Apa Itu Toxic Masculinity? Ditentang Harry Styles, Jadi Sebab Kekerasan Seksual ke Lelaki

18 Mei 2022, 14:02 WIB
Harry Styles melawan toxic masculinity dengan fesyennya. /Instagram @harrystyles

PR BEKASI – Berikut penjelasan toxic masculinity yang sering kali ditentang oleh penyanyi terkenal Harry Styles.

Harry Styles dikenal sering mengampanyekan perlawanannya terhadap toxic masculinity tersebut melalui fashionnya.

Beberapa waktu lalu eks member grup vokal One Direction itu melakukan pemotretan dengan media Vogue.

Ia terlihat memakai pakaian yang layak dikenakan perempuan, tentu dengan tujuan melawan stigma maskulinitas tersebut.

Baca Juga: 2 Tips Jitu agar Tak Kena Penipuan Lowongan Kerja Kata Wagub DKI Jakarta

Stigma itu dilawan untuk mengampanyekan bahwa lelaki juga boleh menangis, kalah, atau menjadi lemah meski bukan berarti mereka tidak boleh kuat sama sekali.

Hal itu menjadi penting mengingat maskulinitas adalah konstruksi yang dihadirkan masyarakat atau lingkungan, bukan dari dalam lelaki itu sendiri.

Belum lama ini stigma tentang maskulinitas itu disinggung oleh 3 peneliti saat membahas kekerasan seksual pada lelaki.

Menurut mereka, kasus kekerasan seksual juga rentan menimpa lelaki, bukan hanya perempuan sebagaimana yang diyakini sebagian orang.

Baca Juga: One Piece 1050, Kejutan dari Oda soal Topi Jerami, Akhirnya Luffy Kehilangan Mata Kirinya di Arc Wano

Para penliti tersebut adalah Abdullah Faqih (SMERU Research Institute), Intan Kusumaning Tiyas (mahasiswa master Erasmus University Rotterdam), dan Rizka Antika (International NGO Forum on Indonesian Development (INFID)).

Di antara contohnya adalah kasus pada Apri l2021, ada lelaki 16 tahun dirudapaksa oleh perempuan berusia 28 tahun.

“Pada tahun yang sama, publik kembali dihebohkan oleh kasus kekerasan seksual yang menimpa seorang laki-laki pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang dilakukan oleh rekan kerjanya yang juga sesama laki-laki.

“Delapan orang pelaku dipecat karena kasus tersebut. Sementara itu, korban masih menjalani proses penyembuhan dari depresi akut,” katanya.

Baca Juga: 6 Penyebab Stres yang Harus Dihindari Saat Bekerja, Salah Satunya Tidak Ada Keadilan

Hal sama juga terjadi pada kaum lelaki di ranah siber, salah satunay menimpa seorang komika Indonesia lewat direct message media sosialnya.

“Banyak data membuktikan bahwa perempuan dan anak merupakan kelompok yang paling rentan menjadi korban kekerasan seksual.

“Namun, contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa laki-laki juga bisa menjadi korban kekerasan seksual,” ujarnya.

Apa itu toxic masculinity?

Baca Juga: Info Loker: PT Karanganyar Indo Auto Systems Buka Lowongan Kerja Lulusan D3, Simak Posisi yang Dibutuhkan

Menurut ketiga peneliti di atas, toxic masculinity diyakini sebagai penyebab sulitnya kita percaya pada fakta bahwa lelaki bisa jadi korban kekerasan seksual.

“Budaya maskulinitas beracun (toxic masculinity) yang dilahirkan oleh masyarakat patriarki diyakini menjadi tabunya kenyataan bahwa laki-laki dapat menjadi korban kekerasan seksual.

“Budaya patriarki membangun konstruksi bahwa laki-laki merupakan sosok yang kuat, dominan, serta memiliki posisi tawar (bargaining position) dan kuasa (power) yang lebih atas perempuan, sehingga mustahil mengalami kekerasan seksual,” tuturnya.

Para peneliti itu menganggap sudah saatnya kita mengagendakan upaya pencegahan dan penghapusan kekerasan seksual pada semua gender, tak hanya perempuan.

Baca Juga: Tes IQ: Hanya Orang Jenius yang Bisa Lihat Anjing dalam Gambar Berikut! Apakah Kamu Termasuk?

Pasalnya saat perempuan dan anak-anak sudah memiliki saluran untuk melapor, hal sama tidak terjadi pada lelaki.

Rendahnya tingkat aduan lelaki terkait kasus tersebut bukan berarti tidak ada kasus sama sekali, sudah saatnya pembahasan ini diangkat ke permukaan.

“Glorifikasi sifat maskulin menjadi bumerang bagi laki-laki. Konstruksi sebagai mahluk superior membuat laki-laki korban kekerasan meragukan, bahkan menyangkal, pengalaman mereka sendiri.

“Sering kali mereka justru memperoleh stigma yang menantang maskulinitas mereka – dianggap payah, kurang macho, dan bukan laki-laki seutuhnya,” katanya.

Baca Juga: Jadwal Tayang Drama Korea Woori The Virgin Episode 5 dan 6: Jawab Kelanjutan Hubungan Kang Jae dan Oh Woo Ri

Ironisnya toxic masculinity ini semakin memperparah kondisi dengan selalu menganggap lelaki sebagai pelaku dan perempuan adalah korban kekerasan seksual, padahal tidak selalu seperti itu.

“Hal pertama yang dapat dilakukan laki-laki adalah meruntuhkan toxic masculinity, dengan sepenuhnya meyakini bahwa mereka sangat mungkin menjadi korban kekerasan seksual.

“Dengan demikian, laki-laki tidak akan ragu mencari tempat perlindungan dan ruang aman ketika menyadari dirinya menjadi korban,” tutur para peneliti.***

Editor: Akhmad Jauhari

Sumber: The Conversation

Tags

Terkini

Terpopuler