Sementara, aplikasi tersebut belum tentu merupakan aplikasi yang digunakan untuk belajar daring selama ini.
“Kuota belajar dalam paket yang diberikan kepada para peserta didik berdasarkan apa spesifikasinya, apakah aplikasi yang sudah menjadi partner Kemendikbud ataukah semua aplikasi dapat dipergunakan dengan tidak terikat pada provider tertentu, sehingga peserta didik dapat memanfaatkan paket belajar,” tutur Retno.
Berdasarkan survey KPAI pada April 2020, terungkap bahwa PJJ secara daring didominasi penugasan melalui aplikasi WhatsApp, Email, dan media sosial lain seperti Instagram.
Baca Juga: Satgas Covid-19: Kami Tak Bisa Toleransi Aktivitas Politik Timbulkan Kerumunan dan Potensi Penularan
Artinya, peserta didik, atau guru dan dosen, perlu menggunakan kuota umum lebih banyak.
“Kalau misalnya peserta didik melakukan pembelajaran, tapi dari sekolah harus menggunakan aplikasi lain selain dari yang dipaketkan, itu berarti akan masuk ke kuota umum,” ucap Retno.
Merujuk pada hasil survey KPAI tersebut, maka kuota belajar berpotensi mubazir karena minim digunakan. Sebab, mayoritas guru justru lebih senang menggunakan aplikasi yang difasilitasi oleh kuota umum.
Baca Juga: Satgas Covid-19: Kami Tak Bisa Toleransi Aktivitas Politik Timbulkan Kerumunan dan Potensi Penularan
“Kalau kuota belajar minim pemakaiannya, padahal kuota besar. Maka hal ini perlu disiasati agar uang negara dapat dioptimalkan membantu PJJ daring, jangan malah menguntungkan providernya,” kata Retno.
Karena hal itu, dia pun mengusulkan agar penyedia layanan internet mengeliarkan kartu khusus untuk pelajar, dan penggunaannya dapat disesuaikan kebutuhan pembelajaran.