Sebut RUU Minol Bukan Usaha Islamisasi, Muhammadiyah: Banyak Negara Barat yang Sudah Mengatur Ketat

- 16 November 2020, 06:22 WIB
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti.*/ANTARA/Katriana/
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti.*/ANTARA/Katriana/ /

Karena konsumsi alkohol merupakan salah satu masalah yang berdampak buruk terhadap kesehatan, kejahatan, moralitas, dan keamanan.

Menurutnya, banyak tindak kejahatan, kecelakaan lalu lintas yang fatal, dan berbagai penyakit yang bermula dari konsumsi alkohol yang berlebihan disebabkan oleh pengaruh minuman alkohol.

Regulasi mengenai minuman beralkohol, minimal harus mengatur empat hal, di antaranya ketentuan kadar alkohol maksimal dalam minuman yang diperbolehkan.

Selanjutnya, kriteria batas usia minimal yang boleh mengonsumsi miras, tempat konsumsi yang legal, dan tata niaga/distribusi yang terbatas.

Baca Juga: Pertamina Nyaris Bangkrut karena Punya Utang Rp10 Miliar Hari ini, 15 November 1978

Sementara itu, Wasekjen Majelis Ulama Indonesia KH Rofiqul Umam Ahmad mendesak regulasi minuman beralkohol harus masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas.

Menurutnya, dalam pandangan Islam, minuman beralkohol merupakan induk dari segala kejahatan.

"Orang kalau sudah minum-minuman keras kemudian dia mabuk, bisa melakukan apa saja yang merusak dirinya, mengancam jiwa orang lain, termasuk melakukan kejahatan," kata Rofiqul Umam Ahmad.

Rofiq mengatakan, RUU Minol itu tidak untuk menguntungkan Islam saja, karena nantinya ada pengecualian penyesuaian untuk setiap agama dan kepercayaan.

Baca Juga: HRS Dinilai Ucapkan Kata Tak Pantas, Ketua PKPI: Bukan Penghinaan untuk Negara, tapi Seluruh Umat

Halaman:

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x