PR BEKASI – PDI Perjuangan menolak rencana kebijakan impor beras yang digaungkan oleh Menteri Perdagangan M. Lutfi.
Hal tersebut karena kebijakan impor berbanding terbalik dari perintah dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menyejahterakan rakyat, padahal bumi, alam, dan segala isinya harus diolah sebaik-baiknya.
Hal tersebut dikatakan oleh Sekjen DPP PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto dalam Webinar Repdem bertajuk “Impor Beras dan Garam: Adu Nasib Petani vs Pemburu Rente” di Jakarta, Kamis, 25 Maret 2021.
"Bagaimana untuk hal pangan seharusnya kita mampu bereproduksi sendiri, 75 tahun merdeka masa kita harus bergantung terus-menerus pada impor," katanya, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara.
Baca Juga: Jelang Bulan Ramadhan, Pemkab Bekasi Pastikan Pasokan Stok Sembako Tercukupi
Dengan sikap partai yang menurutnya selalu kritis terhadap kebijakan yang merugikan masyarakat, Hasto Kristiyanto juga mengaku banyak masyarakat yang menyebut PDI Perjuangan sebagai partai pemerintah rasa oposisi.
“Meski PDIP kritis soal impor beras, banyak yang menyebut PDIP partai pemerintah rasa oposisi. Yang disampaikan PDIP dalam konteks berdemokrasi yang sehat,” katanya.
Dirinya kemudian menjelaskan berbagai faktor yang membuat PDI Perjuangan menolak kebijakan impor beras.
Pertama, PDI Perjuangan memegang teguh perkataan dari Bung Karno menyampaikan bahwa bangsa Indonesia harus bisa berdiri di kaki sendiri (berdikari), termasuk dalam hal pangan.
"Sebelum membacakan teks Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945, Bung Karno menyampaikan pidato singkat yang intinya untuk berani meletakkan nasib bangsa dan Tanah Air di tangan kita sendiri," katanya.
Menurut dia, hanya dengan berani meletakkan nasib di tangan sendiri, maka Indonesia akan berdiri dengan kuatnya.
"Ini adalah suatu pernyataan politik di mana kita punya suatu mental berdikari dan itulah yang menjadi alasan mengapa Indonesia ini berdiri," kata Hasto Kristiyanto.
Lalu dari aspek legitimasi, kata dia lagi, kebijakan impor juga bertentangan karena upaya untuk menyejahterakan petani masuk di dalam Pancasila.
"Cita-cita kemanusiaan itu membebaskan manusia itu dari berbagai belenggu penjajah, termasuk mereka para pemburu rente yang ingin mengambil jalan pintas dengan melakukan impor, sesuatu yang seharusnya kita mampu memproduksi," katanya.
Sedangkan dari aspek konstitusi, tujuan pembentukan negara adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, termasuk kesejahteraan petani bukan kesejahteraan petani asing.
"Itu sangat jelas. Juga untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka pemimpin harus memahami tujuan dari bernegara, yaitu berpihak pada petani,” katanya.
“Kedaulatan petani dalam berproduksi harus dilindungi dan produksinya dinikmati oleh rakyat, tidak sedikit-sedikit terancam oleh kebijakan sepihak untuk melakukan impor," tambah Hasto Kristiyanto.***