Awalnya Hanya Mitos, Fenomena 'Petir Terbaik' Kini Dianggap Biasa dari Luar Angkasa

- 23 Januari 2021, 06:10 WIB
Ilustrasi petir terbalik yang menyambar bukan ke bumi tapi atmosfer.
Ilustrasi petir terbalik yang menyambar bukan ke bumi tapi atmosfer. /DTU Space/Mount Visual/Daniel Schmelling/Science Alert

PR BEKASI - Kilatan petir yang menyambar Bumi memang tidaklah aneh. Namun, nyatanya kilatan petir ternyata juga bisa terbalik dan menyambar ke atas langit atau ke arah atmosfer.

‘Petir Terbalik’ adalah sebuah fenomena spektakuler dan misterius yang terjadi di Bumi.

Fenomena itu teridentifikasi ketika para peneliti mengidentifikasi gerakan 'mirip roket' yang khas dalam rekaman video dari Pesawat Ulang-alik NASA sekitar tahun 1990.

Meski demikian, kini fenomena langka tersebut mungkin tidak sejanggal yang diduga sebelumnya.

Baca Juga: Bupati Sleman Disebut Positif Covid-19 dari Virus Vaksin Covid-19, Kemenkes Buka Suara 

Belakangan kilatan itu kini disebut 'jet biru'. Garis yang dihasilkan dikenali sebagai kilatan cahaya cemerlang yang berlangsung hanya beberapa ratus milidetik, saat kilat melesat ke atas dari awan menuju stratosfer.

Kita tidak dapat dengan mudah melihat fenomena ini di bawah awan tetapi bukan berarti ilmuwan tidak bisa mengamatinya.

Kini sekitar 400 kilometer di atas Bumi mengorbit Stasiun Luar Angkasa Internasional, dan untuk beberapa waktu, instrumen di atas kapal telah mengamati kilatan misterius petir terbalik ini.

Sejak dipasang pada 2018, observatorium Stasiun Luar Angkasa Eropa yang dilengkapi dengan sensor optik, fotometer, dan detektor untuk gamma serta radiasi X telah merekam lima kilatan biru dari atas awan badai, salah satunya diakhiri dengan semburan jet biru tinggi menuju stratosfer.

Baca Juga: Menegangkan! Pesawat Tempur Israel Tembakkan Rudal ke Suriah, Satu Keluarga Tewas 

Kilatan langka ini memberikan beberapa wawasan berharga tentang permulaan pelepasan misterius, menurut tim peneliti yang dipimpin oleh fisikawan Torsten Neubert dari Universitas Teknik Denmark.

Jet biru diperkirakan dimulai ketika puncak awan bermuatan positif bertemu dengan lapisan muatan negatif di batas awan dan lapisan udara di atasnya.

Hal ini diperkirakan menghasilkan gangguan listrik yang membentuk lintasan. Namun, lintasan konduktif itu tak terlihat dari udara yang terionisasi di sepanjang perjalanan petir.

Baca Juga: Benarkah 'Si Oyen’ Suka Mencari Masalah? Yuk Simak 5 Fakta Kucing Oranye Imut Ini

Namun, pemahaman tentang pemimpin jet biru sangat terbatas. Di sinilah data yang dianalisis oleh Neubert dan timnya mengisi kekosongan.

Pada tanggal 26 Februari 2019, observatorium Atmosphere-Space Interactions Monitor (ASIM) mencatat lima kilatan biru, masing-masing sekitar 10 mikrodetik, di puncak badai, tidak jauh dari pulau Nauru di Samudra Pasifik.

Salah satu kilatan ini menghasilkan pancaran biru, mencapai lapisan stratopause. Pada ketinggian sekitar 50 hingga 55 kilometer dari bumi.

Selain itu, observatorium mencatat fenomena atmosfer yang disebut ELVES (kependekan dari Emisi Cahaya dan gangguan Frekuensi Sangat Rendah karena Sumber Pulsa Elektromagnetik).

Baca Juga: Pemprov Jabar Intens Lakukan Vaksinasi Agar Ekonomi Lekas Pulih 

Lebih lanjut, kilatan petir itu menghasilkan emisi merah yang tampak samar dan sangat terbatas.

Namun menurut tim peneliti, hal itu menunjukkan bahwa kilatan tersebut sangat pendek dan terlokalisasi dibandingkan dengan kilatan petir yang berkembang saat kilatan menyambar tanah.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Science Alert


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x