Internet Sebabkan Matinya Kepakaran, Nahdlatul Ulama Disebut Telah Jalankan Solusinya

- 7 Maret 2022, 10:24 WIB
Berikut kata Robikin Emhas tentang fenomena matinya kepakaran akibat internet dikaitkan dengan Nahdlatul Ulama.
Berikut kata Robikin Emhas tentang fenomena matinya kepakaran akibat internet dikaitkan dengan Nahdlatul Ulama. /Dok. Forum Indramayu Studi dan PMII Komisariat FISIP Cabang Ciputat..

PR BEKASI – Dunia internet disebut-sebut telah menyebabkan matinya kepakaran (keahlian) seseorang.

Istilah “matinya kepakaran” tentu tidak asing lagi karena tertuang dalam buku yang ditulis Tom Nichols.

Penulis asal Amerika Serikat itu menulis buku “The Death of Expertise” (Matinya Kepakaran) pada 2017 lalu.

Buku tentang matinya kepakaran itu telah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia, dikutip Pikiran-rakyat.Bekasi.com dari laman Gramedia.

Baca Juga: Efek Serangan ke Ukraina, Kucing Rusia Dilarang Ikut Perlombaan Internasional

Tom Nichols menyatakan dampak internet bisa menyebabkan semua orang bisa berbicara hingga mengeluarkan opini.

Itu artinya kepakaran seseorang yang disebut layak berbicara atau beropini tersebut pun menjadi hilang.

Pasalnya ada semakin banyak orang yang bisa melakukan itu, hal ini juga yang diperhatikan Robikin Emhas, Staf Khusus Wapres RI.

Anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI tersebut menyatakan meski begitu, tidak semua orang bisa menjadi pakar.

Baca Juga: Pemerintah Arab Saudi Mengaku Siap Untuk Adakan Ujian Tatap Muka Bagi Siswa Sekolah Dasar

“Yang pasti di era disrupsi adalah bahwa persaingan bidang-bidang profesional makin tidak linier,” tutur Robikin Emhas.

Menurut Robikin, di antara dampak internet adalah munculnya kajian pengetahuan atau agama di media sosial hingga pendidik yang bisa menjadi inspirator.

“Pelajaran-pelajaran keagamaan mengenai akhlak, empati, dan ajaran-ajaran pokok lainnya mungkin mudah diperoleh lewat potongan-potongan ceramah keagamaan yang ada di media sosial. Namun tidak dengan keteladanan,” katanya.

Terkait kepakaran dalam bidang agama, Robkin menyatakan kaum Nahdlatul Ulama justru telah menjaga hal tersebut.

Baca Juga: Misteri One Piece 1043, Kebangkitan Gomu Gomu no Mi Bisa Hancurkan Red Line, Alasan Luffy Ditakuti Gorosei

“Di kalangan NU, menjaga sanad merupakan metodologi penting untuk memastikan prinsip-prinsip keislaman yang kita pelajari dan praktikkan benar-benar tersambung dan sesuai dengan yang diajarkan Kanjeng Nabi Muhammad SAW,” tutur Robikin Emhas.

Contoh praktik menjaga kepakaran agama dalam NU adalah Bahtsul Masail yang bisa menjadi regenerasi ulama di NU, ada pula tabarrukan yang anti digitalisasi.

“Islam selalu menekankan pentingnya pembimbing dalam mendalami ilmu agama. Mengamalkan ilmu agama tanpa rujukan yang benar bisa mengantarkan kita pada kesesatan,” kata Robikin.

Robikin menganggap meski kita bisa mendapat pengetahuan dari internet, kita tetap membutuhkan pembimbing dan guru secara langsung.

Baca Juga: Kutuk Standar Ganda Terhadap Konflik Rusia-Ukraina, Berikut Kata Oposisi Suriah

“Literasi kita harus melompat jauh,” tuturnya dirangkum Pikiran-rakyat.Bekasi.com dalam webinar yang digelar Forum Indramayu Studi dan PMII Komisariat FISIP Cabang Ciputat beberapa waktu lalu.

Salah satu Ketua Panitia Muktamar ke-34 NU di Lampung itu lalu mengungkap praktik 3T dalam bermedia sosial.

Di antaranya adalah tidak langsung merasa paling tahu, tidak gegabah dalam menyebarkannya, dan tidak langsung menelan bulat-bulat saat mendapat informasi dari internet.***

Editor: Akhmad Jauhari

Sumber: Gramedia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x