Sri Mulyani Yakini Omnibus Law Bisa Mengeluarkan RI dari Jebakan Negara Berpendapatan Menengah

12 Oktober 2020, 15:40 WIB
Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani. /RRI /

PR BEKASI - Dalam Ekspo Profesi Keuangan yang diadakan secara virtual di Jakarta, Senin, 12 Oktober 2020, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan UU Omnibus Law Cipta Kerja bertujuan untuk meningkatkan dan mengentaskan Indonesia dari jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trap. 

Sri Mulyani meyakini hal tersebut karena undang-undang itu memberikan regulasi yang sederhana dan efisien.

“Menjadi negara yang efisien, memiliki regulasi yang simple dan memberikan kesempatan kepada seluruh rakyat untuk bisa berusaha secara mudah,” katanya seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara, Senin, 12 Oktober 2020.

Baca Juga: Pakar Hukum Sebut Aksi Demonstrasi Tolak UU Ciptaker Tidak Lagi Murni sebagai Aspirasi Rakyat

Menurut dia, dalam Omnibus Law Cipta Kerja yang memasukkan perpajakan sebagai salah satu klaster, memberikan insentif agar Indonesia mampu meningkatkan produktivitas, kreativitas dan inovasi.

“Karena kalau berbicara middle income trap, di situlah letaknya, efisiensi birokrasi, regulasi yang seharusnya disederhanakan,” ucapnya.

Salah satu insentif perpajakan yang dimuat dalam UU Cipta Kerja yang sudah disahkan DPR RI pada Senin, 5 Oktober adalah pembebasan pajak penghasilan (PPh) atas dividen yang didapatkan dari dalam dan luar negeri.

Baca Juga: Peneliti Ungkap 10 Kondisi Kesehatan Mental yang Mempengaruhi Generasi Milenial

Dalam konferensi pers pada Rabu, 7 Oktober 2020, dirinya menjelaskan dividen yang berasal dari luar negeri oleh pemilik Indonesia akan dibebaskan dari pajak jika ditanamkan dalam bentuk investasi ke dalam negeri.

Adapun ketentuan dalam UU Cipta Kerja adalah dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan paling sedikit sebesar 30 persen dari laba setelah pajak.

Kemudian, dividen dari badan usaha luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek harus diinvestasikan sesuai proporsi kepemilikan saham yang diinvestasikan di Indonesia kurang dari 30 persen dari jumlah laba setelah pajak di Indonesia. 

Baca Juga: Cegah Klaster COVID-19, Kementerian PPPA Susun 4 Hal Protokol Kesehatan Keluarga

Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani juga menampik jika klaster perpajakan dalam UU Cipta Kerja itu dikatakan muncul begitu saja karena melalui pembahasan pemerintah dan DPR yakni komisi dan badan legislasi.

Ia menyebut, beberapa aturan dalam Omnibus Law Perpajakan sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020 terkait penanganan sistem keuangan dampak COVID-19.

Salah satunya, lanjut dia, terkait pajak penghasilan (PPh) badan yang diturunkan menjadi 22 persen dari 25 persen mulai 2020-2021.

Baca Juga: Pemain Basket Terbaik Sepanjang Masa! LeBron James Bawa Lakers Raih Gelar Juara NBA yang ke-17

Selain itu, juga pajak pertambahan nilai (PPN) dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) khususnya penunjukan subjek pajak luar negeri (SPLN).

Beberapa aturan yang tidak masuk dalam UU Nomor 2 tahun 2020, dimasukkan dalam Omnibus Law Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja karena aturan ini juga untuk memberikan kemudahan dalam investasi.***

Editor: Puji Fauziah

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler