Sebut 'Mosi Tidak Percaya' Tak Ada Gunanya, DPR: Seruan Tersebut Ibarat Mimpi di Siang Bolong

- 14 Oktober 2020, 14:44 WIB
Ilustrasi para demosntran membawa spanduk bertuliskan "Mosi Tidak Percaya".
Ilustrasi para demosntran membawa spanduk bertuliskan "Mosi Tidak Percaya". /RRI/

PR BEKASI - Seruan "Mosi Tidak Percaya" terhadap pemerintahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah disampaikan dan dikampanyekan berbagai kalangan dari masyarakat Indonesia.

Hal tersebut merupakan bentuk penolakan terhadap pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja 5 Oktober lalu.

Namun, seruan "Mosi Tidak Percaya" tersebut dinilai ibarat mimpi di siang bolong.

Baca Juga: Sebut Untungkan UMKM, Anggota DPR Beberkan Beberapa Kemudahan yang Didapat dari UU Cipta Kerja

Anggota Komisi I DPR RI, Mayjen TNI (purn) TB Hasanuddin menegaskan, "Mosi Tidak Percaya" tidak akan mungkin mampu melengserkan Jokowi.

Sebab "Mosi Tidak Percaya" hanya berlaku di negara yang menganut sistem parlementer, sedangkan Indonesia menganut sistem presidensial bukan parlementer.

"(Apalagi) melihat komposisi koalisi fraksi-fraksi pendukung presiden di DPR, rasanya seperti mimpi di siang bolong kalau kemudian ada yang bercita-cita melengserkan presiden pilihan rakyat," ucap Hasanuddin dalam keterangan tertulisnya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari RRI, Rabu, 14 Oktober 2020.

Baca Juga: Diduga Langgar Protokol Kesehatan, Cristiano Ronaldo Positif Covid-19

Karena itu, menurut anggota Fraksi PDI Perjuangan ini, "Mosi Tidak Percaya" yang dikumandangkan oleh gabungan massa buruh dan mahasiswa tersebut sama sekali tidak akan mampu menggoyahkan kursi kepresidenan yang diduduki oleh Jokowi.

"Tidak mudah menurunkan presiden pilihan rakyat. Proses pemakzulan presiden cukup sulit," kata Hasanuddin lagi.

Lebih lanjut dia menjelaskan, sekalipun memiliki parlemen seperti MPR, DPR, dan DPD RI, masing-masing dari mereka memiliki perbedaan dengan tugas dari parlemen dengan sistem parlementer.

Baca Juga: Nasihati Lulusan STAN Tahan Godaan Uang, Menkeu: Kalian Akan Menjadi ASN yang Miliki Intergritas

Adapun, dalam politik di dalam negeri, pernyataan 'mosi tidak percaya' merupakan pernyataan tidak percaya dari DPR kepada kebijakan pemerintah. Hal itu merupakan perwujudan dari hak-hak DPR pasal 77 ayat 1 UU 27/2009 terkait penggunaan hak interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat.

Perlu diketahui, dari 9 partai yang masuk ke DPR RI, 7 partai diantaranya merupakan partai yang masuk ke jajaran pemerintahan.

Dengan demikian, Hasanuddin menegaskan, pemakzulan pemerintahan Presiden Jokowi tidak akan mungkin mampu dilakukan.

Baca Juga: Ritual Tolak Bencana Rebo Wekasan, Berikut Niat dan Tata Cara Salat Awwabin Magrib Ini

Kalaupun terjadi, diuraikannya bahwa mekanismenya yaitu DPR harus menggunakan hak menyatakan pendapat atas kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di dalam atau di luar negeri, terdapat dugaan presiden dan/atau presiden melakukan pelanggaran hukum atau pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, maupun tindakan tercela (UU MD3, pasal 79 ayat 4). Hak menyatakan pendapat ini diusulkan oleh minimal 25 orang anggota DPR, dan dua fraksi.

"Dan bila memenuhi persyaratan administrasi dapat dilanjutkan dalam sidang paripurna," ucapnya.

Adapun keputusan tersebut, sesuai UU MD3, pasal 210 ayat 1 dan 3, ditekankannya hanya akan sah bila dihadiri oleh minimal 2/3 dari jumlah anggota DPR dan minimal 2/3 dari jumlah itu menyetujuinya.

Baca Juga: Tak Dapatkan Pemiliknya, Polisi Justru Amankan Puluhan Sepeda Motor yang Ditinggalkan Demonstran

Selanjutnya, jika paripurna menyetujui, sesuai UU MD3, pasal 212 ayat 2, maka wajib dibentuk Panitia Khusus (Pansus) yang anggotanya terdiri dari semua unsur fraksi di DPR. Setelah itu, Pansus akan bekerja selama paling lama 60 hari.

"Hasilnya kemudian dilaporkan dalam rapat paripurna DPR," tuturnya.

Bukan hanya itu, setelah mendengarkan laporan Pansus, sebagaimana diatur dalam UU MD3, Pasal 213 ayat 1 dan Pasal 214 ayat 4, keputusan rapat paripurna dianggap sah bila anggota yang hadir minimal 2/3 dari jumlah seluruh anggota DPR dan disetujui oleh 2/3 anggota yang hadir.

Baca Juga: Vaksin Covid-19 Segera Tiba, Luhut Binsar Pandjaitan: Semoga November Ini Bisa Kita Terima

Kemudian setelah paripurna menyetujui, sesuai UU MD3, Pasal 215 ayat 1, hasil rapat harus dilaporkan ke MK disertai bukti dan dokumentasi pelengkapnya.

"MK kemudian bersidang, dan bila MK menyatakan terbukti maka DPR menyelenggarakan rapat paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MPR," katanya.

Kemudian, tambahnya, sesuai UU MD3, pasal 38 ayat 3, MPR lalu melakukan sidang aripurna untuk memutuskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden oleh DPR.

Baca Juga: Dianggap Spam dan Manipulatif, Twitter Blokir Akun Kampanye Donald Trump yang Akui Kulit Hitam

Selanjutnya keputusan MPR terhadap pemberhentian tersebut dinyatakan sah apabila diambil dalam sidang paripurna MPR yang dihadiri paling sedikit 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh paling sedikit 2/3 dari jumlah anggota yang hadir.

Untuk itu, Kang TB menekankan bahwa seruan "Mosi Tidak Percaya" yang bertujuan untuk melengserkan Jokowi, apalagi disertai dengan demo anarkis, dapat disangkakan pasal makar.

"Inilah demokrasi yang kita sepakati dan menjadi kesepakatan nasional yang harus kita taati bersama." ucapnya.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x