Pengamat Sebut Masalah Konflik Palestina-Israel Ada pada Kedua Pemimpin Negara

16 Mei 2021, 14:17 WIB
Pengamat menyebutkan bahwa masalah konflik yang tengah terjadi antara Palestina dan Israel ada pada kedua pemimpin tersebut. /Reuters


PR BEKASI - Pengamat dari laman berita The Guardian sebut konflik antara Israel dan Palestina muncul kembali secara tiba-tiba.

Kengerian pun terjadi, konflik Israel dan Palestina merupakan pengingat yang memalukan dari pengabaian krisis.

Hal itu terjadi lantaran konflik Israel dan Palestina hampir bersifat kriminal oleh komunitas internasional.

Sementara itu, tidak ada pembicaraan damai yang substantif selama lebih dari satu dekade.

Baca Juga: Jangan Pernah Bertanya Kenapa Indonesia Harus Bantu Palestina, Ustaz Adi Hidayat: Hei, Anda Tak Paham Sejarah!

Apa yang disampaikan oleh Presiden AS sebelumnya, Donald Trump, yaitu 'kesepakatan abad ini' adalah tipuan yang kejam.

Upaya yang sekarang sedang dilakukan untuk merekayasa gencatan senjata, atau apa yang disebut "ketenangan berkelanjutan".

Hal itu sama saja dengan menempelkan plester pada luka yang terasa dalam dan sudah lama bernanah.

Kisah pengabaian ini, yang memperkuat adanya ketidakadilan yang dimulai sejak perang Palestina tahun 1948, membuat ledakan kekerasan baru yang tak terelakkan.

Baca Juga: Palestina Tak Punya Fasilitas Perlindungan, Banyak Warga Gaza Meninggal di Rumah Akibat Serangan Udara Israel

Ini telah dimainkan di tangan para ekstremis di kedua sisi yang mencari kemenangan, bukan perdamaian serta mengancam masa depan Israel dan Palestina juga stabilitas regional.

Peristiwa dalam seminggu terakhir telah membuat prospek penyelesaian yang langgeng semakin jauh dari sebelumnya.

Serangan roket berkelanjutan yang dipasang oleh Hamas dari kubu Gaza, menargetkan Tel Aviv dan menembus jauh ke dalam negara itu.

Peristiwa tersebut telah mengejutkan dan membuat khawatir para pemimpin Israel.

Baca Juga: Mohamed Elneny Dukung Palestina, Arsenal Diprotes Penggemar Yahudi dan Sponsor Klub

Jadi, juga, ada kekerasan antarkomunitas yang mengadu domba Arab dan Yahudi Israel satu sama lain di banyak kota.

Patahan ini berpotensi sangat merusak dalam jangka panjang. Akan tetapi, aspek-aspek lain dari krisis ini sangat familiar.

Seperti dalam perang sebelumnya antara Israel dan Hamas, pada 2009, 2012, dan 2014, korban utama adalah warga sipil, termasuk banyak anak-anak.

Mengingat sumber daya Israel yang jauh lebih unggul, korban tewas dan kehancuran dirasakan secara tidak proporsional oleh orang-orang Palestina.

Baca Juga: Kecam Serangan Israel, Pemain Leicester Kibarkan Bendera Palestina saat Selebrasi Juara FA Cup

Seperti di masa lalu, kekerasan memperburuk perpecahan dan polarisasi politik, ibarat memberi makan narasi kebencian para ekstremis.

Keadaan ini tidak manusiawi, tidak dapat ditoleransi, tidak rasional dan sepenuhnya tidak dapat diterima.

Orang Yahudi dan Arab yang hidup berdampingan dapat dan harus berbuat lebih baik. Namun agar ini terjadi, kejujuran yang lebih besar sangat penting.

Disebutkan bahwa tidak ada gunanya berpura-pura, seperti yang dilakukan banyak orang di Israel, AS, Eropa dan lingkungan Arab, bahwa "masalah Palestina" entah bagaimana akan hilang dengan sendirinya. Tidak akan.

Baca Juga: Sebut Palestina Sama Berengseknya dengan Israel, Teddy Gusnaidi Minta Bantuan ke Palestina Dihentikan

Jadi, jujur saja. Benjamin Netanyahu tidak cocok menjadi perdana menteri Israel.

Penolakan de facto terhadap solusi dua negara yang didukung PBB, dukungannya untuk penyitaan atau aneksasi tanah Palestina di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, sikap diskriminatifnya terhadap orang Arab Israel, toleransinya terhadap agama neo-fasis dan pemukim sayap kanan.

Mahmoud Abbas, seorang tokoh yang didiskreditkan yang memimpin Otoritas Palestina, bukanlah pemimpin yang cocok untuk Palestina, terutama tanpa pemilihan baru.

Pada akhirnya persoalan agama, suku, ras bahkan tanah bukanlah masalah utama.

Baca Juga: Sebut Palestina Sama Berengseknya dengan Israel, Teddy Gusnaidi Minta Bantuan ke Palestina Dihentikan

Masalahnya adalah, secara politik, baik orang Israel maupun Palestina dipimpin dengan sangat buruk.

Setiap hari, dengan tindakan dan kelambanan mereka, AS dan Inggris melanggengkan konfrontasi historis yang mereka perankan dalam penciptaan.

Sebagaimana dilansir PikiranRakyat-Bekasi.com dari The Guardian pada Minggu, 16 Mei 2021, kedua belah pihak membutuhkan pemimpin baru, yang memiliki visi untuk perdamaian, bukan perang.

Gencatan senjata adalah langkah pertama yang diperlukan dan dibutuhkan segera.

Hal ini harus menjadi saat ketika dorongan diplomatik internasional baru yang ditentukan dimulai untuk penyelesaian dua negara permanen yang dapat dijalani oleh kedua bangsa, di bawah manajemen baru.***

Editor: Rinrin Rindawati

Sumber: The Guardian

Tags

Terkini

Terpopuler