Sentil Ceramah Habib Rizieq, TGB: Politisasi Agama Bentuk Paling Buruk di Hubungan Agama dan Politik

- 20 November 2020, 06:20 WIB
Ketua Umum Dewan Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (PBNW) TGB (Tuan Guru Bajang) Muhammad Zainul Majdi mengingatkan terkait dampak politisasi agama.
Ketua Umum Dewan Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (PBNW) TGB (Tuan Guru Bajang) Muhammad Zainul Majdi mengingatkan terkait dampak politisasi agama. /ANTARA/HO/ANTARA

PR BEKASI - Ketua Umum Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar Cabang Indonesia, Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi mengingatkan bahwa politisasi agama untuk mendapatkan kekuasaan atau memenangkan kontestasi politik akan berdampak buruk dan berbahaya.

Hal itu dia sampaikannya dalam webinar Moya Institute bertema "Gaduh Politisasi Agama", Kamis, 19 November 2020.

Seperti yang diketahui, akhir-akhir ini pemberitaan terkait segala kegiatan dan juga ceramah yang disampaikan Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab kerap menarik perhatian publik.

Baca Juga: Kubah Lava Belum Terlihat, Magma Masih Terus Naik Ke Permukaan Kawah Merapi

Pro dan kontra pun terus bergulir dari berbagai kalangan. Pasalnya, ceramah yang terkadang berisi seruan keras, terkesan tengah menantang pemerintah itu, diduga adalah upaya menarik simpati masyarakat guna memenangkan kontestasi politik.

"Menurut saya, politisasi agama bentuk paling buruk dalam hubungan agama dan politik. Sekelompok kekuatan politik menggunakan sentimen keagamaan untuk menarik simpati, kemudian memenangkan kelompoknya. Menggunakan sentimen agama dengan membuat ketakutan pada khalayak ramai. Menggunakan simbol agama untuk mendapatkan simpati," kata TGB, yang dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara, Jumat, 20 November 2020.

TGB memaknai politisasi agama merupakan pemanfaatan agama untuk mendapatkan kekuasaan atau memenangkan kontestasi politik, atau agama jadi instrumen untuk mendapatkan hasil politik.

Baca Juga: Intoleransi dan Ektremisme Jadi Ancaman Dunia, Yenny Wahid: untuk Menangkalnya Libatkan Minoritas

Namun, Ketua Umum Dewan Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (PBNW) itu juga menilai, politisasi agama juga bisa baik kalau nilai-nilai mulia agama menjadi prinsip dalam berpolitik, sebagaimana yang dilakukan para pendiri bangsa ini.

"Maka politik menjadi hidup dan bagus karena ada nilai agama," kata mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.

Melihat kejadian akhir-akhir ini, TGB menilai ada kelompok tertentu yang mempolitisasi agama dengan tujuan politik, murni untuk mencapai kekuasaan.

"Kita perlu literasi, perlu penegasan bahwa politik bagian dari muamalah, politik bukan akidah," tegas TGB.

Baca Juga: Terkait Kehadiran di Bareskrim Polri Besok, Ridwan Kamil: Hanya Dimintai Keterangan, Bukan Diperiksa

Sementara itu, Intelektual Muhammadiyah yang juga Sekjen Dewan Masjid Indonesia (DMI) Imam Addaruqutni mencontohkan apa yang dilakukan Habib Rizieq merupakan bagian dari politisasi agama.

"Kalau Rizieq mungkin mengatakan bukan (politisasi agama). Tapi kalau kita mengatakan iya," kata Imam Addaruqutni.

Masih dalam forum yang sama, intelektual muda Nahdlatul Ulama (NU) Muhammad Cholil Nafis mengatakan, apa yang terjadi akhir-akhir ini bukan karena kegagalan NU dan Muhammadiyah dalam membimbing umat, tetapi lebih pada kegagalan orang yang ingin membawa isu liberal.

"Liberal ini melahirkan radikalisme. Yang kita hadapi ini buah dari proses liberalisasi. Jadi, jangan sampai kita menepi menjadi radikalisme. Bagaimana memasyarakatkan moderasi Islam agar orang tidak menepi ke kanan dan ke kiri," tutur Cholil.

Baca Juga: Habib Rizieq Dikabarkan Menghilang, FPI Rilis Kondisi Terbarunya

Sedangkan Direktur Moya Institute Hery Sucipto menegaskan bahwa negara harus hadir dan tegas melindungi segenap warganya termasuk menindak tegas kelompok yang memanfaatkan agama untuk kepentingan provokasi.

"Negara tidak boleh kalah," ujar Hery Sucipto.

Dia mengatakan, munculnya konservatisme dan militansi juga akibat adanya pembiaran terhadap kelompok intoleran yang dibungkus dakwah provokatif, padahal dakwah itu harus santun, tidak boleh mencaci, dan melukai pihak lain.

Selain itu, menurutnya, kerumunan massa yang dibungkus kegiatan keagamaan beberapa hari lalu tidak boleh terulang lagi, karena berbahaya bagi penanganan Covid-19.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x