Indonesia Disorot Media Asing, Distribusi Tidak Merata dan Birokrasi yang Rumit Hambat Vaksinasi Covid-19

24 Juli 2021, 08:59 WIB
Media asing soroti distribusi yang tidak merata dan birokrasi yang rumit menghambat vaksinasi Covid-19 di Indonesia. /Reuters/Ajeng Dinar Ulfiana


PR BEKASI - Indonesia kembali menjadi sorotan media asing terkait distribusi yang tidak merata dan birokrasi yang rumit telah menghambat upaya vaksinasi Covid-19 di Indonesia.

Dian Anggraeni selaku masyarakat Indonesia telah berusaha untuk mendapatkan vaksin Covid-19 selama dua bulan terakhir.

Namun, untuk sejauh ini usahanya dalam mendapatkan vaksin Covid-19 tidak berhasil.

Pelajar berusia 22 tahun dari kota Malang tersebut mengatakan bahwa dia telah mengisi formulir pendaftaran online yang tak terhitung jumlahnya.

Baca Juga: Media Asing Soroti Biaya Kremasi Jenazah Covid-19 di Jakarta, Kartel-kartel Bikin Harga Meroket

Kemudian diberitahukan bahwa slot vaksinasi yang tersedia untuk hari itu telah penuh dipesan.

“Slot vaksinasi dapat benar-benar penuh dalam beberapa menit setelah diumumkan di media sosial,” kata Anggraeni, dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari CNA pada Sabtu, 24 Juli 2021.

Selain itu, hanya segelintir rumah sakit dan klinik kesehatan di Malang yang mengadakan gerakan vaksinasi. Di mana sebagian besar hanya memiliki kuota kecil sekitar 150 orang setiap harinya.

"Kadang-kadang, dorongan vaksinasi besar-besaran diadakan di kota yang menarik banyak orang tanpa jarak sosial, semua berdesak-desakan untuk 1.000 hingga 5.000 slot yang tersedia. Peristiwa besar ini menakutkan. Saya tidak akan bermimpi untuk pergi ke sana,” kata Anggraeni pada CNA.

Baca Juga: Media Asing Soroti Biaya Kremasi Jenazah Covid-19 di Jakarta, Kartel-kartel Bikin Harga Meroket

Pasalnya, yang memperumit masalah adalah fakta bahwa orang tua Anggraeni menentang vaksinasi, yang dipicu oleh banyaknya hoaks dan rumor yang beredar secara online.

“Ada banyak orang di Indonesia yang seperti orang tua saya,” katanya.

Di sisi lai, Anggun Munawar mengatakan bahwa orang tuanya juga cemas melihat berbagai laporan dari media tentang orang-orang yang meninggal setelah mendapatkan vaksin.

“Terlepas dari upaya terbaik saya, orang tua saya menolak untuk divaksinasi. Mereka bahkan menentang gagasan saya divaksinasi. Saya mencoba menjelaskan bahwa hanya ada segelintir kematian dari jutaan yang divaksinasi. Tapi mereka tidak mau mendengarkan” kata warga Jawa Tengah Anggun Munawar.

Baca Juga: Media Asing Sebut Jokowi Turuti Permintaan Pengusaha soal Penanganan Covid-19, Gus Nadir: Gawat

Akibat lonjakan infeksi dari varian Delta yang menyebar ke seluruh negeri, menyebabkan kasus meningkat dan membanjiri sistem perawatan kesehatan Indonesia.

Hal itu menyebabkan semakin banyak orang yang berlomba untuk mendapatkan vaksinasi.

Varian Delta, telah ditemukan di 11 daerah di luar pulau Jawa yang padat penduduk, menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia juga mengatakan bahwa lebih dari 95 persen sampel varian Delta, diperiksa dalam penelitian Juni selama rentang delapan hari di laboratorium Jakarta.

Tetapi birokrasi yang rumit, distribusi yang tidak merata, dan sentimen anti-vaksinasi yang berkembang menghambat upaya vaksinasi di Indonesia.

Menurut kementerian kesehatan, Indonesia sejauh ini telah menerima 144 juta dosis vaksin Covid-19.

Baca Juga: Indonesia Disorot Media Asing, Perpanjang PPKM Darurat dan Jumlah Infeksi Covid-19 Masih Tinggi

Dari angka tersebut, Indonesia menerima 27 juta vaksin Sinovac siap pakai dan bahan untuk memproduksi 93 juta lebih. Indonesia juga telah menerima 15 juta dosis dari AstraZeneca sedangkan sisanya termasuk Moderna dan Sinopharm.

