Sri Lanka Hadapi Krisis Polusi Pantai Terburuk Akibat Kapal Kontainer MV X-Press Pearl Terbakar

30 Mei 2021, 11:41 WIB
Petugas di Sri Lanka berupaya membersihkan butiran sampah plastik dari pantai. /Twitter/@PearlProtectors/

PR BEKASI - Sri Lanka saat ini tengah menghadapi krisis polusi pantai terburuk.

Krisis polusi pantai tersebut berasal dari gelombang sampah plastic yang dari sebuah kapal kontainer MV X-Press Pearl yang terbakar.

Hasil pembakaran tersebut menghantam pantai dan mengancam akan merusak lingkungan setempat, kata seorang pejabat tinggi lingkungan memperingatkan.

"Ini mungkin polusi pantai terburuk dalam sejarah kami," kata ketua Otoritas Perlindungan Laut Sri Lanka (MEPA) Dharshani Lahandapura seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari TRT World pada Minggu, 30 Mei 2021.

Baca Juga: Sudah Ditegur PBB, Sri Lanka Tetap Bakal Larang Penggunaan Burkak dan Cadar bagi Perempuan Muslim

Angkatan laut telah mencoba mengambil berton-ton butiran plastik kecil di pantai yang berasal dari MV X-Press Pearl yang terdaftar di Singapura yang telah membara selama sepuluh hari.

MEPA mengatakan polusi mikroplastik dapat menyebabkan kerusakan ekologi selama bertahun-tahun di pulau Samudra Hindia itu.

Butiran polietilen mengancam pantai wisata dan pembiakan ikan di perairan dangkal.

Penangkapan ikan telah dilarang di sepanjang pantai sepanjang 80 kilometer di dekat kapal yang telah terbakar selama 10 hari meskipun ada operasi pemadam kebakaran internasional.

Baca Juga: Disebut Bentuk Radikalisme, Sri Lanka Berencana Larang Pemakaian Burkak dan Tutup Sekolah Islam

"Ada asap dan api yang berselang-seling terlihat dari kapal," kata juru bicara angkatan laut Kapten Indika de Silva kepada kantor berita AFP.

Boom plastik berwarna oranye telah dipasang sebagai antisipasi jika minyak bocor agar tidak mencapai laguna Negombo yang terkenal dengan kepiting dan udang jumbo-nya.

Ribuan perahu kecil terdampar di Negombo pada hari Sabtu, 29 Mei 2021 karena larangan menangkap ikan.

AL Manjula Dulanjala mengatakan timnya hampir membersihkan pantai pada Jumat malam, tetapi terkejut karena pantai itu tertutup lagi keesokan paginya.

Baca Juga: Sri Lanka Akan Tutup 1000 Madrasah dan Larang Penggunaan Burkak Atas Alasan Keamanan Nasional

"Ini seperti virus corona. Tak ada habisnya terlihat. Kami melepas semua plastik kemarin, hanya untuk melihat lebih banyak lagi yang dibuang oleh gelombang dalam semalam," katanya.

Butiran dan limbah dimasukkan ke dalam karung plastik berwarna hijau dan putih dan dibawa dengan truk.

Seorang petugas yang memimpin tim lain mengatakan bahwa di beberapa bagian pantai terdapat mikroplastik dan puing-puing hangus sedalam 60 sentimeter (dua kaki).

Nelayan lokal Peter Fernando, 68, mengatakan dia belum pernah melihat kerusakan seperti itu.

Baca Juga: Utang ke Tiongkok Capai Rp249 Triliun, Ahli Ekonomi Khawatirkan Nasib Indonesia Seperti Sri Lanka

Tsunami Asia pada bulan Desember 2004 menghancurkan sebagian besar garis pantai pulau itu dan menewaskan sekitar 31.000 orang, tetapi hanya merusak infrastruktur pesisir saja.

Pastor Katolik Roma Sujeewa Athukorale mengatakan sebagian besar umatnya adalah nelayan yang berisiko menjadi melarat.

"Kebutuhan mendesak mereka adalah diizinkan kembali ke laut," katanya.

"Ada 4.500 keluarga nelayan di jemaat saya saja." sambungnya.***

Editor: Ikbal Tawakal

Sumber: TRT World

Tags

Terkini

Terpopuler