Gugur dalam Peristiwa G30S-PKI, Kisah Pierre Tendean Teman Bermain Sepeda Ade Irma Nasution

- 30 September 2020, 20:56 WIB
Kapten Pierre Andreas Tendean.
Kapten Pierre Andreas Tendean. /RRI./

PR BEKASI – Mengenang peristiwa G30S/PKI, tidak luput dari para pahlawan yang telah gugur atas peristiwa tersebut.

Termasuk pahlawan muda berdarah Indonesia dan Prancis, yakni Kapten Pierre Tendean yang kala itu diketahui turut gugur dalam peristiwa G30S/PKI.

Dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari buku ‘Sang Patriot: Kisah Seorang Pahlawan Revolusi - Biografi Resmi Pierre Andries Tendean’ pada Rabu, 30 September 2020, buku tersebut mengisahkan hari-hari terakhir Pierre Tendean sebelum wafat dalam peristiwa yang dinilai sadis tersebut.

Baca Juga: Kabar Gembira, LPDP Segera Buka Program Beasiswa Tahun 2020, Berikut Cara Pendaftarannya 

Pada Kamis, 30 September 1965, Pierre Tendean telah menelepon sang ibu di Semarang dan memberitahukan bahwa ia akan pulang di hari yang bersamaan dengan tepat ulang taun ibunya.

Namun, diketahui pada saat itu Pierre Tendean masih bertugas hingga pukul 15.00 WIB.

Selepas tugas, ia sudah mengambil cuti dan bermaksud pulang ke Semarang keesokan harinya yakni 1 Oktober 1965.

Sehingga, Pierre Tendean menghabiskan Kamis sore itu bermain dengan Ade Irma Suryani Nasution, putri Jenderal AH Nasution.

Pierre Tendean yang diketahui merupakan orang yang seringkali bermain dengan Ade Irma Suryani, ia juga tidak segan untuk mendorong-dorong sepeda Ade di halaman rumah.

Baca Juga: Ada Lebih Dari 5.000 Kasus, Tren Kejahatan di Indonesia Tunjukkan Penurunan Akhir September 

Kemudian, ia menerima kedatangan seorang wartawan dari surat kabar Sinar Harapan, Victor Sihite.

Kedatangan wartawan tersebut bertujuan untuk meminta foto pak Nas (sapaan Jenderal A H Nasution) sebagai ilustrasi di salah satu artikel menyambut hari ABRI.

Setelah itu, Pierre Tendean menjanjikan Victor untuk mengusahakan foto yang dimaksud dan meminta wartawan tersebut kembali esok hari.

Sementara adik ipar Pierre Tendean, Jusuf Razak suami dari sang adik Rooswidiati berkunjung untuk membahas rencana kepulangan mereka ke Semarang besok pagi (1 Oktober 1965).

Jusuf juga mengatakan bahwa ia kan menjemput Pierre pada pukul 06.00 WIB.

Baca Juga: RUU Bea Meterai Rp10.000 Diresmikan, Apakah Meterai Lama Masih Bisa Dipakai? Simak Aturannya 

Hingga menjelang petang, mereka bersenda gurau, Pierre yang kala itu penuh semangat terus saja membahas mengenai hubungannya dengan Rukmini kepada Jusuf.

Atas pembahasan tersebut, Pierre menyampaikan keinginannya agar semua keluarga Tendean dapat berkumpul bersama pada Desember 1965 di Medan.

Tujuannya yakni untuk berbagi kebahagiannya dengan Rukmini.

Selepas berpisah dengan adik iparnya tersebut, Pierre menerima telegram yang berbubuhkan sebuah alamat di Medan pada amplopnya, atas nama Rukmini.

Diketahui bahwa kepulangannya ke Semarang dinyatakan batal, karena pada 30 September 1965 malam hari terjadi penyerangan dan penculikan yang diketahui oleh pasukan Cakrabirawa terhadap sejumlah orang yang dianggap memiliki pengaruh penting terhadap negara, termasuk dirinya sendiri.

Baca Juga: Perawat Ade Irma Suryani Nasution: Saya Saksikan Penyerangan terhadap Keluarga Jenderal Nasution 

Peristiwa tersebut dinilai sadis hingga menewaskan sejumlah orang yang telah dianiaya hingga dikubur dalam sau lubang secara bersamaan, kini disebut dengan lubang buaya.

Pierre Tendean menjadi salah seorang yang dinyatakan wafat pada peristiwa tersebut.

Bukan hanya itu, putri Jenderal A H Nasution yakni Ade Irma Suryani Nasution yang dalam kesehariannya dinilai dekat dan sering bermain dengan Pierre juga wafat karena tiga peluru dari pasukan Cakrabirawa menembus punggungnya.

Hingga saat ini diketahui pihak keluarga dari Pierre Tendean masih sering menerima wawancara bahkan mengunggah kisah Pierre di sosial media.***

Editor: M Bayu Pratama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x