Selain itu, Indonesia juga berencana untuk menginokulasi 208 juta orang yang berusia 12 tahun ke atas pada pertengahan 2022.

Untuk mencapai hal itu, pemerintah telah menargetkan 2 juta vaksinasi per hari mulai bulan depan, dua kali lipat dari target 1 juta jabs setiap hari pada bulan ini.

Sejauh ini, Indonesia telah mencatat lebih dari 3 juta kasus infeksi Covid-19 dan 79.000 kematian.

Sementara, ibu Anggraeni yang juga warga dari Malang, mengaku iri dengan teman-temannya di Jakarta.

Baca Juga: Media Asing Soroti WNI Berbondong-bondong ke AS Demi Vaksin Covid-19

“Kondisi di Malang dan Jakarta seperti siang dan malam. Di Jakarta, terdapat banyak pusat vaksinasi. Anda dapat mendaftar menggunakan aplikasi atau situs web terintegrasi tanpa repot mendaftar dengan pusat vaksinasi yang berbeda satu per satu. Anda bahkan bisa mendapatkan vaksinasi di pusat perbelanjaan,” katanya.

“Antusiasme masyarakat untuk divaksinasi sangat tinggi tetapi tidak diimbangi dengan pasokan yang cukup dari pemerintah. Dan itu terjadi di mana-mana di seluruh Indonesia. Saya merasa bahwa orang-orang yang tidak berada di Jakarta seperti saya didiskriminasi,” katanya, menambahkan.

DISTRIBUSI TIDAK MERATA

Menurut kementerian kesehatan, setidaknya 16 juta orang Indonesia telah divaksinasi lengkap dengan 26 juta lainnya sudah menerima suntikan pertama mereka.

Tetapi ternyata vaksinasi tidak didistribusikan secara merata di seluruh negeri.

Di Jakarta misalnya, ada 6.6 juta dari 8.8 juta populasi target telah menerima suntikan pertama mereka.

Kemudian lebih dari 2 juta orang di ibu kota telah sepenuhnya divaksinasi.

Baca Juga: Media Asing Soroti 'Orang-orang Baik' Indonesia Terlibat di Dapur Umum untuk Bantu Pasien Covid-19

Sementara di Malang, dari target 1 juta penduduk, baru 239.000 orang yang mendapatkan vaksin pertama, 64.000 di antaranya telah divaksinasi lengkap.

Husnul Muarif selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang, mengatakan bahwa awalnya kota Malang berencana untuk memvaksinasi 20.000 orang per hari, tetapi harus mengurangi upaya vaksinasinya karena persediaan yang menipis.

“Kami hanya memiliki stok 43.000 dosis. Itu hanya cukup untuk satu minggu. Kami minta lebih ke pemerintah pusat, tapi sampai sekarang belum ada pengiriman lebih lanjut,” kata Husnul Muarif.

Kemudian di Kota Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan dan Kendari di Provinsi Sulawesi Barat Daya termasuk di antara kota-kota di Indonesia yang harus menunda program vaksinasinya karena pasokan vaksin yang semakin menipis.

Dr Siti Nadia Tarmizi selaku Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan mengakui sebagian besar distribusi vaksin masih terfokus di pulau Jawa dan Bali.

Baca Juga: Indonesia Disorot Media Asing Atas Rekor Kematian 114 Dokter Akibat Covid-19 Per-Juli 2021

Adapun Bali, para pejabat mempercepat upaya vaksinasi dalam upaya untuk membuka kembali pulau yang bergantung pada pariwisata untuk pelancong internasional.

“Jawa dan Bali melihat peningkatan besar dalam kasus yang dikonfirmasi karena varian Delta. Itulah sebabnya kami memprioritaskan kedua pulau itu,” kata Dr Siti Nadia Tarmizi kepada CNA.

Jawa dan Bali hingga saat ini berada di bawah PPKM darurat untuk menghentikan penyebaran Covid-19. Kebijakan tersebut juga telah dilonggarkan di beberapa daerah di kedua pulau tersebut.

Sekitar 2.5 juta orang atau 84 persen dari 3 juta populasi target di Bali telah menerima suntikan pertama mereka dan sebanyak 660.000 orang atau 22 persen dari populasi target telah divaksinasi lengkap.

