Hari Sastra Indonesia Ditetapkan Berdasarkan Kelahiran Sastrawan Penulis 'Salah Asuhan'

3 Juli 2020, 12:53 WIB
Cover novel "Salah Asuhan" karya Abdoel Moeis *) /

PR BEKASI - Tanggal 3 Juli 1883 adalah hari kelahiran sastrawan Abdoel Moeis yang juga ditetapkan sebagai Hari Sastra Indonesia yang diperingati pada hari ini.

Abdoel Moeis adalah seorang sastrawan, wartawan, dan tokoh pergerakan yang pertama kali dianugerahi gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional oleh Presiden Soekarno pada 30 Agustus 1959.

Putra Minangkabau ini menghembuskan napas terakhir di Bandung pada 17 Juni 1959, jauh dari tempat kelahirannya di Bukittinggi, Sumatra Barat.

Baca Juga: Cek Fakta: Beredar Foto Uya Kuya Hipnotis Ma'ruf Amin

Sepak terjangnya sebagai tokoh pergerakan membuat pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan larangan keluar dari pulau Jawa.

Dikutip dari buku 'Pahlawan-Pahlawan Indonesia Sepanjang Masa' dari Didi Junaedi, Abdoel Moeis diasingkan oleh pemerintah Belanda ke Garut, Jawa Barat.

Kota itu sekaligus jadi tempat Abdoel Moeis menyelesaikan novel 'Salah Asuhan' salah satu karya terkenalnya.

Baca Juga: Kelamin Pria Dipasang Kembali Setelah Hampir 24 Jam Memotongnya dan Masih Berfungsi

'Salah Asuhan' terbit dalam bahasa Melayu pada 1928 di bawah penerbit Balai Pustaka.

'Salah Asuhan' juga diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul 'Never the Twain' oleh Yayasan Lontar pada 2010.

'Pemahaman Salah Asuhan' keluaran Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada 1985 mendeskripsikan 'Salah Asuhan' sebagai novel yang membahas pembauran serta benturan antara kebudayaan Timur dan Barat.

Baca Juga: Jelang Akhir Pekan Pertama Bulan Juli, IHSG dan Nilai Tukar Rupiah Dibuka Bervariasi

'Salah Asuhan' bercerita tentang Hanafi, pemuda Minangkabau yang berada di tengah pendidikan dan lingkungan yang menganut nilai-nilai dan sikap hidup orientasi Barat.

Pendidikan Barat yang salah membuat dia tak bisa membaur dengan bangsanya, tapi tidak pula diterima oleh kaum Barat.

Hanafi dianggap salah asuhan karena kebarat-baratan.

Baca Juga: Larang Penggunan Kantong Plastik, Anies Baswedan: Usaha Kita agar Jakarta Semakin Bersahabat

Hanafi dinikahkan dengan Rapiah, namun bercerai karena memilih untuk menjalin kasih dengan Corrie du Busse, seorang gadis Indo-Prancis.

Kehidupan rumah tangga Hanafi dan Corrie tidak harmonis dan Hanafi hidup dalam penyesalan.

Selain itu, dalam 'Di Balik Tirai Salah Asuhan' dari Syafi Radjo Batuah, karakter Corrie dalam novel yang diterbitkan dan dalam naskah aslinya sangat berbeda.

Baca Juga: Jadikan Upin Ipin Bahan Guyonan oleh Netizen, Malaysia Kecam Indonesia

Pada naskah asli, Corrie adalah gadis pesolek yang menyukai pergaulan bebas.

Lewat bujukan Tante Lien, mak comblang, ia bergaul intim dengan pemain orkes keroncong, menjual diri kepada seorang Arab kaya raya, hingga kapten kapal.

Ini jadi salah satu penyebabnya bercerai dengan Hanafi.

Baca Juga: Usai Perilisan Data Positif Pekerjaan di AS, Harga Minyak Dunia Lanjutkan Kenaikannya

Corrie terjerumus ke dalam dunia pelacur dan mati ditembak seorang langganannya.

Naskah ini ditolak, karakter Corrie ditulis ulang sebagai perempuan yang tidak tergoda bujukan Tante Lien, meski dia tetap dituduh selingkuh oleh Hanafi.

Corrie digambarkan sebagai korban fitnah, dia kemudian meninggal akibat kolera.

Baca Juga: Dinilai Masih Tahap Pemulihan Ekonomi, Depok Perpanjang Penghapusan Sanksi Administrasi PBB P2

'Salah Asuhan' kemudian diadaptasi menjadi film oleh sutradara Asrul Sani.

Film yang dirilis pada 1972 ini diubah latar belakangnya menjadi 1970-an.

'Salah Asuhan' juga hadir di layar kaca dalam sinetron berjudul sama arahan Azhar Kinoy Lubis.***

Editor: Billy Mulya Putra

Tags

Terkini

Terpopuler