Tak Terima Dituduh Terorisme oleh AS, Kuba Sebut Joe Biden Lanjutkan Kebijakan Donald Trump

26 Mei 2021, 12:21 WIB
Kuba merasa difitnah sebaai teroris oleh AS dan pihaknya tak terima ingga sebut Joe Biden lanjutkan kebijakan Donald Trump. /Reuters/Alexandre Meneghini

 

PR BEKASI - Kuba menuduh bahwa pemerintahan Joe Biden telah melanjutkan kebijakan dari mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap Havana.

Hal tersebut diungkapkan pada Selasa, 25 Mei 2021 kemarin. 

Di mana keputusan tersebut untuk mempertahankan tekad saat masa jabatan kepresidenan Donald Trump, yakni bahwa mereka tidak sepenuhnya bekerja sama dalam perang melawan terorisme.

"Saya dengan ini menentukan dan menyatakan kepada Kongres bahwa negara-negara berikut tidak bekerja sama sepenuhnya dengan upaya anti-terorisme AS," tulis Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam sebuah catatan singkat, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com melalui Reuters, Rabu, 26 Mei 2021.

Baca Juga: Khawatir Picu Konflik Lebih Besar, Bernie Sanders Kecewa Terhadap Joe Biden Telah Jual Senjata ke Israel

Dalam catatan singkat tersebut juga mencantumkan nama negara Kuba bersama dengan Iran, Republik Demokratik Rakyat Korea, Suriah dan Venezuela.

Sementara itu, catatan tersebut yang ditandatangani oleh Blinken pada 14 Mei 2021 tetapi tidak dirilis hingga Selasa.

"Fitnah itu mengejutkan dan menjengkelkan seperti penerapan kebijakan Trump dan 243 sanksinya," kata Menteri Luar Negeri Bruno Rodriguez.

Kemudian perwakilan dari Departemen Luar Negeri AS diminta untuk menjelaskan atas keputusan AS tersebut.

Baca Juga: Presiden Mesir dan Joe Biden Bahasas Kelanjutan Gencatan Senjata dan Rekonstruksi Gaza

"Dalam membuat keputusan tahunan tentang tidak bekerja sama sepenuhnya, kami melakukan peninjauan terhadap tingkat kerja sama suatu negara secara keseluruhan dalam upaya kami untuk memerangi terorisme," kata Departemen Luar Negeri AS.

Kemudian perwakilan Departemen Luar Negeri AS menambahkan bahwa keputusan itu dibuat di bawah otoritas hukum yang terpisah dari apa yang diambil oleh negara sponsor terorisme.

Presiden AS Joe Biden selaku anggota politik dari partai Demokrat, bersumpah bahwa selama kampanyenya untuk membalikkan beberapa tindakan Trump dari Partai Republik di Kuba, yang telah merugikan rakyat Kuba dan tidak melakukan apa pun untuk memajukan demokrasi dan hak asasi manusia.

Selama Biden menjabat sebagai Wakil Presiden Barack Obama, dia setuju untuk melakukan detente bersejarah dengan Presiden Kuba yaitu Raul Castro pada 2016.

Baca Juga: Gencatan Senjata Israel dan Hamas, Joe Biden Gegas Kirim Menlu AS ke Timur Tengah

Tetapi setelah kepresidenan Presiden Donald Trump, kemudian detente diberlakukan kembali dengan banyak pembatasan pada bisnis dan perjalanan ke Kuba, yang sebelumnya telah dikurangi atau dicabut oleh Presiden Obama.

Mereka yang mendukung detente di dalam dan di luar pulau Karibia memiliki harapan besar kepada Presiden Joe Biden agar segera membalikkan kebijakan Trump.

Tetapi pemerintahannya mengatakan bahwa perubahan kebijakan AS ke Kuba bukanlah salah satu prioritas luar negerinya.

Kemudian seorang pejabat senior Gedung Putih mengatakan kepada Reuters bahwa Biden tetap berkomitmen untuk berjanji melonggarkan aliran pengiriman uang dari warga Kuba Amerika dan mengurangi pembatasan perjalanan keluarga ke pulau itu.

Baca Juga: Pasca Gencatan Senjata Israel-Hamas, Kebijakan Prioritas Joe Biden Terpaksa Dirombak Ulang

Diketahui, Trump menunjuk Kuba sebagai negara sponsor terorisme selama masih menjabat sebagai Presiden AS.

Menurut pemerintah Biden, hal tersebut adalah sebuah petunjuk dan sedang ditinjau.

Mantan Presiden Donald Trump diketahui telah mengatur untuk menempatkan Havana dalam daftar hitam AS pada Mei 2020.

Kemudian dia menempatkan-nya kembali ke daftar negara yang sepenuhnya tidak bekerja sama dengan upaya AS untuk melawan terorisme.

Baca Juga: Janji Bantu Rakyat Palestina dengan Syarat, Joe Biden: Tak Akan Ada Perdamaian Sampai Mereka Akui Yahudi

"Ini aneh karena Kuba sudah termasuk dalam daftar negara pendukung terorisme, yang jelas merupakan sebutan yang lebih parah daripada tidak bekerja sama," kata William LeoGrande selaku profesor pemerintahan di American University di Washington yang merujuk pada catatan Blinken.

Dia menambahkan bahwa daftar tersebut hanya membatasi penjualan senjata dan harus diperbarui pada 15 Mei 2021.

Meskipun demikian, banyak ahli mengatakan itu adalah salah satu sinyal bahwa Biden bukanlah Obama ketika datang ke Kuba.

"Biden sebagian besar tidak aktif dan diam tentang kebijakan Kuba, menunjukkan kurangnya perubahan dari postur Trump, ini adalah langkah kebijakan proaktif pertama dan, karenanya, tampaknya menjadi pertanda tidak kembali ke keterlibatan Obama," kata Andrew Zimbalist selaku pakar Kuba di Smith College, Northampton, Massachusetts.***

Editor: Rinrin Rindawati

Sumber: REUTERS

Tags

Terkini

Terpopuler