Sedangkan Ketua DPR Puan Maharani menyerukan pemerintah untuk mengatasi distribusi vaksin yang tidak merata.

“Pemerintah tidak boleh membiarkan antusiasme masyarakat untuk melakukan vaksinasi di beberapa daerah berkurang karena vaksin tidak tersedia untuk mereka. Pemerintah pusat harus bertindak cepat untuk mendistribusikan vaksin ini” katanya dalam sebuah pernyataan, Rabu, 21 Juli 2021.

Baca Juga: Pandemi Covid-19 di Indonesia Seperti Film Horor, Media Asing Sebut Pulau Jawa Berada di Ambang Kehancuran

BIROKRASI YANG RUMIT

Seperti dari kebanyakan kota lain, sebagian besar pusat vaksinasi di Malang hanya menerima warga Malang.

Hal itu merupakan halangan utama bagi Ibu Anggraeni yang baru saja pindah dari Jakarta ke Malang. Dengan kartu identitasnya yang masih mencantumkan alamat lamanya di Jakarta.

Dinkes Kota mengatakan karena pasokan vaksin terbatas, jadi mereka memprioritaskan warga yang memiliki kartu identitas Malang atau mereka yang membawa surat pengesahan dari RT masing-masing.

Birokrasi yang sama juga diberlakukan di kota-kota lain, misalnya di Jakarta juga mewajibkan pelamar untuk memiliki kartu identitas lokal atau surat rekomendasi dari kepala RT jika ingin disuntik di fasilitas yang dikelola oleh kota.

“Ada terlalu banyak birokrasi untuk sesuatu yang penting bagi kehidupan dan kesejahteraan kita,” kata Putri Dian Sari, warga Surabaya.

Baca Juga: Media Asing Sebut Indonesia sebagai Episentrum Covid-19 Baru

“Itu membuatmu bertanya-tanya. Pemerintah dapat mengalokasikan banyak uang untuk menyelenggarakan pemilu dengan tempat pemungutan suara di mana-mana dan mematahkan hambatan birokrasi dengan membiarkan orang memilih di mana pun mereka merasa nyaman. Mengapa mereka tidak bisa melakukan hal yang sama untuk vaksinasi?,” katanya

Sementara pemerintah pusat telah berusaha memerangi masalah ini dengan menghilangkan persyaratan tersebut di 51 pusat vaksinasi yang dijalankan oleh Kementerian Kesehatan yang hanya tersedia di kota-kota besar.

Seperti kota Malang yang memiliki salah satu fasilitas tersebut dan Jakarta yang memiliki 11 fasilitas vaksinasi.

Dr Windhu Purnomo selaku ahli epidemiologi dari Universitas Airlangga mengatakan bahwa langkah itu tidak cukup dan mempertanyakan mengapa birokrasi seperti itu ada.

“Virus corona tidak peduli apakah Anda seorang lokal, turis, pengunjung, atau pendatang baru. Mengapa mempermasalahkan penduduk atau bukan penduduk, terutama di daerah perkotaan di mana banyak orang tinggal di pinggiran kota tetapi bekerja di pusat kota?” kata Purnomo kepada CNA.

Dalam upaya lain untuk mengatasi birokrasi yang rumit dan kepadatan di pusat vaksinasi, pemerintah pekan lalu telah memprakarsai program agar petugas kesehatan memvaksinasi orang dari pintu ke pintu, terutama di daerah perkotaan yang padat penduduk.

Sekitar 49.000 orang disuntik selama uji coba minggu lalu dan pemerintah berharap dapat dikembangkan menjadi program nasional berskala besar.

TIDAK CUKUP VAKSIN UNTUK SWASTA

Namun ternyata tidak semua program pemerintah Indonesia berjalan sesuai rencana.

Baca Juga: Indonesia Tembus 2,6 Juta Kasus Infeksi Covid-19, Suplai Oksigen Jadi Sorotan Media Asing

Dalam upaya untuk meningkatkan produktivitas dan melindungi pekerja, pemerintah pada Maret mengizinkan sektor swasta untuk terlibat dalam program vaksinasi, melalui skema vaksinasi 'Gotong Royong'.

Di bawah skema tersebut, perusahaan dapat membayar pemerintah untuk memvaksinasi pekerja mereka.

Pada saat itu, di mana Indonesia masih sibuk menginokulasi lansia dan kelompok prioritas lainnya.

