Kenapa Profesor dan Dosen Rawan Kena Hoaks? Simak Solusi Peneliti soal Dunia Kampus

- 4 Mei 2022, 11:24 WIB
Ilustrasi hoaks, profesor dan dosen rawan jadi korban hoaks menurut peneliti.
Ilustrasi hoaks, profesor dan dosen rawan jadi korban hoaks menurut peneliti. /Pixabay/Viarami

PR BEKASI – Informasi hoaks merajalela saat ini dan bisa kita temukan bahkan di internet tempat kita mencari info.

Kita yang masih awam mungkin mengaggap wajar saat ada orang yang kurang berpendidikan tinggi terpapar hoaks.

Namun rasanya hal itu menjadi janggal saat hoaks justru disebarkan profesor dan dosen yang mengajar di perguruan tinggi.

Hal ini menjadi perhatian peneliti sekaligus dosen Universitas Mataram yakni Ahmad Junaidi belum lama ini.

Baca Juga: Aktris Senior Mieke Wijaya Meninggal Dunia, Sempat Dirawat 1 Bulan di RSPAD

Junaidi memberikan contoh dosen dan profesor yang pernah menyebarkan kabar tidak benar tersebut beberapa tahun lalu.

“Pada 2018, Tara Arsih, seorang dosen di Universitas Islam Indonesia (UII) menyebarkan hoaks tentang terbunuhnya seorang muazin (penyeru azan) di Jawa Barat, sebelum akhirnya diberhentikan kampusnya.

“Akhir tahun lalu, ada juga Henry Subiakto, seorang profesor di Universitas Airlangga (UNAIR), yang menyebarkan foto dengan narasi perang saudara di Irak yang juga salah,” ujarnya.

Alasan profesor dan dosen terpapar hoaks

Baca Juga: Kejutan One Piece 1049, Petunjuk Baru dari Oda, Yamato Tak Akan Jadi The Next Nakama Luffy

Junaidi lalu mengungkap alasannya, ia menyebutkan seputar banyaknya informasi yang tidak serta merta membuat kita bisa berpikir rasional.

“Akan tetapi, semakin tersebarnya informasi juga semakin memperbesar peluang tersebarnya misinformasi dan disinformasi,” katanya.

Hal ini pernah terjadi pada buku yang diterbitkan pada 1486, buku tersebut kala itu paling laris kedua setelah Injil.

Ironisnya buku itu meningkatkan kebencian dan pembuuhan terhadap perempuan yang dianggap penyihir.

Baca Juga: Mieke Wijaya Dikubur Satu Liang Lahat dengan Dicky Zulkarnaen, Permintaan Suami Dikabulkan

“Buku ini menunjukkan bahwa gencarnya revolusi informasi tidak selalu berbanding lurus dengan tercerahkannya publik,” ujar Junaidi.

Data dari eks Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan (Kemendikbudristek) Hilmar Farid dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) menyebut banyak doktor dan profesor jadi korban hoaks.

Bahkan banyak mahasiswa atau lulusan kampus yang percaya hoaks 3 kali lebih tinggi daripada lulusan SD ketika ditanya hoaks Presiden Jokowi pada Pemilu 2019 menurut peneliti Saiful Mujani dan Nicholas Kuipers yang menyurvei 14.000 orang lebih.

“Faktor utamanya adalah karena semakin banyak informasi di media sosial, semakin tinggi pendidikannya, dan semakin banyak terpapar di media sosial, semakin kuat polarisasi yang terbentuk dalam pandangan politiknya,” ujarnya.

Baca Juga: Jadwal Indonesia di Sea Games 2022, Waspadai Vietnam, Siap Bawa Pulang Emas

Solusi agar profesor dan dosen tidak terkena hoaks

Solusi menurut Junaidi adalah perlunya meredam fundamentalisme atau kembali pada apa yang diyakini, harusnya perguruan tinggi mendukung pola pikir rasionalitas.

Caranya adalah mengajarkan pola pikirTipe 2 yakni pemikiran yang lebh lambat dan reflektif dalam mengelola informasi.

Sementara itu pola pikir Tipe 1 cenderung berpikir otomatis, reaktif, dan cepat, yang tentu rawan menganggap hoaks terhadap apapun yang diserap.

Baca Juga: Nonton One Piece 1016 Sub Indo, Kelanjutan Cerita hingga Jam dan Tanggal Rilis

“Studi tahun 2021 di Inggris menemukan bahwa gaya berpikir rasional dan mendalam dalam Tipe 2 lebih mampu mengidentifikasi hoaks dan menolak teori konspirasi dalam wacana publik, termasuk misinformasi terkait Covid-19,” ujarnya.

Adapun tips mengajarkan pola pikir Tipe 2 adalah kampus menyediakan ruang diskusi terbuka, mengembangkan media sosial pembongkar hoaks, membuat forum digital komunikasi hasil penelitian dengan memperbanyak konten lokal.***

Editor: Akhmad Jauhari

Sumber: The Conversation


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah