gempa dan tsunami di jalur subduksi selatan Jawa.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x