Menurut Kamar Dagang Indonesia (KADIN), yang mengawasi skema vaksinasi Gotong Royong, mengatakan bahwa lebih dari 28.000 perusahaan telah mengajukan permohonan agar pekerjanya divaksinasi.

Tetapi program tersebut mengalami hambatan ketika mereka tidak dapat mengamankan cukup vaksin, yang menurut undang-undang harus berbeda dari yang digunakan dalam program reguler.

Skema Gotong Royong saat ini menggunakan vaksin Sinopharm karena Indonesia sejauh ini baru membeli 4.8 juta vaksin Sinopharm.

“Kami bersaing dengan negara lain untuk pengadaan vaksin,” kata Arsjad Rasjid selaku Ketua KADIN dalam konferensi pers.

Baca Juga: Media Asing Soroti Produsen Peti Mati di Indonesia, Kewalahan Terima Pesanan di Tengah Darurat Covid-19

“Kami ingin membantu pemerintah dalam mempercepat program vaksinasi nasional dan mencapai herd immunity. Kami berharap pemerintah dapat membantu kami dengan mengizinkan kami melakukan proses pengadaan sendiri sehingga pemerintah dapat fokus pada rakyat sementara kami fokus pada pekerja kami,” katanya.

Dengan persediaan yang terbatas, beberapa perusahaan terus berjuang agar pekerjanya divaksinasi.

Seorang pekerja, Agus mengatakan bahwa dia terdaftar oleh perusahaannya untuk berpartisipasi dalam skema Gotong Royong pada Maret lalu.

Setelah berbulan-bulan ketidakpastian, Agus memutuskan untuk mengikuti program vaksinasi gratis pada Juni, ketika pemerintah akhirnya mengizinkan kelompok yang tidak diprioritaskan untuk diinokulasi.

“Saya berhasil memesan janji untuk divaksinasi pada 12 Juni. Namun, pada hari janji saya, saya divaksinasi tetapi pejabat di sana mengatakan mereka tidak dapat memasukkan data pribadi saya ke dalam sistem karena saya sudah terdaftar di bawah skema Gotong Royong," kata Agus.

“Saya mendapatkan jab pertama saya tetapi saya tidak memiliki sertifikat dan tidak jelas apakah saya bisa mendapatkan vaksinasi kedua saya," katanya.

Baca Juga: Media Asing Soroti Langkah Pemerintah Indonesia, Impor 10.000 Tabung Oksigen untuk Pasien Covid-19

Dr Pandu Riono selaku ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia Jakarta, mengatakan bahwa skema vaksinasi Gotong Royong sejak awal sudah bermasalah.

“Idenya adalah untuk mempercepat pekerja agar tidak divaksinasi sehingga mereka dapat kembali bekerja, pada saat kami mencoba memvaksinasi pekerja kesehatan dan orang tua,” kata Pandu.

“Program ini tidak konstitusional karena vaksinasi harus menjadi tanggung jawab negara dan setiap orang harus memiliki akses yang sama terhadap vaksin,” katanya.

Sementara pemerintah pada 26 Juni mengumumkan bahwa mereka akan memperluas skema vaksin untuk memasukkan individu.

Ini berarti bahwa siapa pun dapat membayar untuk melompati antrian dan mendapatkan vaksinasi.

Pemerintah mengatakan bahwa kebijakan itu dimaksudkan untuk bisnis yang terlalu kecil jika dimasukkan dalam program KADIN, serta ekspatriat dan orang asing yang akan berjuang untuk mendapatkan vaksinasi sendiri.

Saat ini, hanya ekspatriat yang bekerja di sektor pendidikan, diplomat, atau mereka yang berusia di atas 60 tahun yang dapat disuntik di bawah program nasional gratis.

“Pemerintah seharusnya membiarkan semua orang asing divaksinasi secara gratis. Jika mereka tidak divaksinasi, mereka tidak hanya akan menjadi rentan terinfeksi tetapi juga dapat menularkan virus kepada orang lain. Membahayakan masyarakat umum,” kata ahli Dr Purnomo.

“Mengapa kita harus meminta mereka membayar untuk divaksinasi? Bagaimana jika mereka tidak mau membayar? Akankah kita membiarkan mereka berkeliaran tanpa vaksinasi?,” katanya.

Menyusul kritik, Presiden Joko Widodo pekan lalu kemudian menginstruksikan agar skema vaksinasi berbayar bagi individu dibatalkan.***

Editor: Rinrin Rindawati

Sumber: CNA

Tags

Terkini

Terpopuler